Home / Lain / Setelah Bapak Tiada / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Setelah Bapak Tiada: Chapter 81 - Chapter 90

100 Chapters

Episode 81

~••°••~Satu minggu berlalu setelah aku bertemu dengan Leni. Kabar terakhir darinya bahwa dia sudah kembali ke Muara Dingin. Kondisi Bapak Leni juga jauh lebih baik. Akhirnya, kami alumni seangkatan sepakat mengunjungi Leni di akhir pekan.Hari Sabtu dipilih, agar teman-teman yang kuliah dan bekerja bisa ikut serta hadir. Mufakat itu menghasilkan keputusan, yang bisa datang tidak sampai separuh dari anggota grup. Banyak yang berada di luar Sumatera Barat.Donasi terkumpul secara keseluruhan sebelas juta rupiah. Kami berencana untuk membuatkan Leni tempat usaha di rumah. Berjualan makanan ringan, atau apa itu nanti. Asalkan Leni ada pemasukan baginya.Ibnu, salah satu temanku semasa SMA punya usaha mebel di rumahnya. Dia menyanggupi untuk membawakan rak-rak tempat berjualan, lengkap dengan etalase kaca. Meskipun bekas, tapi kata Ibnu masih like new.Ponda, mantan ketua OSIS dulu, bekerja sebagai karyawan di sebuah swalayan besar. Dia sangat paham tentang belanja barang. Maka dari itu,
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 82

~••°••~Meninggalnya Bapak Leni, menancapkan belati panas di dadaku. Setiap rasa dirundung rasa bersalah. Sampai di Padang pun aku masih uring-uringan tidak menentu. Lalu, jatuh sakit hingga Emak harus meninggalkan Kak Kasih sendirian.Emak datang diantar oleh travel sampai ke rumah. Membawakan buah-buahan ala kampung. Jambu biji merah, jambu air, tebu yang sudah dibuka, dan lain-lain. Kata Emak, biasanya aku suka aneka buah jika sedang demam.Sebelum Emak datang, Bang Farid sempat membeli testpack untuk mengobati rasa penasaran. Beberapa merk, dari yang murah sampai yang agak mahal sudah dicoba. Tidak ada garis dua."Jangan-jangan sakit membawa kabar baik, Rind?" tanya Emak hati-hati."Belum, Mak. Tadi pagi sudah coba tes, belum dua garis. Lagian 'kan baru menikah, masa sudah hamil aja. Nanti malah disangka hamil duluan lagi.""Iya juga, ya, Rin. Saking paniknya Emak dengar kabar kamu sakit. Soal bapaknya Leni, jangan terlalu dibawa hati, Nak. Takdir Allah yang membawa beliau pergi,
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 83

Permulaan April, 2015~••°••~Ketika tubuh sudah kembali pulih, pekerjaan di kampus sudah menunggu untuk segera ditunaikan. Aku harus banyak-banyak bersyukur, Fuji dan Roby sudah lebih dahulu mengurus berkas-berkas administrasi untuk keberangkatan kami ke Universitas Indonesia. Segala bentuk perbekalan dari segi akademik dan financial sudah dirampungkan.Sementara itu, Emak kembali ke kampung. Beliau tertaut pikir oleh Kak Kasih yang masih belum pulih 100%. Sedangkan Bang Farid lebih dulu berangkat ke Depok, mencari kontrakan dibantu temannya yang ada di sana. Rasanya diburu oleh waktu. Segalanya seperti meronta untuk segera diselesaikan secepat mungkin.Dua hari setelah Bang Farid mendarat di pulau Jawa tersebut, dia mengabari sudah mendapatkan rumah yang dekat dengan kampus. Tidak pula jauh dari asrama tempat kandidat lain nanti akan stay. Dia begitu detail memikirkan, sebab aku dan kedua temanku—Fuji dan Roby—akan banyak bekerja secara tim.Barang-barang di rumah kontrakan Padang,
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 84

