Home / Rumah Tangga / ALASAN SUAMIKU MENDUA / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of ALASAN SUAMIKU MENDUA: Chapter 21 - Chapter 30

179 Chapters

Part 21. Sintia Sebenarnya

Sepanjang perjalanan air mata Zia terus berurai. Memikirkan kembali hidup sebatang kara membuatnya lagi-lagi merindukan sosok dua orang yang telah menghadirkannya kedunia ini. Merindukan pelukan keduanya saat tengan rapuh seperti saat ini. Rindu, ia sangat rindu. Zia ingin ke pesantren. Namun, ia pun tak ingin membuat dua orang yang ia anggap orang tua sendiri di sana ikut terluka. Empat puluh menit perjalanan, Zia sampai pada alamat yang dituju—kost khusus perempuan yang ia minta Fira untuk mencarikan untuknya semalam. Ya, Fira yang melakukannya. Perempuan itu sudah menebak kemungkinan terburuk tentang rumah tangga sahabatnya itu. Zia melangkah menuju kamar nomor 20. Membuka pintu kamar yang memang tak terkuci karena Fira sejak tadi tengah menunggunya di sana. "Assalamu'alaikum."Melihat Zia datang, Fira segera menyudahi bacaan qur'annya. Matanya menelisik wajah Zia yang sembap dengan bibir tersenyum lembut. "Wa'alaikum salaam. Istirahat dulu, Zi," jawab Fira seraya melipat muk
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 22. Terusir

"Jangan berpikiran buruk pada Sintia, Bu! Bagaimana pun, Sintia adalah menantu Ibu sekarang. Dia hadir di hati Aiman bahkan sebelum Zia datang." Aiman seakan lupa diri, rasa hormatnya sirna setelah kedua orang tuanya terang-terangan membenci Sintia. "Pikiran buruk yang mana, Aiman? Ini sama sekali bukan pikiran buruk, ini nyata! Jika kau menganggap ini hanyalah tuduhan Ibu, maka kau salah! Ini nyata." Pak Ramli menyela, lelaki itu semakin kesal dengan sikap putranya. Sintia terisak, entah ia benar-benar menangis, atau, ah entahlah. Perempuan itu terlalu pintar bersandiwara. Aiman tak peduli, ia terlalu fokus untuk meyakinkan Ayah dan ibunya. "Sudahlah, Bu, Yah, apapun hal buruk yang kalian katakan tentang Sintia, aku akan tetap memperjuangkannya. Anggap saja itu masa lalu yang tak harus dikenang jika menyakitkan." Aiman kukuh pada pendiriannya. Tepatnya berusaha kukuh. Ia tak ingin gagal merengkuh keduanya, cukuplah kini Zia yang pergi, ia tak ingin Sintia ikut pergi meninggalkanny
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 23. Ketika Sesal itu Datang

Farid melirik sekilas adiknya itu dengan dahi berkerut. Tepatnya, ia tengah berpura-pura terkejut."Siapa bilang?! Abang tadi cuma ngeliatin kamu pas pamitan sama dia, kok." Farid berkilah. Bukan munafik, ia hanya ingin melihat reaksi sang adik. Fira menatap lekat wajah Farid, membuat pria tampan itu salah tingkah. "Sudahlah, jujur aja, Bang. Fira lihat Abang sering memperhatikan Zia akhir-akhir ini, bahkan tadi aku masuk saja Abang sampai kaget. Inget, Bang, Zia bukan mahram. Inget batasan, jika memang memiliki rasa, mending lamar langsung setelah masa iddah-nya selesai." Fira tersenyum, menggoda sang Kakak. Ia sangat mendukung jika abangnya itu memang memiliki rasa pada Zia. Menurut Fira, Zia bahkan sangat pantas untuk abangnya yang seorang dosen tampan merangkap pengusaha itu. Farid bergeming. Ada perasaan berbunga menelusup setelah mendengar kalimat dukungan dari sang adik. Perlahan mobil Farid berhenti di sisi kiri jalan, ia tak ingin pembicaraan yang kali ini ia anggap serius,
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 24. Mancari Alamat Zia

