Semua Bab Kubongkar Perselingkuhan Suami di Pesta Bayi: Bab 11 - Bab 20

42 Bab

Hasil Tes DNA

"Hasil yang menarik." Aku menyunggingkan senyum. Menyimpan kertas hasil laboratorium itu ke dalam tas.  "Makasih, Pak. Saya permisi." Tanpa menoleh ke dokter yang menyebalkan itu, aku langsung keluar dari ruang laboratorium.  "Eh, tunggu." Baru saja satu langkah keluar dari ruangan. Aku sudah dipanggil lagi. Mau apa, sih, dokter ini? "Nama saya Putra. Semoga kita bisa bertemu kembali di masa depan." Dia mengulurkan tangan. Mengajakku untuk bersalaman. Beberapa detik aku menatap tangannya, aku langsung pergi begitu saja. Tidak peduli.  Di dalam mobil, aku kembali menatap hasil tes DNA. Hasilnya adalah negatif. Struktur DNA 98% struktur berbeda.  Benar dugaanku. Bayi itu bukan anak Mas Riky. Hanin hanya memanfaatkan Mas Riky saja.  "Kalian sama-sama kura
Baca selengkapnya

Isi Video dalam Kaset

"Apa ini, Ria?" tanya Mama Mas Riky sambil menatapku.  "Sesuatu, Ma. Bisa dilihat dulu." Meskipun sedang kesal pada anaknya, Mama Mas Riky tetap mengangguk. Dia berjalan masuk ke dalam rumah.  "Apa itu isinya?" tanya Mas Riky sambil menghadangku.  Aku mengangkat bahu. Pura-pura tidak peduli dengan pertanyaan Mas Riky barusan.  "Kamu mau lihat isinya apa, Mas? Yaudah, kita lihat di dalam nanti." "Awas aja kalo di dalamnya isinya aneh-aneh." Mas Riky langsung masuk, mengabaikanku yang masih berdiri di depan pintu.  "Betul kata Mas Riky. Kalau kamu aneh-aneh, aku gak akan pernah memaafkan kamu." Hanin berkacak pinggang di depanku. Menatap kesal.  "Lihatlah, dia yang membuat masalah duluan, dia yang mengancam." Mama tertawa pelan.
Baca selengkapnya

Pembalasan untuk Mama Mertua

"Tapi, Mas—"Mas Riky tidak peduli. Dia tetap menyeret Hanin dan bayinya keluar dari rumah. Aku dan Mama ikut ke depan. Memperhatikan Mas Riky yang memarahi Hanin. Pria itu bilang dia menyesal sekali sudah menikahi Hanin. Namun, sampai di depan rumah, terdengar suara piring dan gelas jatuh. Mas Riky meninggalkan Hanin sendirian, berlari masuk ke dalam rumah. "Semuanya gara-gara kamu, Ria! Awas aja kamu!"Hanin mengusap pipinya. Dia terlihat kacau sekali. "Salah kamu sendiri. Jangan pernah menyalahkan orang lain. Karena pada intinya, semua rahasia akan terbongkar."Ah, senang sekali melihat Hanin seperti ini. Juga Mas Riky yang terlihat kecewa sekali. "Cucu laki-lakiku. Jangan pergi."Eh? Aku mengernyit menatap Mama mertua yang berlari memeluk bayi Hanin. Apa yang terjadi? Rambut Mama Mas Riky juga terlihat kacau sekali. Dia meraung-raung. Membuat Hanin kebingungan sendiri. Hanin tidak mau menyerahkan bayinya. Dia menoleh ke Mas Riky, kebingungan. "Cucuku. Jangan pergi, Sayang
Baca selengkapnya

Diserang Ibu-Ibu Perumahan

"Kembali lagi saja dengan Riky. Aku mengalah untuk kamu."Penuh drama. Aku benar-benar muak melihatnya."Mau kalian memaksaku dengan harta, tidak akan pernah."Aku tersenyum tipis. Mengambil amplop di dalam tas. Kemudian menyodorkannya ke Mas Riky."Silakan datang ke sidang perceraian kita, Mas."Setelah mengatakan itu, aku beranjak. Tersenyum tipis ketika melihat wajah mereka yang kebingungan."Kamu serius menceraikanku, Ria?""Lalu, kamu bilang aku ini bercanda? Kamu bilang aku ini hanya menggertakmu? Kamu akan bilang aku masih berharap? Ah, tidak Mas."Aku meletakkan uang berwarna merah. "Lain kali, kamu ingat, Mas. Aku tidak pernah bermain-main dalam perkataan. Bukan kamu, labil."Setelah itu, aku berjalan pergi. Menunggu Mama di dalam mobil."Bagus, Sayang. Mama suka sama gaya kamu."Mobil mulai meninggalkan rumah makan. Aku mengembuskan napas pelan. Menyenderkan punggung ke sandaran kursi."Mamanya Mas Riky sakit jiwa, Ma.""Eh? Serius? Gara-gara cucu?"Aku mengangguk kecil."Ma
Baca selengkapnya

Kamu Tidak Akan Pernah Mendapatkan Adel!