"Fadilah sering menyendiri, Pak?"Jika ingin mencari informasi akurat, maka yang diinterogasi adalah orang terdekatnya. Berhubung di dekatku hanya ada bapak dan ibu Fadilah, maka merekalah informan yang aku andalkan.Bapak itu menoleh sebentar kepada orang di sebelahnya, lalu menatap padaku lagi. "Dibilang sering, tidak juga, Dek. Kalau siang dan di sekolah, dia bermain seperti biasa dengan teman-temannya. Asal mulai sore, dia mulai tidak terkendali seperti ini. Orang-orang sini sudah lumrah sih kalau Fadilah kambuh.""Kata Pak Ustaz yang tadi, Fadilah diikuti oleh jin. Nah, jinnya itu yang membuat Fadilah begini tiap senja," ulas Ibu Fadilah.Aku mengambil napas dalam, menatap iba pada Fadilah yang meringkuk di atas kasurnya. Anak itu gadis remaja yang manis. Wajahnya ayu dan khas. Sekujur badannya biru-biru memar."Ini memar-memar kenapa, Pak, Bu?""Anu ...." Ibu Fadilah tampak ragu-ragu untuk menjawab."Tutup pintunya," titah Bapak Fadilah kepada istrinya. "Gini, Dek ... jadi Pak U
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 85

~••°••~Memang puas terasa di hati, bisa membungkam Tante Resa dan Tante Ajeng. Namun, di balik itu aku juga memikirkan perkataan mereka. Bagaimana kalau Ibu tidak sempat menimang anak kami? Atau bahkan Emak yang pergi. Bukankah maut begitu dekat. Atau justru aku sendiri yang dipanggil lebih dulu. Astaghfirullah.Satu per satu sudah mulai pergi. Rumah kembali sepi, hanya aku dan Bang Farid, Ibu, Bang Wahyu dan istrinya—Kak Sina. Anak-anak Bang Wahyu sudah pergi ikut dengan Tante Ajeng. Katanya mau cari minuman segar ke pasar Solok.Setelah ngobrol-ngobrol sejenak, Bang Wahyu juga pamit pergi ke toko. Sekarang benar-benar sepi. Beberapa menit kemudian, barulah datang pekerja yang biasa bantu-bantu Ibu. Istilahnya Asisten Rumah Tangga yang dipanggil harian saja. Tidak menetap tinggal atau digaji bulanan. Dia dipanggil sewaktu-waktu Ibu butuh. Digajinya juga per-tiap kali dia bekerja. Paling sering hanya diminta temani kalau malam hari Ibu sendirian. Atau kalau cucian Ibu sudah terlalu m
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 86

~••°••~"Kok malah Emak yang minta maaf. Uda Revan itu jahat, Mak. Pokoknya Etek Yarni dan keluarganya jahat," bantahku menahan geram."Rindu!" tegur Bang Farid. "Kok begitu bicaranya sama Emak, nggak sopan.""Rindu kesal, Bang.""Iya, Rindu. Etekmu salah, anak-anaknya juga salah. Tetapi jangan jadi hakim juga untuk mereka."Huft, Emak selalu seperti ini."Besok Rindu mau balik ke Depok, kalau Uda Revan begini, mana bisa hati tenang berangkat. Ya Allah, ada-ada saja," keluhku."Emak nggak apa-apa, Rindu.""Kita nggak tau dia akan berbuat apalagi, Mak. Lagian kok dia cepat banget keluar dari penjara. Harusnya seumur hidup aja sekalian. Dari pada meresahkan seperti ini."Sungguh.Aku benar-benar kesal sampai ke ubun-ubun dengan kedatangan Uda Revan. Tamu yang tidak beradab sama sekali. Manusia satu itu, apa sudah putus urat malunya? Apa dia amnesia selama di penjara? Bisa dia tebal muka mendatangi rumah Emak, bahkan meminjam uang dengan nominal besar. Kok ada manusia tanpa rasa segan se
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 87

"Ibu pasti kecewa lantaran Rindu nggak kunjung hamil, Bang."Tiba-tiba saja hari itu mood-ku rusak. Tentu saja karena omongan miring di grup keluarga. Alih-alih membangun silaturahmi, justru memojokkan aku setiap hari. Ibu tidak ada di grup tersebut. Hal itu jelas menguntungkan untuk mereka yang memang kontra denganku sejak awal."Tau dari mana ibu kecewa," balas Bang Farid, awalnya santai."Abang tu nggak ngerti rasanya!" Suaraku meninggi, kesal. "Abang nikah lagi deh, cari istri kedua yang bisa hamil cepat. Rindu ikhlas dimadu.""Astaghfirullah!" serunya. "Masih pagi begini loh, Rindu."Bang Farid merampas ponsel dari tanganku. Tanpa berpikir dua kali, tanpa basa-basi, bahkan tanpa permisi, dia menekan tombol keluar dari grup. Ya, Bang Farid mengendalikan WhatsApp-ku sekarang."Kamu cuma punya dua tangan, Rin. Nggak bisa menyumpal banyaknya mulut orang. Pergunakan aja untuk menutup telinga. Ibu bukan orang yang berpikiran sempit seperti itu. Ibu juga bukan orang munafik, baik di lua
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 88

