Beranda / Romansa / Istri Abangku / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Istri Abangku: Bab 1 - Bab 10

42 Bab

1. Di mana Alex?

Bu, sebenarnya Mas Alex itu kerjanya apa sih? Masa udah dua minggu kita di sini, belum ketemu orangnya. Saya aja gak kenal mukanya, kalau gak lihat di foto pernikahan di depan." Kamal bertanya pada ibunya yang sedang memasak di dapur."Gak tahu Ibu juga. Waktu itu, cuma ditelepon suruh menemin istrinya di sini. Dah, kita gak usah ikut campur. Kamu gak berangkat cari kerja?"Uek!Uek!"Ya Allah, kasihan ya. Masih mual-mual aja Neng Ica." Bu Rani; ibu dari Kamal berjalan dengan tergopoh, menghampiri Ica di kamar mandi belakang."Buatin Teh, Mal!" teriak Bu Rani pada Kamal. Lelaki itu pun menurut, dengan sigap membuatkan teh untuk kakak iparnya yang masih saja mual dan muntah, padahal kehamilannya memasuki usia tujuh bulan.Kamal berjalan ke arah ruang tengah, lalu meletakkan secangkir teh di atas meja. Kakak iparnya itu memejam mata, sambil menikmati pijatan dari Bu Rani, di leher belakangnya. Ada air bening di sudut matanya, dan itu membuat Kamal menjadi iba.Wanita yang sedang hamil,
Baca selengkapnya

2. Diselingkuhi saat Hamil

"Toloong! Toloong!" teriak Kamal saat mendapati Ica tergeletak pingsan di atas pangkuannya. Kamal tak tahu harus berbuat apa dan bagaiamana, sehingga ia terus saja berteriak minta tolong."Pak, tolooong saudara saya, Pak," ujar Kamal ketakutan saat mendapati seorang lelaki setengah baya berseragam, yang menghentikan motornya di dekat Kamal berada saat ini."Ini kenapa Dek istrinya?""Ini kakak saya ,Pak. Katanya sakit perut, tiba-tiba pingsan." Entah dari mana keberanian Kamal, tetapi telapak tangannya terus saja mengusap pipi Ica sedikit kasar, agar wanita itu segera sadar."Ayo, kita bawa saja ke rumah sakit." Pria berseragam kepolisian itu memberhentikan sebuah mobil sedan yang tengah melintas. Ica dibawa ke rumah sakit bersama Kamal, sedangkan motor Ica, ia titipkan di sebuah warung makan. Entahlah, ia percaya saja, karena saat ini nyawa Ica dan bayinya lebih penting.Sesampainya di ruang IGD rumah sakit, dokter yang tengah berjaga menanyakan kronologi kejadian yang dialami Ica. K
Baca selengkapnya

3. Alex Tak Berotak

"Ya ampun, Ca. Suami pulang bukannya disambut senyuman. Malah tiduran di sini. Ada-ada saja kamu!" Alex melemparkan jaket dan juga tasnya ke atas ranjang, tepat di samping Ica yang sedang berbaring lemas."Maaf, Mas. Tapi aku di sini juga karena kamu," balas Ica dengan suara lemah."Sama siapa kamu di apartemen?" tanya Ica dengan suara pelan. Ia tak ingin mertua dan iparnya mendengar pertengkarannya."Bosku.""Jangan bohong, Mas. Aku tahu kamu selingkuh," balas Ica tak mau kalah. Alex mencibir dan menatap istrinya begitu tak suka dan menjijikkan."Trus, kalau aku selingkuh kamu mau apa? Huh? Mau apa?!""Aw ... sakit, Mas," rintih Ica saat Alex dengan sengaja menarik paksa salah satu jari kaki Ica hingga mengeluarkan bunyi 'krek'"Aku gak suka wanita manja gak jelas seperti kamu! Tahu itu?" Alex membuka baju dan juga celananya. Gagal mamadu kasih dengan pacarnya kemarin, yang tiba-tiba saja datang bulan, membuat miliknya harus benar-benar menahan sakit di bawah sana. Untuk itulah ia pu
Baca selengkapnya

