Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 41 - Chapter 50

197 Chapters

Bab 41

Aku berlutut dan luruh di hadapannya. Tanpa diminta, aku bersujud di depannya."Maafkan aku Rimba ... ampuni aku," ucapku diiringi tangis. Dari gerakannya aku bisa rasakan sepertinya dia bangkit dan menjauh dariku."Pergilah! Anggap kita tidak pernah saling kenal sebelumnya. Aku sudah melupakanmu. Bersikaplah layaknya kita seorang atasan dengan bawahan," ucapnya pelan.Aku bangkit dan menatap punggungnya yang masih bergetar.Luka yang kutorehkan rupanya teramat dalam. Mungkin luka itu telah busuk dan bernanah. Apakah aku juga harus mulai melupakannya? Sepertinya kehadiranku hanya menambah parah luka di hatinya.Aku meninggalkan ruangan itu dengan langkah gontai. Setelah berada di luar, aku menghapus air mata dengan punggung tangan."Hei, Aline. Kamu ngapain di depan pintu Pak Rimba?" Terdengar sapaan dari Pak Ravi. Aku melengos. Tak ingin dia tahu jika aku habis menangis."Emh ... ini tadi saya mau ngasih berkas yang harus ditandatangan sama Pak Rimba, tapi beliau menyuruh saya membe
Read more

Bab 42

"Apa, Pak?" tanyaku dengan mata terbelalak.Wajah Pak Ravi tampak memerah. Mungkin menahan rasa tak enak hati karena sudah mengungkapkan sesuatu yang menyangkut hati."Iya, Lin, saya suka dengan kinerja kamu, kejujuran kamu, dan ...." Kalimatnya menggantung."Dan ...?" tanyaku penasaran."Dan ... kecantikan kamu," ucapnya serius. Aku memalingkan muka. "Terima kasih atas pujiannya, Pak. Tapi saya hanyalah manusia biasa yang banyak kekurangan," jawabku sambil menunduk.""Ini bukan pujian, Lin, tapi fakta," lanjutnya lagi. Aku menyunggingkan seulas senyum."Apa, ada hal lain yang mau disampaikan lagi mengenai tugas saya nanti?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Pak Ravi tampak mengembuskan napas kasar. Mungkin dia kecewa dengan sikapku. Tapi ... aku tidak ingin memperkeruh suasana kerja dengan urusan hati."Kamu sudah punya pacar?" Pak Ravi malah menanyakan sesuatu yang menurutku sangan pribadi."Maaf, Pak?" Aku menatapnya bingung."Gak papa, saya hanya ingin tahu saja. Apa kamu sed
Read more

Bab 43

Masuk ke daerah kontrakan ini memang harus melewati gang yang kiri kanannya adalah perkampungan. Kini, aku memang tidak mengontrak di kontrakan petak, tetapi menyewa sebuah rumah kecil dengan dua kamar. Cukup nyaman untuk kami tempati bertiga.Di pinggir jalan raya, terlihat mobil Pajero putih milik Pak Ravi terparkir. Dia menekan tombol kunci otomatis saat kami sudah dekat.Dia membukakan pintu sebelah sopir, lalu menpersilakan aku untuk naik. Jujur, aku merasa tersanjung. Karena satu-satunya lelaki yang pernah aku pacari, yaitu Mas Rangga, tidak pernah melakukannya untukku. Sedangkan Rimba, kalian tahu sendiri, dulu ... aku membencinya.Ternyata jarak kafe langganannya Pak Rafi itu tidak terlalu jauh, tapi karena jalanan macet jadi memerlukan waktu sekitar satu jam perjalanan.Pak Ravi kembali membukakan pintu untukku. Aku pun turun dan berjalan beriringan dengannya.Suasana kafe ternyata sudah ramai. Orang-orang datang ke sini agak malam karena live musik memang dimulai setelah Mag
Read more