Jika dulu Aiman selalu diperlakukan bak raja, apa saja keperluannya selalu dilayani dengan sepenuh hati oleh istrinya, sekarang berbanding terbalik, Aiman harus melakukannya sendiri, bahkan saat pembantu mereka sakit, Aiman lah yang mengambil alih pekerjaan rumah. Aiman meremas dadanya yang terasa sesak, menyesali kebodohan terbesar yang telah ia lakukan. Kebodohan yang kini membawanya pada luka—luka hati sebagai suami yang tak dihargai. "Maafkan aku, Zi. Maukah kau kembali menerimaku lagi," gumam Aiman dalam hati. Cintanya pada mantan istrinya itu tidak benar-benar sirna, masih tersisa dan bahkan detik ini semakin menggebu. "Aku rindu kamu, Zi. Apakah kau memiliki rasa yang sama untukku?" Lagi-lagi Aiman hanya mampu berkata dalam hati. Cinta dan rindu pada seseorang di masa lalunya membuat Aiman seolah tanpa rasa malu. Ia masih berharap besar jika Zia akan kembali menerimanya kembali. "Aku tahu, Zi, kau sangat mencintaiku dulu. Hingga kini, aku masih berharap hal yang sama, berh
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 25. Wajah Asli Sintia

Zia akhirnya menceritakan apa penyebab dirinya bisa sampai di sini sendiri. "Jadi sebenernya rumahku cuma buat pelarian, gitu," sindir Fira, membuat keduanya tertawa kecil. "Aku nggak mau sampai Bang Aiman tau aku tinggal di mana, Ra. Aku bener-bener nggak ingin lagi berurusan dengan dia," lirih Zia. Luka itu kembali terasa hanya dengan mengingat namanya saja. "Sabar, Zi. Yakinlah, perempuan baik maka jodohnya pun laki-laki baik, insya Allah." Fira tersenyum lembut, tangannya mengusap bahu Zia pelan. "Nggak seru, ah cerita di sini, yuk, mending ke kamar!" Tanpa menunggu persetujuan, Fira berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Zia mengekor di belakang. Rumah besar itu terlihat begitu berkelas. Farid mematung, ketika perempuan yang baru saja memenuhi kepalanya berlalu di hadapannya tanpa menoleh. Bibirnya kelu, membuatnya tak mampu berkata apa-apa, meski sebatas menyapa. Mata bulat kehitaman miliknya menatap Zia hingga menghilang di balik pintu kamar sang adik. Rasa tak sabar men
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 26. Sintia Selingkuh

Tangan Aiman meremas kuat setir mobil, giginya bergemelutuk kala melihat Sintia dengan santainya menggandeng tangan laki-laki dengan postur tubuh ideal itu. Dada laki-laki itu terasa terbakar oleh pemandangan di hadapannya. Ia tak ingin melabrak Sintia di tempat umum seperti ini, khawatir masalah akan semakin meruncing. Cepat tangan Aiman membidik kamera video pada ponselnya ke arah sepasang sejoli itu, berharap bisa menjadi bukti kuat untuk menumpahkan emosinya pada perempuan yang masih sah berstatus istrinya itu. Aiman membuka layar ponsel, lalu menelpon Sintia. Beberapa kali tak ada jawaban, hingga akhirnya baru lah tersambung. "Kamu di mana?" tanya Aiman tanpa basa-basi, emosinya terlalu besar untuk sekedar basa-basi pada perempuan yang berada di seberang sana. "Aku di kantor, Bang," jawab Sintia santai. Perempuan itu seperti begitu lincah dalam berbohong. Sudah jelas-jelas Aiman melihatnya tengah mengangkat telpon dan Aiman sangat yakin jika itu Sintia. "Kau yakin?" tanya Aim
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 27. Katakan Sejujurnya

Plak! Kesabaran Aiman semakin menipis. "Ternyata benar yang Ibu katakan, kau tak lebih dari perempuan murahan! Aku menyesal kembali dipertemukan denganmu! Kau bahkan tidak seujung kuku jika dibandingkan dengan Zia." Rahang Aiman mengeras. Di matanya kini, Sintia tak ubahnya wanita jalang yang datang hanya untuk menghancurkan rumah tangganya saja."Kalau memang iya, kamu mau apa?" tantang Sintia dengan setengah berteriak, tangan kirinya memegang pipi kirinya yang terasa perih karena tamparan Aiman. "Lalu apa yang membuatmu dulu sampai memohon meminta menjadi istriku padahal kau tahu jika aku sudah menikah, hah?!" Aiman terlihat semakin geram. Sintia menepis tangan Aiman yang mencengkeram pergelangan tangannya. "Dulu aku memang mencintaimu. Aku bahkan tak rela perempuan mana pun memilikimu, tapi setelah aku tau kau pergi saat aku berjuang melawan maut dan menikah dengan perempuan lain, cinta itu musnah, yang tersisa hanyalah rasa benci dan keinginan untuk balas dendam. Dan sekarang
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 28. Menunggu Idah

