Home / Pernikahan / Batas kesabaran seorang istri! / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Batas kesabaran seorang istri!: Chapter 121 - Chapter 130

153 Chapters

121. Wanita idaman

"Apa kau serius? Memangnya tak ada wanita lain yang lebih sepadan dengan latar belakangmu, apa? Kenapa harus perawat itu?" ujar Arthur. Ekspresi apa itu. Wajahnya tampak seolah tak percaya dan sedikit merendahkan profesi yang di lakukan Fitri dulu. Aku tak suka, bukankah semua manusia di mata Tuhan itu sama."Apa kamu tak menyadari, beberapa hari ini wajahnya tampak begitu segar seperti bunga yang di sirami embun setiap pagi?" sindir Radit padaku. Aku hanya memutar bola mataku jengah."Aku lihat sih, tapi aku tak menyangka itu karena seorang gadis," balas Arthur. Mereka berdua terang-terangan sedang menyindir dan membicarakan aku seolah aku tak berada di hadapan mereka saja. Aku kembali meminum minumanku yang hampir habis di dalam gelasku. Suasana kantin ini yang tadi begitu ramai kini mulai berangsur-angsur berkurang. Para karyawan mulai kembali ke ruang kerja mereka masing-masing. Sedangkan kami bertiga justru masih asik mengobrol. Mengupas kehidupan pr
last updateLast Updated : 2022-10-11
Read more

122. Sebagai pengganti orang tua.

Aku pulang dari kantor saat mata hari mulai menghilang di ufuk timur. Di balik garis cakrawala. Langit hitam yang meninggalkan bias kemerahan. Waktu di mana hewan nokturnal mulai terbangun dan bersiap-siap mencari mangsanya.Mobil yang aku kendarai melaju perlahan melewati jalan raya. Sunyi gelap, namun di selingi cahaya lampu dari para pengendara lain yang lewat seperti musim mudik berganti. Aku santai menikmati angin malam yang berhembus melewati jendela. Hembusannya menyapu wajahku, dinginnya terasa hingga setiap sendi-sendiku. Tubuhku yang berkeringat dan lengket terasa dingin semilir di terpa sang angin. Tak ada yang akan aku kejar di rumah. Tak ada istri ataupun anak yang bisa melepas rasa lelahku dengan canda dan tawa. Saat sedang melintasi jalan yang sedikit sunyi tak jauh dari sebuah taman. Mataku memicing, menangkap penampakan sepasang kekasih. Salah satu dari mereka adalah sosok yang aku kenal. Aku melajukan mobilku. Mereka berdua tampak berte
last updateLast Updated : 2022-10-12
Read more

123. Lelaki tak bertanggung jawab

Buk!Aku yang emosi mendengar perkataannya pun, langsung melayangkan tinju ke wajah pria itu. Ia tak pantas di sebut sebagai seorang suami. Suami macam apa yang mengucapkan kata kasar pada istri? Bahkan tega menduakan istrinya tanpa memikirkan perasaan istrinya tersebut. Lelaki lemah dan pengecut!Laki-laki dan perempuan itu sama. Sama-sama manusia punya hati. "Jangan kamu kira dengan kamu memiliki banyak wanita di luaran sana. Kamu akan di nilai hebat! Tidak, kamu tidak lebih dari pecundang," ucapku di sela-sela baku hantam kami. Nabila menjerit histeris. Lelaki itu menangkis pukulanku, setelah dua kali pukulanku bersarang di wajahnya. Menimbulkan bercak darah di bibir. Sepertinya bukan hanya pipinya yg bengkak. Namun bibirnya pun pecah. Pukulan ketigaki meleset. Dan membuat aku mendapatkan bogem mentah di rahang bagian bawah sebagai hadiah jakpot untuknya. Aku meringis. Emasiku semakin memuncak. Aku mendekatinya, membuat posisinya terpojok hingga bukan hanya satu,elainkan tiga
last updateLast Updated : 2022-10-17
Read more