Bab 44

Pukul 21.30 kami meninggalkan kafe. Terpancar raut gembira dari Pak Ravi juga Emely. Gadis itu kini tak lagi menunjukkan sikap sinisnya padaku. Bahkan jadi terkesan ramah."Bye, sampe ketemu lagi Aline." Emely melambaikan tangannya padaku. Aku balas dengan lambaian tangan, juga senyuman. Sementara Rimba hanya mengangkat tangannya dan berpamitan dengan Pak Ravi, lalu berlalu k3 mobilnya. Aku hanya memandangnya dengan tatapan nanar. Lelakiku ini pintar menyembunyikan segalanya.Pak Ravi membukakan pintu mobil untukku, aku pun segera naik setelah mengucapkan terima kasih sebelumnya."Saya akan segera mencicil handphone ini bulan depan, ya, Pak," ucapku saat mobil sudah melaju. Lelaki di sampingku ini menoleh sekilas lalu kembali fokus ke jalanan."Please, Aline. Jangan bilang kalau kamu menganggap serius tentang hal itu," ucapnya sambil menarik tuas gigi."Aku hanya bercanda, agar kamu mau menerima handphone itu. Atau gini aja, deh. Aku terima bayaran kamu, tapi bukan dalam bentuk uang,
Read more

Bab 45

Sesuai dugaanku, setibanya di kafe itu, di sana sudah ada Rimba juga Emely. Kali ini mereka yang datang lebih dulu. Aku menatap lelaki yang juga menatapku tak berkedip. Dia lalu memalingkan muka. Aku tersenyum dalam hati."Hai, Kak Ravi, sini!" panggil Emely dari sebuah meja dekat panggung."Aku sudah pesankan makanan untuk kalian. Seperti yang kemarin," celoteh gadis cantik itu."Ah, terima kasih. Kamu memang baik sekali adikku," timpal Pak Ravi.Kali ini, Emely terlihat sangat ceria. Dia bahkan melemparkan candaan-candaan yang membuat kami tertawa. Hanya saja, Rimba memang terlihat tidak tertawa lepas.Lalu, tiba-tiba saja, Pak Ravi mengungkapkan sesuatu yang, ah, entahlah."Mungkin ini adalah saat yang tidak tepat. Tapi ... semoga dengan keberadaan Rimba dan Emely di sini, kamu akan lebih mempertimbangkan jawabannya. Dia adalah sahabat juga kekasih dari sepupuku, Emely." Ucapan Pak Ravi menggantung. Keningku mengernyit, demikian juga dengan Rimba. Aku begitu kaget saat mendengar j
Read more

Bab 46

Bang Ravi, begitu kini aku memanggilnya. Aku bisa merasakan jika dia benar-benar mencintaiku. Jahatkah jika aku hanya memanfaatkan situasi ini? Karena hatiku tidak pernah sedetik pun berpaling dari Rimba. Namun, aku harus berusaha untuk move on, atau membuktikan pada Rimba akan perasaannya padaku.Jika saja Tuhan menentukan aku harus terus bersama dengan Bang Ravi, aku akan berusaha menjalaninya. Namun, jika kebersamaanku dengan Bang Ravi justru membuat Rimba sadar, aku akan lebih bersyukur."Kita liburan ke vila-ku, yuk!" ajak Bang Ravi pada kami; aku, Emely dan Rimba, di satu malam. Setelah aku bersama Bang Ravi, dia memang sering mengajak kami jalan bersama. Ada curiga dalam hatiku jika dia memang sengaja ingin semakin mendekatkan Emely dengan Rimba. Wajar, karena bagaimanapun Bang Ravi pasti mau adik sepupunya itu bahagia."Ayok! Aku udah kangen suasana pegunungan." Emely menjawab sambil melirik pada lelaki di sampingnya yang sibuk dengan ponselnya."Rimba, kamu maen hape aja, sih
Read more

Bab 47

Tak lama, mobil berbelok ke arah kanan. Di halaman yang luas itu terlihat seorang lelaki paruh baya sedang menyapu daun-daun kering. Bang Ravi membunyikan klakson. Lelaki itu menoleh dan mengangguk hormat."Bu ... Den Ravi sudah datang," teriak lelaki tua itu. Kami pun turun.Seorang wanita paruh baya muncul dari dari dalam dan mempersilakan kami masuk. Saat di ambang pintu, sudah tercium wangi aneka masakan yang membuat perut keroncongan."Aden sana Neng pasti lapar, ayo makan dulu. Tadi Bibi udah siapin, saat tahu kalau Den Ravi mau ke sini," ucapnya. Dia mengajak kami ke ruang tengah di mana sebuah tikar sudah terhampar dan aneka makanan ada di atasnya.Kami berempat sepertinya memang sudah kelaparan. Tak menunggu perintah lagi, kami langsung duduk dan menikmati makanan itu sambil mengobrol ringan.Sepertinya bapak itu sudah lama bekerja pada Bang Ravi, terlihat dari keakraban mereka. Dan ternyata bapak itu juga kenal dengan Rimba, karena langsung menanyakan kabarnya. Hanya aku saj
Read more