"Gak tahu malu. Kalo saya jadi Bu Ria, udah saya tendang orang kayak gitu sampai ke luar angkasa.""Eh, Ibu-ibu jangan banyak nyinyir, ya. Berita itu semua bohong. Dia cuma nyari pembelaan aja."Aku menatap tajam Hanin. Kalau ini buka di luar, sudah aku terkam dia. "Bohong gimana ceritanya, Bu Hanin? Setiap malam, saya itu lihat istrinya Bu Ria masuk ke rumah Bu Hanin. Jadi perempuan kok gitu."Untung saja Ibu-ibu perumahan tidak percaya dengan perkataan Hanin. "Ih, bukan saya yang rebut, Pak Riky yang mau sama saya. Ibu-ibu jangan bicara kayak gitu, dong."Hanin balik kanan. Dia sepertinya sudah kesal menanggapi perkataan ibu-ibu perumahan. "Ternyata, Bu Hanin selain perebut, juga penakut."Aku menggelengkan kepala. Tersenyum tipis. Benar-benar solidaritas tanpa batas. ***Ada yang mengetuk pintu rumah. Aku berdiri. Adel sedang makan malam. Entah siapa yang bertamu jam segini. "Mana Adel, Ria?" Aku menatap Mas Riky datar. Di belakangnya ada Hanin. Mereka sudah terang-terangan r
Baca selengkapnya

Bang Ridwan Mengamuk

"Jangan teriak-teriak, Bang. Udah malam."Bang Ridwan sepertinya kalap sekali. Aku menggaruk ujung hidung. "Eh, ada Om Ridwan. Apa kabar, Om?" Kami berdua menoleh. Bang Ridwan yang awalnya ingin menonjol tembok batal. Dia menatap Adel. "Baik. Adel apa kabar?" Pasti Adel terbangun, karena berisik tadi. Aku duduk di kursi, menghela napas pelan. "Adel tidur lagi. Udah malam, Nak." Aku mengusap rambut Adel. Menyuruhnya kembali ke kamar. Adel menggelengkan kepala. Dia tidak mau. "Udah. Biarin aja."Setidaknya, Adel membuat Bang Ridwan tenang. Aku mengangkat bahu. Kembali menatap Adel. "Adel nonton televisi aja, deh, Ma. Mama pasti mau bicara sama Om Ridwan. Sekalian, Adel belum ngantuk."Aku mengangguk. "Ria."Mendengar panggilan Bang Ridwan, aku menoleh. Alisku bertaut. "Adel udah tahu?" bisik Bang Ridwan. "Udah." Aku menggumam pelan. "Serius?" "Iya, Bang. Adel udah tahu." Aku menyenderkan punggung ke sandaran kursi. Menghela napas pelan. Bang Ridwan masih saja memasang wa
Baca selengkapnya

Jebakan untuk Pria yang Mengenal Hanin

"Apaan, sih? Ini siapa, Yah? Tiba-tiba datang marah-marah. Kurang obat atau baru pulang dari rumah sakit jiwa?" Aku menggelengkan kepala mendengar perkataan Hanin. Mereka semua menoleh, ketika aku masuk. Mengambil posisi di belakang Bang Ridwan. "Kamu dengar, Ri?" tanya Bang Ridwan sambil menatapku. "Kamu bilang, kamu menginginkan anak laki-laki dari aku, Mas?" Aku tertawa pelan. "Kamu akan tahu alasannya, kenapa aku tidak bisa memberikanmu anak laki-laki. Tapi tidak sekarang."Mas Riky menatapku penasaran. Aku mengangkat bahu. Bdrbisik pada Bang Ridwan. Menyuruh Abangku itu melanjutkan semuanya. Biarlah. Biar Bang Ridwan yang menyelesaikan semuanya. "Sudahlah. Tidak ada gunanya lagi bicara sama manusia ini."Buk! Bang Ridwan meninju Mas Riky. Aku saling tatap dengan Hanin. Dia menggendong bayinya. "Apa? Mau jambak-jambakan?" tanyanya sambil menatapku galak. Mas Riky tersungkur di lantai. Aku melebarkan mata. Buru-buru menarik Bang Ridwan. "Sudah, Bang.""Kamu akan menyesal
Baca selengkapnya

