Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 21 - Chapter 30

197 Chapters

Bab 21

Dia langsung menyambar benda pipih itu."Halo. Apa? Segawat itu? Ah iya, ok sebentar lagi aku ke sana. Tunggu saja," ucapnya pada seseorang di telepon."Ada apa, Mas?" tanyaku penasaran."Ah, itu ... bahan baku datang. Di gudang tidak ada orang yang bisa nerima barangnya, karena sebagian belum aku bayar. Kamu tunggu dulu di sini, ya. Aku janji akan segera kembali," ucapnya terburu-buru. Aneh. Masa iya tidak ada yang bisa handle pekerjaan seperti itu. Kenapa juga barangnya datang malam-malam?"Kenapa malem-malem datangnya? Terus pembayarannya tidak bisa besok saja ditransfer?" tanyaku menyelidik."Ah, itu ... emh ... supliernya agak primitif sih, dia hanya terima uang cash," lanjutnya sambil memasukan ponsel ke saku celana."Kamu tidur dulu saja, ya, Sayang. Nanti kalau aku kembali, aku bangunin kamu. Bye, Sayang," ucapnya sambil mengecup keningku sekilas dan berlalu.Aneh. Kenapa kejadian ini terulang lagi? Dia meninggalkanku di saat malam pertama kami.Aku mendengkus kesal. Persiapan
Read more

Bab 22

Selang setengah jam, pesananku datang. Aku segera menerima dan membayar semuanya.Mami dan Papi sudah menunggu di meja makan sambil menikmati secangkir kopi. Mencium aroma kopi, aku kembali teringat dengan Rasya. Saat kehamilannya dulu, aku begitu menyukai aroma itu. Entah kenapa ada rasa perih saat mengingatnya. Apakah aku memang sayang pada anak itu?"Cepet, Lin, Papi sudah kelaparan, nih," ujar Mami dari meja makan. Aku bergegas mengambil empat piring dari dapur dan segera menyajikan nasi goreng itu. Wanginya menguar membuat lapar.Mas Rangga turun dari lantai atas dengan pakaian yang baru. Sepertinya dia sudah mandi, karena wajahnya terlihat segar."Sarapan dulu, Mas," tawarku. Dia mengangguk sambil menarik kursi dan duduk di sana."Bikinkan teh hangat juga buat Rangga, Lin," titah Mami di sela suapannya. Aku yang hendak duduk, segera bangkit lagi dan kembali ke dapur untuk menyiapkan secangkir teh. Setelah siap, aku kembali ke meja makan dan menaruh cangkir itu di depan Mas Rangg
Read more

Bab 23

Tubuhku benar-benar lelah karena seharian ini bekerja. Tanganku sudah nggak indah lagi rasanya. Apalagi tadi tiba-tiba tetangga ada yang mengirim ikan hidup buat Mami. Dan dengan entengnya Mami menyuruhku buat mebgurus ikan itu hingga mateng. Oh, shit! Kalau bukan ibu mertua, rasanya sudah ingin kulemparkan saja ikan itu ke mukanya. Perasaan dulu dia selalu bersikap baik padaku, tapi sekarang? Ah, kenapa dia seperti ingin menjadikan aku seorang kacung di sini? Sialan memang!Ikan-ikan hidup itu menggelepar ke sana kemari, membuatku menjerit ketakutan saat membersihkannya. Dia melihatku dari ambang pintu sambil tertawa. Membuat aku geram saja.Membantu saja tidak, malah ngetawain! Gak ada akhlak emang.Dapur menjadi kotor karena ikan itu berlompatan. Aku mengejarnya seperti mengejar hantu, saking licinnya. Napasku tersengal karena cape dan kesal. Ternyata sesulit itu membersihkan ikan.Belum lagi saat menggorengnya. Aku menjerit ketakutan saat tubuh ikan itu bersatu dengan minyak pana
Read more