Bab 48

Setelah dirasa aman, kami berhenti berlari. Dengan napas yang tersengal aku tertawa melihat muka Rimba yang pucat tertimpa cahaya rembulan."Kamu takut juga?" tanyaku sambil terkekeh. Dia diam masih mengatur napas."Dia itu bisa menyerang kita kapan saja, karena bisa mendeteksi panas tubuh. Sedangkan kita, gak bisa lihat makhluk itu. Mana gelap, gak bawa alat buat nyerang juga, gimana " jawab Rimba kemudian. Aku terdiam. Benar juga yang dia katakan. Aku menatap jari kami yang masih saja bertautan erat, lalu tersenyum. Hati memang tidak pernah bisa berbohong. Namun, saat dia menyadari itu, segera dia lepaskan dan meminta maaf padaku. Rasanya tidak perlu dia meminta maaf, karena aku juga menginginkannya."Kita dirikan tenda sebelah sana saja. Sepertinya aman. Sudah terlalu malam juga, aku lelah," ucapnya seraya menurunkan ransel. Aku mengangguk setuju.Dia mulai menyusun tenda yang dibawa. Beruntung tenda yang dibawanya memang yang bisa dipasang dalam waktu singkat. Hanya memasang pasak
Read more

Bab 49

"Kenapa kamu harus memperkosa aku malam itu?"Mata Rimba terbelalak, lalu memalingkan muka. Aku segera meraih tangannya agar dia kembali menghadapku."Katakan yang sejujurnya. Kenyataan sepahit apapun, aku akan menerimanya," pintaku lagi. Dia kembali mendongak. Aku menatap manik coklat itu dalam, mencari kebenaran di sana."Malam itu, aku sudah tidak punya cara lain. Karena Kak Rangga sudah menelepon seseorang bernama Bahrun."Aku tersentak kaget."Bahrun?" tanyaku dengan kening mengernyit. Dia mengangguk."Beberapa hari sebelum pernikahan kalian, aku tak sengaja mendengar percakapan antara Papi dan Kak Rangga. Mereka berniat menjual keperawananmu dengan harga yang mahal pada Bahrun." Ucapannya terhenti. Aku terpaku tak percaya pada apa yang baru saja kudengar. Tetapi mengingat kejadian waktu itu, saat Mas Rangga benar-benar menjualku pada bandot tua itu, aku mempercayai semuanya."Lalu?" tanyaku menyelidik."Aku langsung mengambil kesempatan, saat Kak Rangga pergi. Aku menunggu denga
Read more

Bab 50

Rimba berdiri menatap langit malam. Aku beranjak dari tenda dan ikut keluar. Aku tahu jika kebersamaan kami ini sangat rawan terjadi sesuatu yang diinginkan. Kami, terutama aku, begitu merindukan kehadirannya.Aku menatap punggungnya yang kokoh, lalu mendekatinya. Aku bisa mendengar berkali-kali dia mengembuskan napas kasar. Aku merengkuhnya dari belakang. Dia tersentak dan sepertinya ingin melepaskan rengkuhan tanganku."Sebentar saja, Rimba. Biarkan aku menikmati aroma tubuhmu. Aku sungguh merindukannya," bisikku dengan wajah melekat di punggungnya. Dia turunkan kembali tangannya. Aku bisa mendengar detak jantungnya yang berdebar lebih cepat dan embusaan napasnya yang tersengal seperti menahan sesuatu."Kamu, tau? Dulu saat hamil Rasya, aku begitu suka dengan aroma kopi juga aroma tubuhmu. Begitu menenangkan," ucapku kemudian. Dia bergeming, namun aku rasakan tubuh Rimba mulai bergetar. Apakah dia menangis?"Rimba ... maafkan aku," bisikku semakin mengeratkan pelukan. "Aku ingin me
Read more
PREV
1
...
34567
...
20
DMCA.com Protection Status