All Chapters of Kubongkar Perselingkuhan Suami di Pesta Bayi: Chapter 21 - Chapter 30

42 Chapters

Kejutan di Rumah Mama

"Emang muat makanan sebanyak itu?" Saat pelayan rumah makan mengantar pesanan, Putra langsung melongo melihat pesananku. "Muat, dong." Putra menggaruk rambutnya. Dia menatapku serba salah. "Gak masalah, sih, kalau habis. Uang aku banyak, tapi kalau gak habis? Kamu mubazir."Eh? Kok jadi dia yang menasehati? Aku menatapnya galak, bilang saja dia tidak mau membayarkan makanan ini. Namun, kalimatnya barusan benar juga. Putra banyak uang, kenapa dia harus pusing memikirkan cara membayar makanan ini? Aduh, kenapa saat bersama Putra, pemikiranku kurang jalan? Aku merutuki diri sendiri dalam hati. "Kalau gak habis, tinggal dibungkus. Bawa pulang, dimakan lagi. Kalau gak kasih anak-anak lain. Gampang." Putra menatapku. Beberapa menit kemudian, dia mengangguk. "Ajaib. Si cantik ini ajaib." Wajahku memerah mendengarnya. Nada Putra seperti pujian, tapi tetap saja menyebalkan. "Serasa jadi obat nyamuk di sini." Kami berdua menoleh ke Bang Ridwan. Aku mencubit pinggangnya, menyuruh dia
Read more

Paket Misterius di Depan Rumah

Sungguh, aku tidak paham dengan pemikiran Mama. Kenapa tiba-tiba Mas Riky ada di sini? Apakah Mama sudah memaafkannya? Ah, tidak mungkin. Aku menggelengkan kepala, menatap Mama bertanya-tanya. "Ridwan mau bicara sama Bunda."Bang Ridwan lebih dulu bersuara, dia mengajak Mama ke ruangan lain. Sedangkan aku menatap Mas Riky. Mama memang dipanggil Bunda oleh Bang Ridwan. Biar ada bedanya katanya. Aku melangkah pelan, mendekati Mas Riky yang terlihat tidak berdosa sedang makan. "Ngapain kamu di sini?" tanyaku ketus. "Memangnya gak boleh kalau ke rumah mertua sendiri? Salah?" Dia bertanya santai. Aku terdiam. Beberapa menit kemudian, aku tertawa pelan. Dia memang ciri-ciri pria tidak tahu malu. "Mana istri simpanan kamu, Mas? Gak sekalian diajak kesini? Makan gratis di rumah mertua kamu." Wajah Mas Riky memerah mendengar perkataanku. Dia sepertinya tersindir sekali. "Jangan bawa-bawa Hanin dulu, Ria. Aku kesini mau bujuk kamu untuk kembali membangun pernikahan kita yang hampir han
Read more

Apakah ini Perjuangan Putra

"Udah bawa masuk aja. Aman, kok. Nanti jangan lupa tanya sama si Putra."Aku menganggukkan kepala mendengar perkataan Bang Ridwan, langsung membawa masuk bunga dan paket. "Abang pergi sebentar, mau ketemuan sama orang. Si Adel udah di kamar."Bang Ridwan mengusap rambutku, kemudian berjalan cepat ke ruang tamu. Dia memang selalu buru-buru kalau sudah terlambat. Mungkin mengurus kerjaan atau mengurus masalah cintanya. Ah, aku ingin sekali melihat Bang Ridwan menikah, belum kesampaian saja sampai sekarang. Mama juga begitu, belum merasa berhasil mendidik Bang Ridwan, kalau Abangku itu belum menikah. Apalagi orang tuanya Bang Ridwan menitipkan Abang sepupuku itu pada Mama. "Om Ridwan tadi kemana, Ma?" Lamunanku langsung terputus, ketika Adel bertanya. "Pergi sebentar katanya. Kenapa?" Adel mengacungkan cokelat. "Adel dikasih ini, padahal gak minta." Mataku melebar melihat cokelat. Pasti Bang Ridwan membeli diam-diam dan pastinya dia tidak hanya beli satu. Aku tersenyum. "Gak pap
Read more