4. Kehilangan Bayi

Bau obat-obatan dan disinfektan sungguh menyengat. Ica membuka pelan matanya dan merasa sangat silau dengan cahaya lampu yang terlalu terang. Tangannya yang tertancap jarum infus naik perlahan mengusap kening yang terasa berat."Alhamdulillah, lu udah sadar," suara lelaki di di sampingnya terdengar lega. Ica menoleh dan mendapati adik iparnya tengah duduk di kursi samping brangkarnya."Aku di mana, Mal?" tanya Ica lirih."Di rumah sakit," jawab Kamal singkat. Jantungnya lebih cepat berdetak dari biasanya. Entahlah, seakan dirinya yang kini harus bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami Ica. Padahal ada suami yang masih sehat dan banyak uang. Hanya saja memang tampak tidak mempunyai otak dalam memperlakukan istrinya."Mal, di mana Mas Alex?" Ica masih belum sadar, jika saat ini perutnya sudah rata."Mmm ... pergi beli obat," jawab Kamal berbohong. Kakak satu ayahnya itu tadi mengatakan ada meeting yang tak bisa ditinggal."Memangnya di apotik rumah sakit tidak ada?" tanya wanita i
Baca selengkapnya

5. Susan

"Ca, lu belum makan. Nanti malah sakit. Makan dulu ya. Dua puluh suap juga gak papa," ujar Kamal berusaha menghibur kakak iparnya yang masih saja memejamkan mata, tetapi tidak tidur."Ca, kuping lu dengarkan?" tanya Kamal lagi. Namun Ica bergeming. Wanita itu enggan membuka matanya. Walau napasnya masih teratur, tetapi bola mata di dalam sana nampak bergerak gelisah. Kamal tahu, Ica tidak tidur, hanya melamun, atau menyesali diri.Satu hari sudah Ica berada di rumah sakit. Ruangannya sudah dipindah, karena ia tidak memiliki bayi. Kemarin, pasien yang di rawat di sebelahnya baru saja melahirkan bayi kembar. Suara tangisan bayi membuat Ica semakin frustasi dan minta pindah kamar.Alex belum juga datang. Kamal sampai lelah menghubungi kakaknya. Namun, operatorlah yang menjawab panggilannya."Ca, lu kalau gak mau makan, gue tinggal nih!" ancam Kamal dengan suara terdengar serius. Wanita itu membuka mata, lalu menoleh pada Kamal dengan pandangan sayu."Pergi aja, Mal. Gue gak papa. Emang u
Baca selengkapnya

6. Mobil Bergoyang di Parkiran

Malam itu juga, Alex membawa Susan ke rumah sakit untuk melakukan operasi pengangkatan kutil sebesar telur ayam negeri. Lelaki itu begitu jengah dengan tampilan daging melambai di paha istri keduanya. Sehingga ia memutuskan untuk segera mengoperasinya.Pantas saja Susan tidak pernah mengenakan celana jeans. Wanita itu selalu memakai rok tutu yang kembang, untuk menutupi benjolan di pahanya."Mas marah ya?" tanya Susan takut-takut. Wanita itu tak berani menatap wajah suaminya yang nampak garang."Harusnya hal seperti ini jangan ditutupi. Sebelum menikah jadi bisa dioperasi terlebih dahulu. Gak repot kayak sekarang," jawab Alex dengan suara datar.Lelaki itu harus melemparkan jauh hasrat yang sudah naik ke ubun-ubun, saat melihat kutil istri mudanya. Bayangkan betapa kecewa dan kagetnya ia. Namun, ini bagian dari konsekuensi. Dia sudah terlanjur mencintai Susan. Lalu bagaimana dengan Annisa? Alex meremas rambutnya kasar. Ia benar-benar bingung."Maaf, Mas." Hanya itu yang dapat dikataka
Baca selengkapnya

7. Perhatian Kamal

Pagi hari, di luar cuaca kembali gerimis. Padahal hari ini, Kamal ada panggilan interview di sebuah kantor ekspedisi yang cukup ternama. Acara wawancara memang jam sembilan, tetapi ia tak mungkin terlambatkan? Jika ingin naik taksi online, sangat sayang dengan uangnya. Jika naik ojek online maka dia kebasahan. Mau naik naik sepeda juga pasti kebasahan. Terus sekarang bagaimana?Kamal menoleh pada pintu kamar kakak iparnya yang masih saja tertutup. Padahal sudah pukul enam tiga puluh pagi, harusnya wanita itu sudah bangun dan sedang menonton upin dan ipin di ruang tengah."Sarapan dulu sebelum berangkat, Mal," ucap Bu Rani membuyarkan lamunan Kamal. Lelaki itu tersenyum, lalu mengekori ibunya berjalan ke ruang makan."Bu, Ica belum keluar kamar juga?" tanya Kamal sambil menyendokkan nasi ke dalam piringnya."Masih santai-santai kali. Namanya juga baru sembuh," sahut Bu Rani yang ikut menarik kursi makan persis di depan Kamal."Kamal takut Teh Ica khilaf Bu.""Maksudnya?" kening Bu Rani
Baca selengkapnya

