Beranda / Lain / Setelah Bapak Tiada / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Setelah Bapak Tiada: Bab 21 - Bab 30

100 Bab

Episode 21

~••°••~Langkah sore ini agak beruntung. Cukuplah di-bully ibu-ibu di posyandu barusan, jangan sampai ditambah Ceu Nova yang mulutnya pedas level tiga lima. Melihat yang sedang berjaga di warung adalah Koh Agung, seketika rasa lega menyusup ke dada."Eh, Rindu ... beli apa, Rin?" Koh Agung menyambut lebih dulu, beliau memang seramah itu. Berbanding terbalik dengan istrinya yang ahh ... sama pahamlah."Beli minyak goreng setengah kilo ya, Koh. Minyak curah biasa. Gula seperempat, kopi kemasan lima ribu, garam kasar satu, Ajinomot* yang seribuan juga, Koh. Terus telur sepuluh ribu."Koh Agung sigap mengambilkan permintaan. Aku memilih-milih sawi untuk disayur. Lalu beralih ke keranjang wortel, mengambilnya satu. Keduanya ditimbang dan disaksikan oleh Koh Agung selaku pemilik kedai."Ini jadi tiga ribu, Rin." Koh Agung memasukkan ke kresek ukuran sedang."Jadi berapa semua, Koh?""Minyak, 7000. Terus gula, 3500. Kopi, 5000. Garam dan Aji kena 3000, ditambah sawi wortel 3000. Kemudian tel
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-16
Baca selengkapnya

Episode 22

~••°••~Waktu akan terus berjalan. Hari demi hari sebelum perkuliahan di mulai masih kuisi dengan menjadi buruh harian. Membersihkan bawang milik orang, untuk menerima upah yang dihitung perkilo setiap hari.Aku menyadari Emak yang mulai pusing memikirkan nasibku. Beberapa hari lalu, aku tidak sengaja mendapati Emak sedang menangis di kamar. Beliau mendekap figura foto Bapak. Air mata Emak berhujanan menuruni pipinya yang mulai keriput.Belum ada bayangan untuk memulai hidup sebagai anak kos di Padang. Entah nanti akan mengekos di mana, juga belum tahu. Sementara tanggal untuk mulai pengenalan kampus, sudah di depan mata. Aku juga tidak berani bertanya pada Emak.Hari ini berkarung-karung bawang diturunkan Pak Mus untuk dikerjakan. Beruntunglah kali ini hasil panennya sangat baik. Bawangnya besar-besar, kering dengan sempurna. Sangat memudahkan dalam pembersihan uratnya. Seharian kami berkutat, menyelesaikan puluhan kilo. Ketika sore tiba nanti, sejumlah rupiah akan diterima Emak. Seb
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-16
Baca selengkapnya

Episode 23

~••°••~Sahabat baruku, Fuji Nagita berasal dari Batu Sangkar. Setelah berbincang lewat pesan WhatsApp, akhirnya rencana ke Padang dimajukan sehari dari rencana awal. Selasa hari yang dipilih, semoga Allah memudahkan urusanku dan Fuji.Oh iya, setelah menggadaikan emas di toko Queen, aku dan Emak membeli piring dan gelas plastik, serta sendok sekalian garpu. Selimut tipis yang murah meriah, handuk, alas kasur, magic com yang kecil, ember kecil untuk peralatan mandi, dan printilan-printilan kecil lain. Emak se-detail itu, bahkan hal yang tidak terpikirkan olehku, dibeli juga oleh Emak. Misalnya, spon cuci piring.Ketika kami sampai di rumah, lampu-lampu sudah menyala. Sepertinya Kak Kasih masih di sini. Pintu juga terbuka sangat lebar. Kadang-kadang, dia seteledor itu. Sudah mau Magrib seperti ini. Pintu masih terkangkang selebar-lebarnya.Aku berjalan dulu, baru menyadari ada motor Uda Revan terparkir di tepi halaman. Apa gerangan yang membawanya bertamu senja raya begini. Oh, mungkin
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-16
Baca selengkapnya

Episode 24

~••°••~Malam itu, tangisku agak lama di atas sajadah. Tangan tertengadah lebih tinggi. Tidak rumit permintaan yang kuajukan pada Allah. Berikan aku kesehatan, umur panjang yang berkah, kesabaran yang berlimpah, itu saja. Pada-Nya ... kuadukan luka-luka yang dijejalkan oleh Etek Yarni. Tidak akan membalaskan dendam apa pun, kelak nanti yang kulakukan hanyalah pembuktian.Pembuktian kalau aku bisa, akan kubangkit batang terendam. Akan kunaikkan harkat dan martabat keluarga. Akan kubayar kontan semua cemoohan.Iya, aku ... Harmoni Rindu Umayyah. Anak bungsu kesayangan Bapak. Anak kampung yang lugu dan dibilang kampungan. Itu aku ... aku yang akan membungkam mulut-mulut jahil mereka, selama ini mereka begitu lancang meremehkan kemampuan kami.Tak terukur banyaknya air mata yang berhamburan di atas sajadah lusuh ini. Muhasabah sedalam-dalamnya aku munajatkan pada Sang Maha Adil. Aku percaya, Allah maha pengasih, maha penyayang ... tidak akan mungkin Dia menyia-nyiakan hamba-Nya yang bersa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-16
Baca selengkapnya