~••°••~Setelah menyelesaikan ujian terakhir, tinggal satu bulan untuk persiapan berangkat ke Jepang. Bang Farid sudah terbang lebih dulu ke sana, bersama kenalan di Jakarta yang sering wara-wiri ke Jepang. Sengaja Bang Farid berangkat lebih awal, karena di Jepang tidak mudah mencari rumah sewaan.Selama itu pula Fuji menemaniku di rumah. Barulah aku sadari gelagat aneh dari Fuji. Mas Anton sering berkunjung, mereka kerap pergi keluar. Intens sekali antara keduanya. Aku teringat pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino, cinta tumbuh karena terbiasa.Tidak.Fuji telah berani bermain api. Pada Mas Anton dia seakan-akan memberi harapan. Begitu pula dengan calon pilihan papinya. Hubungan mereka juga semakin dekat meski hanya melalui udara. Seolah-olah kini siang untuk Mas Anton, malam untuk lelaki pilihan sang papi. Astaga.Satu bulan kurang lebih, harus berangkat ke Jepang. Namun Fuji kian hari semakin lalai. Dia yang biasanya rajin, kini menjadi pejuang deadline. Tugas-tugas dike
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 89

~••°••~"Aku kecewa sama kamu, Ji. Sampai nggak tau mau ngomong apa lagi."Mungkin memang sudah menjadi kebiasaan bagiku. Ketika berada di titik tersedih dan amat sangat kecewa, hanya bisa diam seribu bahasa. Dalam diam itu, mencoba berdamai dengan hati sendiri. Tidak pula bisa menangis berlebihan meluapkan perasaan. Sesak sangat, tentu. Mau marah, tapi kepada siapa dan untuk apa? Toh tidak akan membuat keadaan berubah dan bisa kembali ke masa lalu."Aku memang bukan siapa-siapa kamu, Ji. Kita cuma kebetulan kenal dan sekamar selama ini. Namun, apa iya di dunia ini yang namanya kebetulan? Kebaikan Papi dan Mami membuatku merasa penting untuk menjaga kamu. Ya, aku memang anak bungsu, Fuji ... tapi aku dibesarkan dengan keadaan yang sukar. Aku tau kerasnya hidup. Makanya aku begini banget protektif dan posesif sama kamu. Sayang aku ke kamu setara dengan sayang kepada Emak dan Kak Kasih."Fuji hanya menunduk dalam-dalam."Ketika aku kecelakaan, yang aku pikirkan adalah kamu. Siapa yang m
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more

Episode 90

~••°••~15 April 2016Semua kebutuhan untuk pelaksanaan ko as lintas negara yang akan aku jalani satu tahun ke depan, sudah rampung. Finish. Tinggal menunggu tanggal 17 April, untuk meninggalkan Indonesia.Semalam kami berembuk. Aku, Fuji, dan Roby akan berburu kuliner keliling kota seharian. Bukan seharian, tetapi setelah Roby menunaikan ibadah salat Jumat. Kami berencana memuaskan lidah dengan wisata kuliner Indonesia. Karena nanti, bisa jadi akan sulit untuk menikmati itu semua.Pukul 12.00 WIB, Roby mengirimkan chat kepada Fuji. Dia sudah di masjid untuk salat Jumat. Dalam pesannya tersebut, meminta kami untuk segera bersiap-siap. Dia bahkan mengancam, tidak sudi menunggu kami dandan dulu baru jalan. Roby maunya ketika dia sampai di rumahku, tinggal berangkat jalan."Roby galak banget belakangan," keluh Fuji padaku."Eh, bukan galak kali, Ji. Ya wajar dia nggak mau nunggu, dia kan cowok. Lagian kita juga lama dandannya. Sabar loh dia selama ini," belaku.Kami tertawa bersamaan, me
last updateLast Updated : 2022-06-18
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status