8. Antara Hidup dan Mati

Plak!"Alex, hentikan! Istrimu baru kehilangan bayinya, tetapi sudah Kau kasari lagi. Suami macam apa Kau?!" Kemarahan Bu Rani memuncak, saat melihat Ica kembali ditampar di ruang makan. Di depan mata kepalanya sendiri.Alex begitu kasar. Sangat mirip dengan almarhum suaminya. Persis, tak ada bedanya sama sekali. Untuk itu, ia tak sanggup lama untuk menjadi istri kedua;papa Alex.Braak!"Ya Allah, Ibu. Teh Ica!" Kamal datang tepat waktu. Mata lelaki itu terbelalak, saat mendapati Ica tengah duduk di lantai dengan pipi sangat merah."Ada apa ini, Mas?" Kamal memandang Alex dengan tak suka."Bukan urusanmu dan ibumu! Cepat kalian angkat kaki dari sini!" Alex menekan suaranya."Jangan, Mas. Kalau gak ada ibu dan Kamal, saya sepi," ujar Ica dengan derai air mata. Tangannya memegang kuat celana panjang yang tengah dikenakan suaminya. Wanita itu memohon dengan iba, belas kasihan suaminya."Oh, jadi kamu mau ikut mereka? Hm? Pergi sana, kalau kamu mau pergi! Tapi ingat, kamu takkan pernah me
Baca selengkapnya

9. Kenangan untuk Alex

Ica telah sadar dari pingsannya. Namun, ia memilih tetap menutup mata. Rasa sakit jahitan bekas cesar yang kembali menganga, membuatnya tak cukup bertenaga untuk mengeluarkan kata-kata. Kesedihan jelas terlihat di raut wajah putih pucat miliknya. Kamal dan Bu Rani hanya bisa memandang Ica dengan iba. Ruang perawatan kelas tiga, terpaksa mereka berikan pada Ica. Itu pun dari hasil menjual kalung peninggalan suami Bu Rani, yang merupakan ayah Alex juga."Ca, makan ya, Nak?" ujar Bu Rani sangat pelan. Suaranya pun bergetar menahan sedih. Tak ada sahutan yang keluar dari bibir kakak iparnya Kamal itu. Membuka matanya pun enggan.Bu Rani meletakkan piring kembali di atas meja samping brangkar. Ia berdiri dari duduknya, lalu menarik tangan Kamal untuk keluar dari sana."Ada apa, Bu?" tanya Kamal keheranan."Kamu pulang ke rumah Alex. Cari ponsel Ica dan juga bawa beberapa helai bajunya. Sekalian baju kita juga. Kita udah diusir Alex. Jangan sampai, lelaki itu kembali ke rumah dan mengambil
Baca selengkapnya

10. Berpisah

Kamal berjalan masuk ke lorong perawatan Ica. Dari kejauhan, ia melihat ibunya sedang termenung melihat pemandangan di luar gedung rumah sakit. Semakin lebar langkahnya mendekat pada wanita paruh baya itu."Bu, kok di luar?" tanya Kamal heran. Kepalanya sedikit menyembul dari balik pintu ruang perawatan yang tidak tertutup rapat."Ada orang tua Ica," jawab Bu Rani setengah berbisik. Punggung tangan yang mulai keriput itu menarik Kamal sedikit menjauh dari kamar."Ada apa, Bu?" tanya Kamal semakin terheran."Nanya mulu! Nih, dengerin. Kita harus jujur sama keluarga Ica, soal Alex yang menyiksanya lahir dan batin," ujar Bu Rani semangat."Setuju!" jawab Kamal mantap."Kita gak boleh takut sama Alex karena memang perbuatan Alex itu tak bisa ditolerir sama sekali.""Setuju!" jawab Kamal lagi."Guru bahasa indonesia lu waktu SD siapa sih, Mal? Kosa kata lu irit amat. Setuju-setuju terus dari tadi," omel Bu Rani dengan bibir mencebik.Kamal hanya bisa menggaruk rambutnya yang tak gatal. Sem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status