Pertanyaan Aneh Mas Riky

"Gimana? Boleh, 'kan?" tanya Putra pelan. Dia menatapku penuh harap, ingin aku mengatakan iya. Baiklah. Aku menganggukkan kepala, membuat Adel bersorak senang. Adel langsung memelukku. Dia berterima kasih, sesekali aku menatap Putra yang tersenyum. Sungguh, aku bisa melihat ada ketulusan di sana. "Sini dulu, Adel. Om yang pakein." Aku menyuruh Adel kembali mendekati Putra. Menerima gelang yang diberikannya. "Kalau udah, Adel langsung tidur, ya. Jangan lupa baca doa." Bang Ridwan seakan menjadi satpam. Putra meringis pelan, dia sepertinya merasa tersindir dengan perkataan Bang Ridwan. Ini memang sudah cukup malam. "Om kapan main kesini lagi?" tanya Adel pelan. Sebenarnya, Adel ingin berbisik, tapi suaranya terdengar keras. Aku tersenyum, menggelengkan kepala sendiri. Dari jauh saja, Adel dan Bang Ridwan tampak sekali seperti anak dan bapak. Ah, aku jadi merindukan kebersamaan kami. "Nanti, kalau Mama kamu ngizinin. Pasti Om mau datang kesini lagi." Adel menatapku sekilas. Di
Read more

Putra Bersama Wanita Lain?

Hampir saja aku tertawa mendengar perkataan Mas Riky barusan. Percaya diri sekali dia."Ya ampun, Mas. Kamu gak ada hubungannya lagi sama aku. Mau aku ketemu sama pria lain atau siapa pun itu. Kamu gak punya hak lagi."Wajah Mas Riky memerah. Dia tampak malu mendengar perkataanku barusan."Katanya tadi mau buang sampah, malah ngobrol sama wanita murahan. Mata kamu gak bisa dijaga atau gimana?!"Aku menoleh ke samping. Ada Hanin yang wajahnya terlihat di gerbang rumah. Aku tersenyum miring.Sekali gatal, pria seperti Mas Riky ini tidak bisa dihentikan. Sikapnya benar-benar labil, menggelikan."Heh, kamu juga Ria. Jadi cewek jangan kegatelan, ya. Di depan rumah, malah godain suami orang."Mendengar itu, tawaku yang sejak tadi ditahan, akhirnya keluar juga. Ah, lucu sekali."Kayaknya kamu butuh kaca. Dan pria ini duluan yang datang. Kalian berdua kayaknya sama. Sama-sama gak tahu malu."Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Muak dengan kedua orang itu. Sifatnya sama saja.Baru saja sampai d
Read more

Orang dari Masa Lalu

"Kamu ngeliatin siapa, Ri?" Karin ternyata sudah sejak tadi melepaskan pelukannya. Aku mengusap wajah, kembali melirik ke meja Putra. "Heh, dipanggil malah bengong lagi." Karin menegurku kembali. Eh? Aku menatap Karin, dia mengikuti arah pandangku tadi. Beberapa detik, sahabatku itu tersenyum miring. Dia mencolek daguku. "Cie, kamu ngeliatin cowok itu, ya? Hati-hati, udah punya pacar, tuh."Aku menghela napas, kemudian menggelengkan kepala. Tidak mengerti dengan pemikiran Karin. Namun, dia menebak dengan tepat. "Udah, ah. Oh iya, kamu kapan ke rumah? Si Adel nanyain terus." "Besok, deh. Atau kalau ada waktu. Habis ngelahirin kamu ke rumahku aja kalo gak, sama Adel."Aku menganggukkan kepala, mengobrol dengan Karin memang menyenangkan, tapi sejak tadi mataku tak lepas menatap ke meja Putra. Mereka tampak akrab sekali. Aku memalimglan wajah, malas dengan adegan di sana. Ah, aku mengingat kata-kata Putra beberapa hari yang lalu. Apa dia bilang? Dia ingin membuat komitmen denganku
Read more

Mas Riky dan Hanin Bertengkar?

"Siapa, ya? Gak kenal." Aku menatap Bang Ridwan sebentar, kemudian berjalan ke kamar. Sungguh, aku tidak peduli lagi dengan pria itu. Dia mengganggu hidupku. "Tidak mungkin kamu lupa sama aku."Langkahku terhenti. Ya, dia Anang. Aku mengenalnya, sangat dekat. Tapi ternyata dia pindah ke negara lain untuk mengejar pendidikan. Akhirnya, aku melupakan Anang. Memilih untuk hidup dengan Mas Riky. Ah, aku lupa. Pernikahan ini juga harus berhenti karena kasus Mas Riky. "Aku kembali mau menepati janjiku, Ri. Aku akan menikahimu. Kita hidup bahagia. Selamanya." Mendengar itu, aku tertawa. Sungguh, lucu sekali perkataan Anang barusan. "Gak perlu. Aku udah punya anak sekarang. Kamu gak perlu nepatin janji itu. Gak ada yang harus ditepati. Lupain semuanya." Aku kembali melanjutkan langkah, tapi terhenti ketika ada yang menarik tanganku pelan. Saat aku menoleh, ternyata Anang. "Apalagi? Gak puas?" Bang Ridwan diam saja. Dia memang membiarkan masalahku sendiri, tidak mau ikut campur. Kecua
Read more

