Home / Pernikahan / Batas kesabaran seorang istri! / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Batas kesabaran seorang istri!: Chapter 111 - Chapter 120

153 Chapters

111. Sakit tak berperi.

Tak ada yang tahu takdir kapan dan di mana seseorang akan di panggil menghadap Yang Maha Kuasa. Mau tua, muda ataupun belia. Mati itu pasti, dan tak dapat di ganggu gugat. Air mataku membanjiri pipi. Pemakaman mbak Zahra sudah selesai siang tadi. Kini kami semua sudah pulang ke rumah. Banyak para pelayat datang yang membantu masak dan menyiapkan berkat untuk tahlilan. Alhamdulillah dan tahlilan pun juga sudah selesai dengan sempurna. Tak ada yang kurang.Ibu yang mendengar kepergian putri sulungnya hanya terdiam di kamar. Walau diam, aku tahu. Saat ini hati Ibulah yang paling rapuh. Gurat-gurat kesedihan itu tampak kentara di wajah keriputnya. "Ma ... Mama makan dulu, ya! Sudah dari pagi tadi Mama belum makan apa-apa. Nanti Mama sakit," ujar Alia. Aku melirik dari sudut ekor mataku. Ia masuk ke dalam kamarku dengan sebuah nampan di tangannya. "Bawa pergi Nak! Mama tidak lapar. Bagaimana keadaan nenekmu? Apa kamu sudah menyiapkan makanannya?" "Nenek sama saja dengan Mama dan Kak I
last updateLast Updated : 2022-08-19
Read more

112. Pembagian warisan.

Sepeninggalnya Mbak Zahra, rumah mewah yang ia tempati selama ini tampak sepi. Sudah hampir satu minggu kepergianya meninggalkan kami. Aku ditemani Iwan serta paman Ja'far datang ke rumah ini. Bukan tanpa sebab, karena Rendy dan Nabila sudah pada ribut meminta pembagian atas harta yang ditinggalkan oleh almarhumah. Siang ini, sesuai perkataan Pak Ilham–pengacara yang dipercaya Mbak Zahra–untuk mengurus semau tentang surat wasiat miliknya. "Anak pungut itu kenapa ada di sini, Pak? Apa urusannya dengan pembagian warisan ini?" ujar Rendy tak suka melihat kedatangan Iwan. "Tolong tenang! Saudara Iwan juga harus hadir dalam pembacaan surat wasiat ini. Ini merupakan pemintaan Almarhumah sebelum beliau meninggal. Silahkan duduk!" jelas Pak Ilham. Nabila menatap sinis pada Iwan. Sedangkan putraku itu hanya diam tak menanggapi. Aku menoleh ke arah Fitri yang berdiri tegak di samping Rendy. Gadis itu tampak risih harus berdiri disana. Sedangkan setiap gadis itu ingin beranjak pergi. Rendy
last updateLast Updated : 2022-08-19
Read more

113. Rendy yang tak puas akan hasil

"Rumah besar yang saya tempati. Rumah yang penuh kenangan baik bahagia dan air mata. Saya hibahkan kepada Fitri Anjani, perempuan yang telah merawat saya dengan penuh kasih sayang dan tak pernah sedikit pun mengeluh. Sedangkan sisanya yaitu 40% yang meliputi, kebun sawit, saham tambang nikel yang ada di Sulawesi Selatan serta beberapa properti saya yang letaknya saaj jelaskan di dalam surat yang terlampir pada surat wasiat ini. Demikian lah surat wasiat yang saya buat dalam keadaan sesadar-sadarnya. Tanpa paksaan dan tanpa dorongan dari pihak manapun,"Brak!Randy memukul meja itu dengan keras. Membuat semua yang ada terkejut. "Tidak! Surat wasiat ini tidak sah. Ini tidak benar! Bagaimana mungkin pembantu yang hanya merawat Mama di berikan rumah besar ini dengan cuma-cuma. Lalu dia? Dia hanya anak pungut di keluarga ini, kenapa dia justru mendapatkan bagian lebih besar dari kami yang anak kandung?!" protes Rendy tak terima. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah wajah putraku. Sungguh ta
last updateLast Updated : 2022-09-18
Read more

