Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 111 - Chapter 120

197 Chapters

Bab 111

Keesokan harinya Darwis, Retno dan Naimah datang ke Bandung. Rimba sengaja memberitahu mereka setelah kondisi Aline mulai stabil walaupun masih lemah. Beruntung sekali, peluru itu tidak mengenai bagian yang vital, sehingga Aline tidak mengalami kondisi yang kritis. Retno menangis tersedu saat melihat putrinya terbaring lemah. Begitu juga dengan Naimah. Hanya Darwis yang terlihat tetap tegar. “Maaf, Pa. Aku telah lalai sama Aline,” ucap Rimba. Darwis menepuk pelan bahu menantunya itu. “Kamu selalu melakukan yang terbaik buat Aline. Terima kasih, sudah menjaganya,” ujar Darwis. Di hari keempat, Aline sudah mulai bisa diajak bicara. Ada beberapa polisi yang datang ke rumah sakit untuk meminta keterangan dari Rimba juga Aline perihal penangkapan Rangga dan teman-temannya. Rimba memberikan keterangan sejelas-jelasnya, juga memberikan rekaman suara saat dia dan
Read more

Bab 112

Rimba dan Aline menatap layar hitam putih yang ada di sebelahnya. Gambarnya bergerak sesuai pergerakan stik di perut Aline.“Kedua bayinya sehat. Lingkar kepala, berat badannya, semua normal untuk ukuran anak kembar.”“Apa, kembar?”“Apa, kembar?”Aline dan Rimba berucap bersamaan. Wajahnya tampak kaget, namun penuh rasa haru dan bahagia. Mereka saling bertukar pandang dan meremas jemari satu sama lain.“Lho, memangnya kalian belum tau, ya?” Dokter itu terlihat heran.“Be-belum, Dok. Karena ini adalah pertama kali kami melakukan USG,” jawab Aline. Rimba mengulum senyum dengan wajah yang berbinar bahagia. Tangannya tak sekejap pun dia lepaskan dari tangan sang istri.“Ibu tidak curiga juga dengan kehamilan yang lebih besar dari biasanya ini?” tanya dokter itu lagi.“Sama sekali tidak, Dok,” jawabnya penuh haru. Dia memang tidak mencurigai apapun, mungkin karena pikirannya terkuras dengan kecelakaan pesawat yang menimpa suaminya, lalu kejadian penculikan yang menimpanya hingga harus dir
Read more

Bab 113

Aline duduk dalam diam, dia tidak tahu harus bagaimana. Segala yang dilakukannya selama ini selalu saja salah. Jujur, dia merasa kaget dengan kabar, jika Rangga mengidap HIV. Mungkin saja penyakit itu sudah lama bersarang di tubuhnya, namun baru ketahuan sekarang. Aline bersyukur dalam hati, karena belum sempat berhubungan saat menjadi istrinya dulu. Ah, betapa dia berterima kasih pada lelaki yang kini menjadi suaminya. Ternyata semua yang terjadi adalah pertolongan Tuhan yang datang dari orang yang tidak terduga. Orang yang teramat dibencinya. Sebuah pelajaran yang didapat Aline, jangan pernah membenci secara berlebihan. Belum tentu, sesuatu yang dianggap sebagai sebuah musibah, lalu membencinya, padahal itu merupakan sebuah pertolongan Tuhan.  Mirda melangkah tanpa kata meninggalkan rumah anaknya. Hatinya yang keras, bagai tertampar saat berbicara dengan ibu mertuanya itu. **&n
Read more

Bab 114

Tiga hari dirawat, akhirnya Aline dan kedua anaknya bisa pulang. Ternyata, Retno dan Darwis telah menyiapkan kamar untuk cucu mereka. Saat tahu dari Rimba, jika Aline akan menjalani operasi cesar, mereka langsung membeli peralatan untuk menata kamar bayi dengan aneka pernak-pernik. Terlebih saat mengetahui bahwa cucu mereka itu kembar, Darwis dan Retno semakin antusias menata kamar itu.Sepasang suami istri yang sudah lama sekali merindukan kehadiran anak kecil setelah anak semata wayang mereka tumbuh dewasa, juga setelah kematian cucu pertama mereka, Rasya.“Welcome home, Sayang. Selamat untuk kalian. Maaf, ya. Mama sama Papa sengaja gak jemput kamu ke rumah sakit, karena mau bikin kejutan. Ayo, sini duduk. Mama udah siapin aneka makanan kesukaan kamu, biar ASI kamu banyak,” ujar Retno sambil menuntun pelan-pelan sang putri ke sofa lalu mendudukannya.Retno mengambilkan makanan dan menyuruh Aline memakannya.“Kamu juga makan yang banyak, Rimba. Kalian pasti lelah. Malam ini kalian is
Read more

Bab 115

“Sabar, ya, Mas. Puasa dulu 40 hari,” ujar Aline sembari mengulum senyum. Rimba mengembus napas kasar, menatap keluar jendela, berusaha menahan hasrat yang menggelora. “Berapa hari lagi, ya?” gumamnya. Aline tertawa mendengarnya. “Ya, baru juga dua minggu. Minggu lalu kan, kita baru akikahan. Berarti … ya … sekitaran lah.” Aline kembali tertawa. “Ish, kamu malah ngetawain, ya. Kepalaku makin cenat-cenut, nih.” Rimba berbalik dan menatap istrinya dengan tatapan memelas. “Awas, lho kalau kamu sampe kepikiran buat poligami! Apalagi sampe jajan di luar!” ancam Aline. “Hush, kamu ngomong apa, sih. Jauh amat pikiranmu.” Rimba kembali menghadap ke luar jendela. “Mas, ngomong-ngomong, aku kasian sama Mami. Dia pasti kesepian di rumah kontrakan. Mau ke sini malu karena suka bet
Read more

