Home / Romansa / TERNODA DI MALAM PERTAMA / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of TERNODA DI MALAM PERTAMA: Chapter 91 - Chapter 100

197 Chapters

Bab 91

Aline melangkah meninggalkan rumah itu menuju mobil yang terparkir tak jauh di sana. Riny mengikutinya dari belakang.“Maaf, Bu sudah mengganggu. Permisi,” pamit Roby, disambut anggukan oleh Bu Dulah.Aline tak kuasa menahan tangisnya. Hancur sudah harapan yang sudah dia gantungkan setinggi langit, bahwa sang suami masih hidup.“Mungkin harapanku terlalu besar,” ucap Aline dalam isaknya. Riny menatapnya dalam diam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa pada wanita yang tengah bersedih. Sifatnya yang tomboy, kadang tidak peka dengan kesedihan seseorang.“Gue pikir sih, wajar aja lu berharap. Namanya usaha. Gimana kita mau tau dia bener Rimba atau bukan kalau kita gak buktiin sendiri. Kalau sudah tau kenyataannya seperti ini, paling tidak … lu gak hanya berharap dalam kehampaan,” ujar Riny.“Apa kamu yakin kalau Rimba udah meninggal?” tanya Aline pada perempuan berambut cepak itu. Riny mengedikan bahu.“Gue gak tau. Cuman entah kenapa gue merasa kalau dia masih hidup. Entahlah, apa itu
Read more

Bab 92

Riny menarik tangan Hani agar mundur dan membiarkan Aline menemui suaminya seorang diri. Riny tahu jika pasangan yang telah lama tak bertemu itu membutuhkan waktu berdua.Walaupun Hani belum mengerti dengan apa yang sedang terjadi, tetapi dia menurut saja saat Riny memberikan kode agar Hani jangan ikut melangkah.Alline berjalan semakin mendekat pada laki-laki yang tengah asik mengayunkan cangkul. Semakin dekat dan dekat. Dari jarak 10 meter, Aline bisa mencium bau tubuh itu. Sama persis saat dirinya hamil Rasya dulu. Air matanya sudah tak bisa dibendung lagi.“Mas …,” panggil Aline. Kedua orang itu refleks menghentikan kegiatannya. Pak Dulah menoleh pada Aline dan Rimba bergantian. Dia mulai memahami situasi, lalu beranjak meninggalkan dua orang yang masih diam mematung.“Mas ….” Kembali Aline memanggil suaminya. Rimba mencengkeram gagang cangkul dengan erat. Matanya terpejam sempurna. Dia tidak menyangka jika bisa kembali mendengar suara merdu itu. Rasa rindu sungguh sudah diujung.
Read more

Bab 93

“Terima kasih, Pak, Bu. Atas kebaikan Bapak dan Ibu pada saya selama ini. Ini istri saya, Aline,” ucap Rimba sambil menepuk paha wanita di sebelahnya. Mereka berkumpul setelah pulang dari kebun.“Nama saya sebenarnya adalah Rimba. Seperti dugaan Bapak, kalau saya ini adalah korban kecelakaan pesawat beberapa waktu lalu. Saya sengaja bersembunyi dari para Tim SAR karena saya memang takut untuk kembali. Saya pikir istri saya pasti akan malu, saat melihat kondisi saya yang menjadi menakutkan seperti ini. Tapi … ternyata, istri saya menerimanya dengan lapang dada.” Rimba meremas tangan sang istri. Mereka saling tatap sesaat. Aline tersenyum.“Hari ini, saya pamit. Saya tidak akan melupakan semua kebaikan kalian,”pungkas Rimba. Pak Dulah yang duduk berseberangan dengan Rimba, tampak manggut-manggut.“Bapak saranin, biar kalian besok saja pulangnya. Ini sudah menjelang Magrib. Kasian kalau kalian kemalaman di jalan,” ucap Pak Dulah.Hani kemudian datang membawa beberapa gelas teh panas. Ua
Read more