Bang Ridwan dalam Bahaya

"Kamu habis darimana?" tanya Anang sambil menatapku. Aku mengangkat bahu. Kenapa Bang Ridwan tidak mengusir pria ini dari sini, sih? Kenapa dia masih ada di sini? "Bukan urusan kamu. Sana pulang.""Eh, Abang pergi dulu, ya. Ada urusan sama si Anang. Kamu jagaij Adel. Kalau ada apa-apa, telepon Abang aja."Keningku mengernyit melihat Bang Ridwan yang buru-buru turun dari lantai dua. Dia membawa jaketnya. "Abang mau kemana?" tanyaku sambil mengikutinya ke ruang depan. "Urusan sebentar. Jangan kemana-mana. Hati-hati di rumah. Jaga diri." Eh? Kayak mau pergi kemana aja. Aku memperhatikan Bang Ridwan. Dia masuk ke dalam mobil Anang. Entah kenapa, ada rasa cemas di hatiku. Aku menggigit bibir, berusaha mencari jalan keluar. Apa yang terjadi dengan Bang Ridwan dan Anang? Kenapa ada yang aneh? Ponselku berdering. Dari Putra. Ah, kenapa aku tidak meneleponnya dari tadi? "Halo, Putra."Tidak ada jawaban. Aku menunggu. Di seberang sana juga berisik sekali. Dia sedang ada di mana? "Halo
Read more

Mas Riky di Rumah Sakit

"Ini perempuannya?"Aku menatap mereka tajam. Dua orang pria ini terlihat tinggi dan besar, tapi hanya terlihat begitu. Ya, aku bisa menghadapinya."Bagus. Dia mangsa kita. Bawa hidup-hidup kata Bos.""Siapa Bos kalian, hah?!" teriakku.Mereka saling berpadangan, kemudian tertawa kencang. "Gak perlu tahu, Nona manis. Yang penting, kamu nurut sama kami. Lalu kami tidak akan menyakitimu."Aku balas tertawa kencang. Kedua pria ini memang tidak ada yang memiliki simpati sama sekali. Mereka tidak peduli, kalau aku wanita.Belum sempat mereka maju. Ada yang menggebuk dengan kayu. Aku menghela napas lega, ketika melihat Putra di pintu."Kamu baik-baik aja?" tanyanya sambil mendekatiku."Baik. Bang Ridwan mana?"Putra menatapku. Namun, tatapannya begitu berbeda. "Di rumah sakit, ketusuk."***Aku berlari kecil di lorong rumah sakit. Ingin segera bertemu dengan Bang Ridwan.Bagaimanapun juga, kekuatanku sebagian besar ada pada Bang Ridwan. Jadi, aku tidak akan sanggup melihatnya begitu."Pelan
Read more

Putra Cemburu?

"Ayo, Ri. Ngapain berdiri di situ. Bengong terus dari tadi." Eh? Aku menatap Putra yang sudah selesai membayar. Dia berjalan duluan, meninggalkanku sendiri. Aku menyusul Putra beberapa detik kemudian. Kami berjalan ke ruang rawat inap Bang Ridwan. Ternyata, Abangku itu sudah siuman. Dia tersenyum padaku. "Gimana? Aman, 'kan? Adel baik?" Pertanyaan Bang Ridwan tidak aku jawab. Dia menyebalkan sekali, bukannya memikirkan kodisi sendiri, malah memikirkan orang lain. "Pikirin kondisi sendiri. Jangan mikirin orang lain, kalau badan sendiri gak sehat." Aku menjawab ketus, sambil duduk di kursi. "Marah, hm? Padahal, Abang nanya baik-baik, lho. Malah dimarahin."Aku terdiam. Menatap mata Bang Ridwan yang lebih redup dari biasanya. Beberapa detik, aku menelungkupkan kepala ke lengan Bang Ridwan yang bebas. Memejamkan mata. "Jangan lagi, Bang. Cukup kali ini aja."Mataku memanas. Tidak bisa membayangkan apa yang terjadi nantinya, kalau pikiran buruk ku ini terjadi. "Nangis, hey?" Ada
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status