Zia meresapi setiap kata yang Fira ucapkan, hingga akhirnya ia menyimpulkan akan berkunjung ke pesantren hari ini juga. "Aku akan ke sana hari ini, Ra. Makasih sudah banyak membantuku." Zia tersenyum setengah terpaksa. "Kau butuh teman?" tanya Fira seolah menawarkan. "Tak usah, Ra, Oma-mu lebih penting sekarang. Lain kali kalau kau tak sedang sibuk, aku pasti akan meminta bantuanmu." Kini senyum Zia lebih lepas. "Oke, Zi, next time jangan sungkan kalau perlu apa-apa," ucap Fira seraya meraih tas jinjingnya dan memasukkan ponsel ke dalamnya. "Ya, udah, Zi, aku pamit, ya, Bang Farid sudah di depan. Mau mengantarku ke depan gerbang?" goda Fira. "Lagi males ke luar, hati-hati, ya," ucap Zia melepas kepergian Fira dengan senyum. Fira berjalan melewati lorong kamar yang berbaris rapi di kanan dan kirinya, hingga tak lama terlihat mobil Farid yang tengah terparkir tak jauh dari pos satpam. "Zia sehat?" tanya Farid pasa sang adik setelah Fira menutup pintu mobil, ia seolah tanpa lelah
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 29. Curahan Hati

Pesantren yang dulu terlihat begitu sederhana, kini telah banyak berubah. Halaman pesantren yang dulu saat Zia masih berstatus santri, masih dengan taman dengan bunga dan tanaman hias, kini terlihat lebih modern. Halaman luas pesantren kini dilengkapi dengan tempat-tempat olah raga, halaman masjid terdapat lukisan tiga dimensi—hasil kreasi santri. Ustadzah Hamidah yang tengah merawat tanaman hiasnya, melihat kedatangan Zia dengan sepeda motornya dengan perasaan berkeping. Hatinya ikut meringis, membayangkan gadis sebatang kara yang ia anggap anak kandung itu. "Kok, sendiri, Zi?" tanya Ustadzah Hamidah saat menyambut uluran tangan dari anak asuhnya itu. "Iya, Mi." Zia tersenyum lembut pada Ustadzah Hamidah. Ia berusaha menyembunyikan lukanya dari perempuan berhati tulus di hadapannya itu. "Ya udah, yuk, masuk."Zia mengikuti langkah beliau untuk masuk. Keduanya duduk berdampingan di ruang tamu rumah pimpinan pesantren itu. Jam segini, suasana pesantren lengang, sebagian besar peng
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more

Part 30. Ingin Kembali

"Saya mau mengantarkan ini untuk, Bapak." Laki-laki itu mengangsurkan sebuah amplop pada Aiman lalu segera pamit. Aiman mematung menatap surat panggilan sidang yang baru saja ia terima. Jalannya untuk kembali pada Zia ia rasa semakin sempit. Setelah sarapan ia bergegas meraih kunci mobilnya, kali ini ia akan mengesampingkan rasa malu pada kedua orang tuanya itu demi bisa meminta bantuan untuk membujuk Zia kembali. Aiman mengemudi dengan kecepatan tinggi, hingga dalam waktu satu setengah jam saja mobilnya sudah terparkir sempurna di halaman rumah orang tuanya. Adzan dzuhur berkumandang. Sesaat Aiman bertenang sambil mencari kata yang tepat untuk membuka pembicaraan dengan keduanya kelak. Setelahnya bergegas masuk. Ibu Ana membuka pintu untuk Aiman dengan wajah dingin. Tak ada kata sapaan yang keluar dari bibir yang mulai keriput itu untuk anak sulung karena luka yang masih perih di hatinya. Setelah selesai melaksanakan shalat, mereka makan siang. Kali ini pormasi lengkap. Ari dudu
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more
PREV
123456
...
18
DMCA.com Protection Status