Bab 94

“Emang kamu tega bikin aku nahan lebih lama?” Rimba menaikan sebelah alisnya. “Lagian, mereka pasti ngerti kalau kita udah terpisah lama. Wajar kalau kita menunaikan hasrat yang sudah lama tertunda,” lanjut Rimba dan mulai melanjutkan aksinya. Aline hanya mengangguk pasrah dan kembali melayang ke awang-awang. Setiap desahan terdengar begitu indah di teling masing-masing. Mereka saling menikmati setiap hentakan dan gigitan. Rimba mencium kening Aline begitu lama di akhir sesi bercinta. “Terima kasih, Sayang. Aku semakin mencintaimu,” bisik Rimba. Aline memejamkan mata dalam pelukan hangat lelakinya. Kini dia tertidur dengan nyenyak tanpa harus gelisah memikirkan nasib sang suami.*** Sebelum Subuh, Rimba dan Aline sudah bangun dan mandi. Niat sembunyi-sembunyi karena malu, tetapi ternyata saat keluar dari kamar mandi, Roby dan Riny pun sudah bangun. Mereka se
Read more

Bab 95

“Wuiih, keren banget pemandangannya!” seru Riny. “Gimana kalau kita istirahat dulu di sini?”Rimba dan Roby saling bertukar pandangan.“Setuju!”“Setuju!” jawab keduanya bersamaan.“Kayaknya bakalan seru juga kalau kita camping di sini. Kita bawa tenda ‘kan, Pak?” tanya Roby pada Ardy—sopir.“Duh, gak enak banget dari kemaren dipanggil bapak. Emang wajahku setua itu ya?” Ardy balik bertanya.“Hehehe, sorry. Habisnya kita kan baru ketemu, takutnya gak sopan,” jawab Roby.“Ada tiga, sih. Cuman tenda yang hanya untuk tiga orang,” ujar Ardy kemudian.“Jadi, lah. Bakalan seru ini. Kita cari lahan yang datar!”ujar Roby lagi.Ardy membelokan mobilnya ke sebelah kiri. Kebetulan di sana memang lahannya datar dan tak jauh ada sungai yang mengalir dari air terjun yang masih bisa dilihat dari pinggir jalan.“Keren banget ini!” pekik Riny sambil merentangkan kedua tangannya.Sementara itu, Aline turun dari mobil dan dituntun oleh Rimba.“Hati-hati, Sayang. Licin. Aku takut kamu kepeleset,” ujar Ri
Read more

Bab 96

Mendengar itu, Aline langsung menunduk. Ya, dia menyadari, jika ternyata dia masih belum mengenal banyak lelaki yang dia bilang sangat dicintainya itu. “Iya, kamu bener. Aku masih belum banyak tau soal Rimba. Soal yang kemarin itu, mungkin aku terlalu pengecut. Takut jika ternyata orang itu bener-bener bukan Rimba. Aku lebih baik hidup dalam harapan kosong, daripada harus tau kalau Rimba udah gak ada,” ucap Aline parau. Mendengar itu  Rimba kembali memeluk sang istri dengan erat. “Dingin, nih. Gue duluan ya, mau bongkar gudang dulu,” ujar Roby, lalu bangkit. Mengulurkan tangan pada Hani agar wanita itu ikut pergi dengannya. ”Roby sama si Hani, elu sama si Aline. Terus masa gue harus setenda sama dia.” Riny menunjuk Ardy dengan dagunya setelah kepergian Roby. “Tenang aja, aku biar tidur di mobil aja,” ucap Ardy. “Gak dingi
Read more

Bab 97

"Jam berapa ini ya?” Aline menggeliat dalam tenda. Tangan Rimba melingkari perutnya. Udara yang dingin, jadi tek begitu terasa.“Entahlah,” jawab Rimba malas. Dia malah semakin mengeratkan pelukannya.“Lihat dulu di hape, Mas. Biar gak kesiangan sholat Subuh. Mau mandi di mana coba? Di Sungai?” tanya Aline.“Oh, iya, ya. Sampe lupa.” Rimba terkekeh. Dia memballikan badan dan merogoh tasnya, mengambil ponsel dari sana. Lalu, menyalakannya sebentar. Terlihat pukul 03.56, sedangkan azan Subuh pukul 04.35, masih ada waktu sekitar setengah jam untuk mencari mesjid terdekat.“Jam empat,” ujar Rimba. “Ya udah yuk kita nyari masjid, kalau gak ada, mudah-mudahan ada pemandian umum,” lanjutnya.Mereka menyiapkan baju ganti dan juga peralatan mandi. Saat keluar dari tenda, ternyata Roby dan Hani juga baru keluar. Sepertinya mereka pun sama, meu mencari pemandian umum.“Ikutan keramas pagi?” tanya Roby dengan wajah jahil dan diselingi tawa. Rimba hanya menjawab dengan menaikan alisnya.“Huuh, kag
Read more