Bab 116

Malam sebelumnya. “Mirda … tolooong. Panaass. Gelaaap ….” Terdengar suara yang begitu dikenalnya. Mirda menatap sekeliling. Dia pun melihat hal yang sama. Gelap. Tak ada sedikit pun cahaya. “Kamu di mana, Pi? Aku takut,” ucap Mirda dengan bibir bergetar. “Aku di sini, Mirda. Aku haauuuss … lapaarr. Panaaasss ….” Lagi-lagi suara Rusdy terdengar begitu menyayat hati. “Aku juga, gelap, Pi. Aku gak bisa lihat jalan,” jawab Mirda ketakutan. “Mirdaa … toloongg …! Jangan sampai sepertiku. Panaass … tolooong!!” Tiba-tiba wajah hancur dari sesosok yang mirip Rusdy muncul di depan Mirda. Wajahnya hancur penuh nanah juga menghitam dan berbau gosong. Mirda bisa melihatnya walau dalam keremangan. Mirda menjerit, hingga terbangun dari mimpi yang
Read more

Bab 117

Aline berlari menghambur ke arah suaminya. Tanpa ragu, dia menarik tengkuk sang suami hingga bibir mereka saling memagut. Rasa rindu yang sekian lama terhalang jarak dan waktu kini sirna sudah.Sesaat Aline menghentikan pagutannya. Dia menatap takjub ke setiap inci wajah suaminya. Rimba mematung. Dia hanya bisa membalas tatapan sang istri tanpa bersuara.“Wajahmu ….” Aline menyentuh perlahan wajah sang suami. “Kamu membohongiku, hmm?” ucap Aline lirih. Rimba tidak menjawab, dia menarik tubuh Aline hingga tak ada jarak diantara mereka. Ciuman panas kembali memabukan mereka dalam nada rindu yang membara.“Kamu belum menjawabku,” tuntut Aline menghentikan aksi panas mereka sesaat.“Aku jelaskan nanti saja. Rasa rinduku sudah di ubun-ubun,” pungkasnya dan menarik sang istri ke atas ranjang. Tubuh mereka terhempas. Rimba mengungkung Aline dalam dekapannya. Gelora asmara kembali membara. Aline hanya bisa pasrah menikmati setiap sentuhan yang sudah sekian lama dia rindukan.“Kenapa kamu berb
Read more

Bab 118

“Assalamualaikum.” Terdengar suara dari ambang pintu depan yang tidak ditutup. Semua mata kini menatap ke arah pintu. “Maaf, mengganggu waktu kalian, tapi … tadi aku dapat telpon dari Ibu, jika Rimba sudah kembali. Aku hanya ingin ketemu anakku,” ucap Mirda ragu. “Mami … kenapa mamih bilang begitu segala. Dari tadi aku malah nunggu kedatangan Mami. Aku mau minta Mas Rimba jemput Mami, tapi kasian takutnya cape. Maaf ya, Mi,” ucap Aline menyambut kedatangan ibu mertuanya. Mirda tampak malu-malu untuk masuk. “Ayo, Mi, jangan malu-malu. Malam ini kita makan bersama.” Aline menarik lengan ibu mertuanya menuju ke ruang makan. “Iya, ayo Bu Mirda, kita kan keluarga, gak usah ada rasa malu segala,” ucap Retno ditanggapi anggukan oleh Darwis juga Naimah. Mirda pun mengucapkan terima kasih. Lalu, dia mendekat pada putranya. 
Read more

Bab 119

Rimba dan Aline baru saja keluar dari gedung dan langsung menuju parkiran. Sesaat mata Rimba menangkap sesuatu yang membuatnya penasaran.“Kamu kenapa?” tanya Aline yang heran melihat sang suami seperti baru melihat hantu.Rimba menolehkan muka, tapi pandangan mata masih saja seperti mencari sesuatu.“Aku seperti melihat seseorang yang tak asing,” jawab Rimba lirih.“Seseorang?” Aline kembali bertanya dengan Alis bertaut. Rimba hanya mengangguk pelan, dengan kepala masih celingak-celinguk.“Siapa sih?” Aline kini ikutan mencari seseorang itu.“Itu. Wanita itu. Kamu lihat?” tanya Rimba menunjuk wanita cantik dengan pakaian yang seksi yang berjalan di antara riuhnya para tamu. Mata Aline ikut terbelalak.“Wanita yang malam itu mengantarku ke kamar.”“Wanita yang ada di foto, sesaat sebelum kamu kecelakaan pesawat,” ucap Aline hampir bersamaan dengan Rimba.“Aneh sekali dia ada di sini.” Rimba terlihat bingung.“Dia ada di acara nikahan Emely dan Ravi, berarti dia kenal dengan pengantin,
Read more

Bab 120

“Akhir-akhir ini kamu gampang tersulut emoai. Marah-maraaah ... aja. Makanya, jangan marah-marah terus. Jadinya mereka takut sama kamu, Sayang. Mereka juga pasti sama sayang sama kamu, seperti sayang sama aku. Persis seperti kita menyayangi mereka, mana bisa kita membedakan.” Rimba mengelus lengan sang istri yang tampak cemberut. “Ayo,” ajak Rimba lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk sang istri. Lelaki itu memapah istrinya perlahan, mengingat kehamilannya yang sudah memasuki trimester ketiga. Raline dan Raihan menyambut kedua orang tuanya dengan riang. Namun, keduanya tampak bergelayut pada paha sang ayah. “Papa, gendong,” pinta Raline. Rimba langsung mengangkat tubuh mungil itu. “Cantik Papa. Udah makan belum?” “Udah, sama Uti,” jawabnya dengan suara yang masih cadel. Rimba menyampirkan tukse
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status