124. Rasa kecewa seorang istri.

Aku bertanya padanya, apakah ia masih mau menjalani hubungan rumah tangga dengan Adam. Hubungan yang aku nilai tak sehat in, mereka seperti bertukar peran. Istri yang seharusnya menjadi tulang rusuk justru berubah menjadi tulang punggung dan Bahkan tak dihargai. Sedangkan tulang punggung yang seharusnya bertugas memberi nafkah, justru berleha-leha dan lebih parahnya lagi. Berselingkuh di belakang. Apa dia tak mau membiayai selingkuhannya dengan uang yang dia peroleh dari istrinya sendiri. Oh ... aku lupa, lelaki seperti Adam memang tak punya harga diri. Bahkan aku malu menyebutnya sebagai lelaki.Jika menghidupi Istri satu saja tak mampu, malah sok gaya pula pakai selingkuh. Apalagi memiliki istri lagi. Aku tak habis pikir dengan semua ini."Tidak! Aku tidak mau lagi menjalani pernikahan ini. Jika ia tak bekerja aku masih bisa memaklumi. Tapi selingkuh, jangan harap. Lagi pula tak ada anak diantara kami yang harus di pikirkan perasaannya," jawabnya padaku saat itu. Anak yang ia asuh
last updateLast Updated : 2022-10-17
Read more

125. Kandasnya hubungan suami-isteri

Tiga hari setelah itu baru aku tahu jika ia membohongiku. Aku bertemu tak sengaja bertemu dengan Ibu mertuaku di pusat perbelanjaannya. Beliau tampak sehat wal’afiat serta bugar. Tentu itu memicu kecurigaanku, untuk apa Mas Adam membutuhkan uang tersebut. Langit seolah runtuh untukku, setelah aku mengetahui semuanya. Aku sakit hati, kecewa dan marah. Uang yang selama ini aku berikan, justru ia habiskan hanya untuk bersenang-senang dan foya-foya dengan para simpanannya. Tentu aku marah besar sekali, pertengkaran kami tak terelakkan. Hingga Mas Adam menepikan mobil ini di jalanan yang sepi. Aku bertengkar hebat lagi. Ia mencekal tanganku dan mulai melukai pisikku. Untuk saja sebuah mobil hitam lewat dan menepi, lalu kelaur untuk membantuku membuat aku bernapas lega. Aku tenang ada seseorang yang dapat membantuku.Aku cukup terkejut saat bisa melihat wajah pria itu secara jelas. Ternyata ia adalah Iwan, lelaki yang mengaku sebagai putra
last updateLast Updated : 2022-10-18
Read more

126. Musibah membawa berkah.

“Udah ah ... ngapain bahas tentang aku mulu. Kita di sini kan mau happy -happy. Bagaimana sih?” gerutuku. Semua pun tersenyum. Kami mulai memesan makanan. Lalu mulai bercerita dan berselfi ria. Mereka alah hiburanku di tengah kegelisahan hati. Jika jodohku dan Mas Adam hanya sampai di sini, why not? Toh ... bukan aku yang salah. Siapa suruh hatinya mendua. Padahal sebagai wanita, aku cukup sempurna. Argumenku ini benar dan cukup beralasan. Tapi ya sudahlah. Itu sudah suratan.Tak terasa malam semakin larut, sudah waktunya aku pulang ke rumah. Aku mengendarai mobilku memecah keheningan malam. Angin malam yang berhembus sangat begitu menusuk tulang. Hingga aku menepikan mobilku di pinggir terotoar. Mataku memicing menatap minimarket yang ada seberang jalan. “Mas Adam?” gumamku seorang diri. Lelaki yang baru satu bulan yang lalu resmi menjadi mantan suamiku itu. Ia tampak sedang duduk di pinggir trotoar sambil memegang dua roti. Tak ada yang aneh padanya kecuali
last updateLast Updated : 2022-10-19
Read more

127. Arti kata keluarga

Namun aku hanya bisa berandai-andai, karena kenyataannya saat ini. Kami baru bisa membangun ikatan silaturahmi ini saat ini.“Eyang senang jika kalian bisa akur seperti ini, kalian itu saudara. Dan sesama saudara harus saling melengkapi!” ujar Bapak. Aku dan Rendi melepas rangkulan hangat kita. “Ayo masuk! Ibu sudah siapkan makanan untuk kalian. Kita makan siang bareng ya. Ayo Nak!” ujar Ibu mengajak kami untuk ke ruang makan. Kami mengikuti langkah kaki Ibu.Wajah tua Ibu berseri-seri, memancarkan kelegaan. Sangat jauh berbeda saat, Rendy masih di sel.Wajah Ibu tampak sangat sedih. Ibu memang penyayang, walaupun kami bukanlah anak yang lahir dari rahimnya. Namun ia menyayangi kami sepenuh hatinya. “Kamu masak apa, Bu?” tanya bapak disela langkah kami. “Masak banyak, Pak. Pokoknya masak kesukaan kalian semua. Wes ... ayo di makan!” Kami mengambil kursi masing-masing dan duduk di sana. Mata
last updateLast Updated : 2022-10-20
Read more