114. Pertengkaran antar saudara.

Sepanjang perjalanan, wajah Iwan masih tampak kesal. Tapi entah kenapa bayangan wajah Fitri yang menatap kepergian kami dengan sedih tadi membuat aku kembali memikirkannya. Walau bagaimanapun ia seorang gadis yang tinggal sendirian di rumah sebesar itu. Tentu ada banyak bahaya yang menghantuinya. Sesampai di rumah aku berbicara pada Paman Ja'far dan Bibi Imas, tentang apa yang aku rasakan. Walau bagaimanapun aku juga memiliki dua orang anak gadis. Aku tahu bagaimana perasaan seorang ibu yang was-was pada putrinya. Begitupun orang tua Fitri di kampung. Setalah perundingan dan perbincangan yang pandang. Maka kami tiba di satu keputusan. Paman dan Bibi akan tinggal di rumah besar Mabuk Zahra sampai pada waktu yang tak dapat ditentukan.Memang secara hukum. Rumah itu sudah dihibahkan ke pada Fitri. Tapi melihat Rendy yang masih meradang dan menggebu-gebu dengan masalah pembagian yang menurutnya tidak adil. Tidak memungkinkan untuk Fitri menjual rumah itu dalam waktu dekat ini. Mau pin
last updateLast Updated : 2022-09-18
Read more

115. Memulai lembaran baru

Setelah mengantar Paman, Bi Imas dan Wawan. Aku dan Mas Herman pulang ke rumah. Mobil yang kami gunakan berjalan cepat membelah keramaian kota. Aku Daan suamiku mengobrol santai. Banyak yang kami obrolkan. Hingga di pertigaan simpang aku meminta Mas Herman untuk mengantarku ke toko sembako milik kami."Mas, nanti kita mampir ke toko bentar, ya! Ambil sembako, anak-anak toko juga udah aku kasih tahu, kok. Jadi kita tinggal ambil saja!" pintaku. Suamiku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Setiap satu minggu sekali aku akan ke toko untuk mengontrolnya. Sedangkan sembako kebutuhan rumah, aku akan mengambilnya satu bulan sekali."Mas ... Mas, berhenti!" ujarku tiba-tiba. Untung saja Mas Herman orangnya nggak kagetan. Ia juga cekatan dalam berkendara. Jika tidak mungkin akan terjadi tabrakan beruntun saat ini.Mas Herman menepikan mobilnya di pinggir jalan. Sedangkan, dengan cepat melepaskan sabuk pengaman dan kelaur dari mobil."Mas kamu parkirkan mobil ini dulu, ya!" tanpa menjelaskan
last updateLast Updated : 2022-09-18
Read more

116. Cari jodoh

POV. Iwan"Sini, Nak. Kamu duduk di sebelah Ibu," pinta ibuku. Wanita yang membesarkanku sejak kecil. Aku menarik kursi yang ada di sebelahnya. Di meja makan ini hanya ada kami bertiga. Nabila sudah berumah tangga. Ia tentu berada di rumahnya. Sedangkan Rendy. Aku tak tahu? Aku juga malas untuk menanyakannya. Dia pasti memilih sarapan di luar dari pada di meja makan dan bertemu denganku. Aku menatap ke arah Ibu. Wanita yang seharusnya aku panggil Nenek ini justru menjadi ibuku. Namun aku cukup bersyukur mendapatkan mereka sebagai orang tuaku. Setidaknya dengan kehadiran mereka. Aku bisa merasakan kasih sayang yang tulus. Bagai air yang membasahi hatiku yang gersang. Memberiku minum dari rasa dahaga. "Kamu kapan cuti, Wan?" tanya bapak. Aku yang sedang menyantap roti tawar pun menoleh. Aku terbiasa sarapan sesuatu yang tak berat. Agar perutku nyaman. "Untuk minggu-minggu ini belum ada Pak. Bapak kan tahu sendiri, aku baru di mutasikan di sini. Jadi masih banyak penyesuai lingkungan
last updateLast Updated : 2022-10-09
Read more

117. Debaran rasa

Aku tak menyangka ternyata wanita muda ini begitu cantik. Dadaku berdetak dengan cepat. Aroma tubuhnya yang wangi serta rambut panjang yang tergerai indah. Membuat adanya genderang yang bertabuh. Setiap sentuhan jemarinya bagaikan listrik yang membuatku meremang. Aku menegang. Tubuhku terasa kaku. Bisa aku pastikan wajah ini pasti dengan memerah karena malu. Posisinya yang sedekat ini mungkin saja membuat ia menyadari bunyi jantungku yang berdetak dengan kuat. Membuatku semakin malu."Ok ... sudah siap Tuan. Dasi Anda sekarang sudah rapi." ucapnya membuatkan lamunanku. Aku harus aja melamun keluarga yang bahagia yang di ucapkan oleh Ibu tadi. Seorang istri yang mengantarkan suami kerja dengan senyuman manis. Merapikan dasinya dan mendapatkan hadiah sebuah kecupan mesra. Namun ternyata semua hanya hanyalanku belaka. Apa aku bisa mendapatkan wanita yang benar-benar mencintaiku. Dengan segala latar belakang hidupku. Aku tersenyum miris menyadarinya. Karena kebanyakan wanita yang mendek
last updateLast Updated : 2022-10-09
Read more

