“Yasmin,” ucapnya. Aku perlahan membuka mata dan membalas tatapannya. Matanya begitu teduh menenangkan. Rasanya aku ingin tenggelam di sana.“I-iya,” jawabku masih gugup. Debaran jantung semakin tak menentu.“Eemh ….” Dia kemudian bangkit dan duduk bersila. Aku pun mengikuti hingga kami berhadapan.“Maaf, kalau saya belum bisa memberikan … nafkah batin sama kamu,” ucapnya dan menelan saliva berat.Deg.Apa karena wanita cantik itu masih belum bisa dia lupakan? Aku bertanya dalam hati, tetapi tak mampu aku ungkapkan.“Ah, tidak apa-apa,” jawabku dengan suara sedikit gemetar. Ingin aku menanyakan alasannya, tetapi malu rasanya.“Kita baru kenal beberapa minggu. Masih butuh waktu bagi kita untuk saling mengenal lebih jauh,” lanjutnya. Aku pun mengangguk pelan.“Apa kamu tidak keberatan?” tanyanya lagi dan membuat aku kembali gelagapan.“Ah, tentu tidak, Pak Dokter,” jawabku sambil mengibaskan tangan.“satu lagi,” katanya. Aku pun kembali mendongak menatapnya.“Bisakah kamu untuk tidak me
Baca selengkapnya