"Ngapain, sih, malam-malam nyuruh kesini? Kurang kerjaan?"Aku mendongak, mendapati Mas Riky. Pria itu melipat kedua tangan di depan dada. Pandanganku beralih ke meja Hanin. Eh? Kemana mereka? "Malah diam. Ngapain, Ria?" tanya Mas Riky kembali.Hanin dan pria itu tidak ada lagi. Padahal, aku hanya mengalihkan pandangan beberapa menit. "Gak jadi."Ah, ini benar-benar aneh. Tiba-tiba saja mereka menghilang. Atau—Hanin sudah tahu, kalau aku datang?Setelah membayar pesanan, aku menyuruh Mas Riky membawa barang-barang. "Kok banyak banget belanjanya? Kamu pakai uang siapa?"Aku menoleh ke pria itu. "Bukan urusan kamu."Masalah tadi, membuatku kesal. Harusnya, Mas Riky bisa tahu kelakuan Hanin. "Biar aku yang nyetir. Kalau kamu, lagi kayak gini, ngeri."Mataku membulat mendengarnya. Langsung masuk ke mobil, duduk di kursi penumpang. "Nih, lihat. Kelakuan Hana."Akhirnya, aku memutuskan untuk memberitahukan Mas Riky, meskipun hanya foto. Dia memang harus tahu kelakuan si Hanin.Sebelum
Read more