118. Inikah namanya jatuh cinta?

"Buatkan saya kopi saja. Jangan terlalu manis!" Pintaku.Fitri mengangguk pelan. Wanita itu melenggang pergi ke arah dapur. Ia tidak berhijab malam ini. Rambut panjangnya tergerai indah. Memang ada kalanya wanita cantik itu membuka hijabnya saat di rumah. Namun ia selalu memakai pakaian yang begitu sopan hingga menutup semua auratnya. Entah kenapa ada rasa tak rela di hati ini melihat ia menjadi tontonan dan dikagumi lelaki lain. Apalagi di ruang ini tak hanya ada aku, tapi juga Rendy. Beberapa kali aku memergoki Rendy curi-curi pandang dengannya. Sebagai sesama laki-laki, tentu saja aku tahu betul arti tatapan mata itu. Tatapan kagum seoarang lelaki pada lawan jenis. Seperti tatapan mataku yang memandangnya saat ini. Aku tersenyum tipis mendengar ucapannya. Entah kenapa hati ini berbunga. Baru kali ini saat aku pulang kerja. Ada seseorang yang menyambutku. Menawarkan secangkir kopi untuk pelepas lelahku. Andai bisa setiap hari seperti ini!Keinginan untuk mem
last updateLast Updated : 2022-10-10
Read more

119. Mencuri hati sang pujaan hati

"Tuan ... ini tas Anda," seru wanita cantik itu mengejar kepergianku hingga di ambang pintu. Aku memang sengaja lupa membawa tasku. Agar ia yang mengabilkannya untukku. Setelah ini, aku yakin dia melihat dasi yang aku kenakan dan merapikannya."Aku bilang apa padamu semalam, Fitri!"Fitri menoleh, memperhatikan sekitar. Ia menggigit bibirnya dengan wajah yang bersemu merah. sangat menggemaskan di mataku. Andai kami sudah muhrim, mungkin aku sudah khilaf mencium pipinya, atau mungkin bibirnya yang tampak menggoda itu."Maaf, Mm-mas," Ia menundukkan kepalanya. Aku tahu saat ini ia sedang malu. Karena Ibu menatap kami dari meja makan. "Terima kasih, sudah mengantarkan tasku," ujarku menghilangkan rasa canggung di antara kami. Fitri mengadahkan wajah menatapku. kuulas sebuah senyuman manis untuknya. Hal yang jarang aku lakukan pada wanita mana pun selain Ibuku."Tolong tundukan sedikit kepala, Mas," pintanya. Aku me
last updateLast Updated : 2022-10-10
Read more

120. Obrolan tiga pria

Sesampainya di kantor, aku menyelesaikan segudang pekerjaan yang tiada habisnya. Sambung menyambung bagaikan rel kereta yang tiada berputus serta bercabang ke mana-mana membuat pusing. Hanya wajah cantik di rumah yang membuatku bersemangat. "Hay ... Bro, aku lihat beberapa hari ini kamu tampak bahagia banget, tersenyum terus. Sebenarnya ada apa?" tanya Radit. Teman kantorku saat kami makan siang bareng. Lelaki ini selalu ingin tahu akan segala hal. Termasuk kehidupan pribadiku yang jarang aku ekspos."Memangnya kenapa? Apa aku tak boleh bahagia?" balasku. Bukannya menjawab, aku justru balik bertanya. "Bukannya gitu. Justru aku senang kalau kamu seperti ini. Bagi-bagi cerita dong, katakan siapa dia? Apa dia cantik?" desak Radit menyelidik. Seolah paham betul apa yang ada di dalam pikiranku."Dia siapa? Memangnya bahagia harus selalu tentang wanita?" elakku. Aku kembali menyeruput cappucino milikku dengan santai."Ayolah ... kita ini sama
last updateLast Updated : 2022-10-11
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status