128. Tiga saudara

POV. Rendy Aku terbiasa hidup dalam kemewahan. Segala yang dimiliki oleh teman-temanku, aku juga memilikinya. Tak ada yang tak aku punya, selain waktu orang tua. Mama selalu sibuk dengan pekerjaannya. Hari-hari yang aku dan Nabila lalui selalu bersama pembantu dan pelayan. Aku pernah protes pada Mama. Namun apa yang aku dapat. Hanya bentakan dan ucapan kasar.~ Flashback ~Jam menunjukkan pukul empat sore. Udara yang panas membuatku hanya duduk manis di rumah. Tak ada teman dan tak ada saudara selain Nabila. Bosan dengan permainan game yang itu-itu saja. Hingga deru mobil menyadarkanku."Nabila, lihat! Mama dan Papa pulang, ayo kita ke luar!" seruku pada adikku itu. Ia sedang asik bermain boneka Barbie miliknya. Aku dan Nabila bergegas menghampiri orang tua kami. Papa menyambut kami dengan senyuman. Sedangkan Mama masuk ke dalam, dan mengabaikan kami begitu saja. Aku membuntuti Mama dari belakang. Hingg
last updateLast Updated : 2022-10-21
Read more

129. Adik-Kakak harus akur.

"Ayo lah, Bang. Kita ini tidak kenal hanya setahun ataupun dua tahun, tapi dari orok hingga sama-sama dewasa kita selalu berdua. Seperti dua bocah kembar yang tak terpisahkan. Apa yang kamu alami dalam hidupmu, aku ini pemeran pendampingnya. Apa kamu lupa?" ucapnya jumawa. Apa hebatnya menjadi pemeran pendamping dalam kisah sedih. Dasar anak aneh. Tapi aku tak menampik apa yang di katakannnya. Memang ialah temanku yang menemani hari menderitanya dan kesunyian bersama. Mengintil di sebelahku seperti tunas saja. "Udah sana jangan dekat-dekat! Nggak enak di lihat orang. Sana! Main sama Eyang yang sama-sama wanita. Jangan ngangguin aku!" ucapku. Aku yang duduk dia tas sofa pun menggeserkan tubuhku. Aku begitu risih dengan sikapnya yang mulai mengintil di sampingku. Bahkan bergelayut manja padamu. Jika dulu ia sering melakukan itu, aku fine ... fine saja, namun kini. Tentu aku risih, apalagi kami sama-sama dewasa saat ini."Ye lah ... Bang, dari kecil aja mandi ba
last updateLast Updated : 2022-10-22
Read more

130. Kumpul keluarga.

Pov. Zalia"Ma ... Mama masak banyak banget, mau acara besar, ya?" ujar putri bungsuku. Ia mendekati aku yang sedang sibuk berkutat di dapur. Setiap weekend di pagi hari, kami selalu berkumpul di rumah. Apalagi semenjak Mas Herman pensiun satu tahun yang lalu. Me time bersama keluarga adalah yang terpenting bagi kami sekeluarga. Tita menarik salah satu kursi meja makan, dan duduk disana. Tangannya meraih ayam goreng yang terhidang di atas meja. "Tita, jangan pakai tangan gitu. Tak sopan, pakai sendok kalau mau ngambilnya," tegurku. Gadisku itu terkekeh malu. "Iya, nih ... sudah besar tapi kelakuan masih saja seperti anak kecil. Apa-apa harus di bilang dulu baru mengerti," celetuk Alia. Dari balik meja. Ia sedang membersihkan wortel serta sayuran lainnya. Sedangkan Bibi membantuku mengulek bumbu. Aku pula alat-alat rumah tangga untuk menghaluskan bumbu dengan listrik. Tapi menurutku lebih enak manual. Lebih berasa nikmatny
last updateLast Updated : 2022-10-23
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status