Bab 24

Beres memasak dan membersihkan dapur yang super-duper berantakan, tubuhku rasanya seperti habis maraton sejauh 50 kilometer. Aku merebahkan tubuh di kasur sambil menunggu Mas Rangga pulang.Kenapa dia lama sekali ya? Padahal ini sudah lewat Magrib, bahkan hampir Isya. Aku sudah mempercantik diri, walau kukuku kuning semua karena kunyit.Mataku hampir saja terpejam saat kudengar knop pintu diputar. Wajah tampan Mas Rangga muncul di sana. Aku segera bangkit untuk menyambutnya."Cape gak, Mas?" tanyaku berbasa-basi. Dia mulai melonggarkan dasi hendak melepasnya, aku memeluknya dari belakang. Dia hanya menjawab dengan gumaman."Kata Mami, kamu tadi bikin kekacauan di dapur?" tanyanya. Aku langsung melepaskan pelukan dan melangkah ke hadapannya."Nah ini yang ingin aku bicarakan padamu sekarang, Mas." Aku menatap wajahnya yang terlihat lelah."Membicarakan? Membicarakan apa?" tanyanya dengan kening berkerut."Rumah ini terlalu besar, sepertinya Mami tidak sanggup merawatnya. Terlebih lagi
Read more

Bab 25

Saat membereskan lagi baju-baju yang kubawa ke rumah ini. Aku baru teringat, jika aku membawa beberapa koleksi berlian. Aku ambil kotak itu, membuka dan menatapnya. Sudah agak lama, tidak aku pakai.Aku mengambil anting-anting dan memasangkannya. Cantik. Gelang dan kalungnya pun aku pasang. Sangat cantik. Ini memang koleksi kesayanganku makanya aku bawa.Sebetulnya, masih ada beberapa lagi, tapi aku masih menyimpannya di rumah Mama."Aliiiinnne ...." Terdengar teriakan dari mulut Nenek Lampir. Tuh, kan, jadi aja aku manggilnya begitu. Abis dia jahat terus sih. Kesel, kan aku jadinya.Ada apalagi ya? Gak pagi, siang, malem ... nyuruuhh aja kerjaanya. Gak boleh sedikit pun aku santai. Kalau bukan ibunya Mas Rangga, udah kupites tuh, leher angsanya.Mami itu memang cantik. Aku akui itu. Lah, anak-anaknya juga ganteng-ganteng gitu.Wait! Apa? Anak-anaknya? Ganteng-ganteng? Berarti aku mengakui kalau berandalan itu juga ganteng. "Aliine ... apaan, sih, kamu?!" Aku bergumam sendiri sambil m
Read more

Bab 26

Tak lama, wanita itu kembali lagi menyusulku yang hendak ganti baju ke kamar.""Hei, Aline, jangan lupa, siapkan uang lima juta buat iuran arisan nanti," ucapnya dan kembali lagi menuju kamarnya.Shit! Nih, orang, bener-bener pemerasan. Aku harus lapor Mas Rangga. Biar dia tahu kelakuan ibunya.**Sehabis mandi dan berganti baju, aku bergegas mengambil dompet. Seperti kata Mami, aku takut jika sampai telat mengambil kue pesanan Mami.Tak kusangka, bersamaan dengan aku hendak memutar knopnya, pintu itu terbuka. Raut wajah cemas tergambar dari wajah Mas Rangga."Mas, kenapa kamu pulang jam segini?" tanyaku heran."Eh, itu ... mmhh." Dia tampak kebingungan."Kok kamu kaya yang resah gitu,Mas? Ada apa?" tanyaku lagi."Lin, aku pinjem uangmu dulu ya. Pak Bahrun nagih-nagih terus. Mana bunganya terus membengkak lagi," ucapnya resah.Alisku bertautan."Kamu pinjem uang sama lintah darat, Mas?" tanyaku. Dia diam sesaat, lalu mendekat ke arahku."Saat itu aku gak punya pilihan lain, Lin. Aku b
Read more

Bab 27

"Pa, Aline butuh bantuan," ucapku di telepon. Sedangkan lelaki yang berstatus suamiku itu masih berdiri menatapku dari belakang sambi berkacak pinggang. Berulang kali aku menoleh padanya, tatapannya tetap tak berubah. Marah.Kenapa aku takut padanya? Ke mana Aline yang pemberani? Hatiku mencelos."Bantuan apa, Sayang?" Terdengar suara Papa di ujung telepon."Bisa pinjami aku uang?" ucapku ragu."Uang? Untuk apa? Bukannya kamu sudah pegang kartu kredit? Kamu bisa pake itu dulu 'kan, Lin.""Eemmh, Mas Rangga butuh tambahan modal,Pa. Tolong, ya, Pa." Aku merengek."Tambahan modal?""Iya, Pa. Bisa 'kan, Pa? Tolong sekali ini, Pa." Aku kembali merengek. Terdenger dengkusan dari mulut Papa."Ya, sudah. Berapa?" tanyanya. Aku melirik lelaki di belakangku yang mendengarkan percakapan kami yang ku-loudspeaker."Emmh ... 5 milyar, Pa.""Apa?! 5 milyar?" Terdengar teriakan kaget dari mulut Papa."Uang sebesar itu, Papa gak bisa ngasih seenaknya. Perusahaan Papa juga sedang tidak sehat."Aku mel
Read more