Bab 98

“Maaf, Mas. Tapi, memang, saya masih belum bisa melupakan Mas Rimba. Semoga saja dengan pernikahan ini, saya bisa membunuh perasaan ini, karena saya tau, kalau ini adalah dosa. Mencintai suami orang, dan mengabaikan suami sendiri.” Hani mengakhiri kalimatnya tepat saat Aline keluar dari bilik pemandian. Matanya terlihat heran melihat dua orang yang berdiri kikuk.“Roby ke mana, Mas?” tanya Aline. Rimba mengedikan bahu. “Entahlah, tadi sih jalan ke sana,” jawab Rimba lalu masuk ke dalam bilik.Tak lama kemudian, Roby muncul dengan beberapa tangkai bunga liar yang cantik. Lalu, dia memberikan bunga itu pada istrinya.“Untuk istriku tercinta,” ucap Roby sambil mengedipkan sebelah matanya. Hani tersipu malu.*** Saat kembali ke tempat perkemahan mereka, ternyata Riny dan Ardy sudah duduk menghadap api ungun, dengan secangkir minuman hangat di tangan masing-masing.“Ciiee … ciiee … ada yang lagi pedekate, nih,” goda Roby. Mata Riny langsung melotot.“Apaan, lu?! Gue gampar, tau rasa, lu!”
Read more

Bab 99

“Eh, Dy. Gue minta nomor hape lu. Takutnya ntar temen gue nangis-nangis pengen ketemu sama, lu,” ujar Roby saat mereka tiba di bandara. Ardy mengulum senyum, sementara Riny mencebik dan memutar bola matanya.“Aku aja deh, yang minta nomor kalian.” Ardy memberi usul. “Ya, udah, deh. Kita tukeran nomor aja,” balas Roby. Dan akhirnya kedua orang itu saling mencatat nomor ponsel. Roby memberikan nomor Rimba juga Riny pada Ardy.Lambaian tangan mereka sungguh mengharukan. Orang yang awalnya tidak kenal, namun kini akan saling merindukan.***Kepulangan Aline dan Rimba, membawa suasana haru di kediamannya. Retno, Darwis dan Naimah sudah menunggu dan menyiapkan aneka hidangan spesial.Semua mata memandang haru pada kondisi Rimba saat ini, tapi mereka berusaha menyembunyikan itu serapi mungkin. Karena sebetulnya, Aline sudah memberitahu papanya tentang kondisi Rimba, dan dia meminta agar mereka jangan menunjukan rasa kasihan pada suaminya itu.“Selamat datang kembali menantu kesayangan Pap
Read more

Bab 100

Aline sedang menyiapkan sarapan, saat suara bel terdengar dari depan. Dia bergegas membuka pintu, setelah mematikan kompor. Beruntung nasi goreng buatannya sudah selesai dibumbui.Saat pintu terbuka, tampak seorang lelaki dengan ransel di punggungnya. Sementara di tangannya memegang sebuah kartu undangan.“Assalamualaikum, maaf, benar dengan rumahnya Pak Rimba?” tanyanya sopan. Aline membenarkan. Lalu lelaki itu memberikan sebuah kartu undangan dan pamit.Aline masuk kembali ke dalam sambil membolak-balik kartu itu.“Siapa, Sayang?” tanya Rimba yang baru keluar dari kamar.“Nggak tau, sebentar. Oh, dari Roby. Dia mau mengadakan resepsi pernikahannya hari Minggu,” ujar Aline.“Oh, iya. Kemarin dia memang sempet bilang, kalau mau ngadain resepsi.” Rimba mendekat pada sang istri dan memeluknya dari belakang.“Kita belum sempat mengadakan resepsi, ya. Kamu mau?” tanya Rimba yang menaruh dagunya di ceruk bahu Aline. Wanita cantik itu menoleh pada suaminya sekilas.“Udah hamil begini, malu
Read more
PREV
1
...
89101112
...
20
DMCA.com Protection Status