Tidak Asing dengan Namanya

"Bang, bisa bantuin Ria, gak?" tanyaku sambil duduk di sofa. Bang Ridwan yang sedang sibuk dengan ponselnya menoleh ke aku. Dia menatap heran. Abangku ini baru saja pulang. Adel langsung aku suruh mandi. Belanjaan yang mereka bawa banyak sekali. Entah apa yang Bang Ridwan belikan untuk Adel. "Biasanya gak mau minta bantuan. Kok tumben."Aku menyenderkan punggung ke sandaran kursi. Menghela napas pelan. "Ini menyangkut rahasia, sih. Kalau Abang gak mau, yaudah.""Eh? Rahasia? Rahasia apaan?" Nah, kalau sudah dipancing begini, Bang Ridwan pasti mau menuruti permintaanku. Kemudian dia akan menyetujuinya nanti. "Soal pria yang bersama Hanin."Bang Ridwan diam sejenak. Dia menatapku dalam. "Sudahlah, Ria. Kamu sudah mau berpisah dari Riky. Tidak perlu menyelidiki itu semua lagi.""Bukan masalah itu, Bang. Ria cuma mau membuktikan semuanya. Bahwa Mas Riky gak pantas sudah memilih wanita itu."Wajah Bang Ridwan memerah. Dia tidak ingin aku ada urusan lagi dengan Hanin dan Mas Riky.
Baca selengkapnya

Terbongkar Kejadian Sebenarnya

"Siapanya Hanin?" Tubuhku menegang. Ini sudah masuk ke interogasi. Bang Ridwan memang benar-benar keren. "Sabar dulu. Saya belum tahu kamu kenal atau tidak dengan Hanin. Saya tidak bisa langsung memberitahukan siapa Hanin sebenarnya."Ah, jangan sampai dia curiga. Bang Ridwan diam sejenak. Sepertinya sedang berpikir. "Gini aja, saya punya foto bareng Hanin. Kamu mungkin bisa lihat." Aku mengernyit. Bang Ridwan dapat foto darimana?Tidak ada pembicaraan. Aku menatap dari jauh. Ferdi sedang melihat ponsel Bang Ridwan yang kedua. "Oke. Ternyata kamu kenal dengan Hanin."Hm. Pasti Bang Ridwan mengedit foto itu. Dia memang pintar mengedit sesuatu. "Saya pacarnya Hanin."Ah, benar dugaanku. Tapi belum bisa dipastikan, apakah bayi Hain adalah bayi laki-laki itu. "Pacar? Sekarang Hanin sudah punya bayi." "Eh? Kamu tahu juga?" Nadanya terdengar terkejut sekali. Seolah-olah kabar itu hanya dia yang tahu. "Tentu saja aku tahu. Banyak teman lain juga tahu. Nah, ini yang aneh. Kamu meng
Baca selengkapnya

Sidang Pertama Perceraian

Bang Ridwan menemaniku ke pengadilan agama untuk menghadiri sidang pertama perceraian dengan Mas Riky. "Udah siap belum, Ri?" tanya Bang Ridwan sambil mengetuk pintu kamarku. "Belum, Bang. Sebentar lagi." Aku menatap cermin sekali lagi. Menghela napas pelan. Sebenarnya, aku belum siap untuk menghadiri sidang, aku belum siap untuk menjaga Adel sendirian. Masih ada sesuatu yang lemah di dalam diriku. Apalagi mengingat kebersamaanku dengan Mas Riky yang bisa dibilang cukup lama kami bersama. "Dek? Nanti kita terlambat, loh. Kamu ngapain di dalam kamar?" Bang Ridwan kembali mengetuk pintu kamar, dia tidak sabaran lagi. Buru-buru aku mengusap pipi. Berusaha tersenyum. Ya, aku bisa, jangan sampai aku goyah, karena satu hal. Cinta. Ah, sulit sekali melupakan itu semua. Aku membuka pintu kamar, mengajak Bang Ridwan untuk segera berangkat. "Kamu kayaknya sedih banget hari ini. Gak kayak biasanya, gak ceria."Mendengar perkataan Bang Ridwan, aku langsung menoleh. Perasaan, tadi aku suda
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status