Bab 28

Tiba-tiba saja dia menyeretku ke kamar mandi dan melempar tubuh ini ke dalam bathtub. Tubuh dan kepalaku terasa sakit, terlebih lagi hati ini.Dia menyalakan shower dan menuangi tubuhku dengan sabun. Dia robek semua kaian yang melekat di tubuhku. Matanya beringas seperti singa yang mendapat mangsa."Wah ... wah ... kamu begitu menggairahkan kalau seperti ini," ucapnya dengan seringaian menjijikan. Aku beringsut mundur dan mendekap bagian atas tubuh.Tidak sampai di situ, Mas Rangga mengambil sabuk yang dipakainya lalu mencambuki tubuh ini bagaikan pada seekor kuda. Sekujur tubuhku terasa perih. Pandanganku memudar. Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.***Lelaki durjana itu menyeret tubuh kurus sang istri ke tempat tidur. Dia sama sekali tidak menyentuhnya. Namun tak berapa lama dia memakaikan baju pada wanitanya.Setelah wanita itu memakai baju, Rangga meraih tubuh itu dan menyampirkannya ke pundak bagai seonggok mayat.Melangkah pasti menuruni tangga dan berlalu melewati sang ibu
Read more

Bab 29

Aku mencoba berontak untuk melepaskan diri, kutendang kakinya yang gempal. Aku menggigit tangannya yang kekar dan berkulit gelap itu, namun tenaganya yang jauh lebih besar sepertinya tidak terpengaruh dengan aksiku.Dia terus menyeretku ke ruangan dengan pencahayaan yang minim. Dari siluetnya aku bisa melihat jika di sana ada sebuah ranjang berukuran besar, nakas di sisi kiri dan kanannya, juga sebuah lemari di sudut ruangan.Setelah tiba di ruangan itu, Bahrun mendorong tubuhku ke atas kasur. Dalam keremangan aku melihat, Bahrun melepas bajunya satu per satu. Seringaian menjijikan samar kulihat dari mulutnya yang tebal dan berwarna gelap. Rasanya aku ingin muntah.Aku masih memikirkan bagaimana caranya bisa lepas dari makhluk gempal ini. Apakah aku harus menendang alat vitalnya, ataukah berpura-pura aku melayani dia dan menggigitnya hingga putus? Sunat dua kali pasti rasanya ajib, apalagi pakai gigi. Aku tertawa memikirkan itu.Ya, mungkin aku bisa mencobanya. Daripada aku harus mela
Read more

Bab 30

Selang beberapa saat pintu kembali terbuka. Muncul Rangga dan Bahrun dari sana. Suamiku itu menyeringai."Rupanya berandalan ini kembali mengacaukan rencanaku," ucapnya sambil memutar-mutarkan sebuah sabuk kulit. Aku menatapnya tak berkedip. Rasanya aku sama sekali tidak mengenal siapa lelaki biadab di depanku itu. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang manis selama ini, ternyata hanya sebuah kedok untuk menutupi kebusukannya."Dulu, saat pernikahanku yang pertama, kamu juga sengaja meperkosanya agar aku mau melepaskannya, bukan?" tanyanya sambil mendekat pada adiknya itu. Dia mencengkeram rahang Rimba dengan sangat kuat. Rimba hanya diam. Entah kenapa hatiku mendadak sakit melihatnya."Dan kau, perempuan sial! Kenapa kau tidak menurut saja agar aku tidak perlu melakukan semua ini," ucapnya padaku sambil melayangkan sabuknya sebagai cambuk. Aku menjerit kesakitan."Sakit, hah? Apalagi jika cambukan itu diguyur air," kata Bahrun sambil menyiramkan segayung air ke tubuhku. Benar saja, r
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status