Episode 25

~••°••~Sekuat tenaga aku tahan air mata. Apa yang ditanyakan oleh Bang Heru sepanjang jalan, kujawab sekenanya. Tak sabar untuk sampai di rumah, tak tahan ingin mengadu pada Emak. Kata-kata Uda Revan keterlaluan. Apa yang dia maksud? Aku menjajakan diri di tenda ceper, begitu? Sepupu macam apa itu? Ingin kumaki rasanya ....Sampai di pinggir jalan tepat di depan rumah, kuminta Bang Heru stop. Bergegas aku turun dan setengah berlari ke rumah. Tak terbendung lagi tangisku, menghambur ke dalam pelukan Emak yang sedang mengaji."Mak ...." Aku meratap, sakit di hati tak terungkap lagi lewat kata-kata.Berkali-kali kudengar Emak istighfar. Tak bisa kutahan, aku menangis terus. Emak memukul-mukul punggungku agar berhenti. Pastilah beliau sangat bingung melihat aku datang tiba-tiba menangis sekeras-kerasnya.Barangkali setengah jam aku menangkup pada lutut Emak. Sampai terasa lelah, tidak lagi ada air mata yang keluar. Perlahan kutata emosi, menenangkan diri. Mulai bercerita pada Emak.Gilir
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-16
Baca selengkapnya

Episode 26

~••°••~Sudah kucukupkan tekad, merangkai asa yang sempat terserak. Siapa lagi yang akan mengubah nasib, jika bukan diri sendiri. Aku anggap semua yang telah terlewati itu sebuah pecutan untuk melangkah lebih mantap.Tahap demi tahap menuju perkuliahan sudah aku ikuti alurnya. Bergandengan tangan bersama Fuji, saling melengkapi. Aku dan Fuji memang sangat berbeda. Dia dibesarkan dalam segala kemewahan dan kemudahan, aku ditempa dalam himpitan hidup yang beragam. Tak pula akan kumanfaatkan keadaan itu untuk menumpang di biduk yang tenang. Tetap saja mendayung sampan sendiri-sendiri. Sesekali aku minta papah, pada Fuji yang riak samudera-nya tidak terlalu bergelombang.Sekali dalam sebulan aku pulang, terkadang lebih dari itu. Tergantung uang saku yang aku punya. Sabtu sore pulang ke Madila, sore Minggu-nya kembali ke Padang. Jika beruntung, bisa menumpang gratis pada bapak-bapak atau ibu-ibu yang hendak ke sana. Sering menumpang pada Pak Rinto yang mengunjungi Bang Fikri anaknya.Emak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-17
Baca selengkapnya

Episode 27

~••°••~"Eh, Dokter Rindu pulang nih." Ceu Nova tentu sedang mengolok-olok, pagi Minggu menjadi saksi orang-orang menertawai aku lagi.Aku diminta Emak membeli kebutuhan dapur ke kedai Koh Agung. Ternyata sedang ramai ibu-ibu berkumpul. Nahasnya, yang sedang hadir adalah sekumpulan orang yang hoby ledek-ledekan."Mau belanja, Ceu." Aku berusaha tidak menanggapi perkataan Ceu Nova."Kapan ke Padang, Rin?" tanya seorang yang lain."Sore ini, Tek.""Dibekali apa tuh, ubi kayu goreng pakai teri ya, Rin?" Giliran Mintuo Yeni yang bersuara, disambut riuh tawa yang lainnya."Makan ubi terus, besar lutut nanti, Rin.""Ubi kayu itu sehat, Tek, Mintuo. Kaya karbohidrat, bagus kok untuk kesehatan asal diolah dengan benar.""Cieee lagunya Dokter Rindu," sahut Mintuo Yeni. Lagi-lagi semua orang tertawa.Seperti kata Emak, aminkan saja omongan orang-orang seperti itu. Mereka memanggil dengan sebutan Dokter Rindu, anggap saja ia sedang mendoakan yang baik. Tinggal bilang aamiin dalam hati. Tidak per
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-17
Baca selengkapnya

Episode 28

~••°••~"Maaf ya, Kak. Senin saya sudah kembali ke Padang. Selasa siang sudah bisa kak ambil resumenya. Ada acara keluarga, disuruh pulang banget. Semoga Kakak tidak marah," jelasku pada kakak tingkat melalui sambungan telepon. Jasa Malindo yang aku tumpangi, baru saja melewati kampus UMMY di Koto Baru.Lima menit lalu, Bang Heru tukang ojek langganan juga mengabarkan bahwa ia sudah di simpang Koto Baru. Bersamaan dengan Magrib masuk, aku turun dari bus. Dari seberang jalan, Bang Heru melambaikan tangan."Maaf lama menunggu ya, Bang," kataku menghampirinya."Santai aja, Rindu. Kamu kenapa pilih bus terakhir?""Tadi ada keperluan dulu, Bang. Ini kebetulan Magrib, apa nggak sebaiknya salat dulu kali?""Iya juga. Di dekat sana ada musala, kita salat di sana, Rin."Tanpa berlama-lama, aku naik membonceng. Menuju musala yang dimaksud Bang Heru. Tidak ramai jamaah salat, syukur masih terkejar sebelum rakaat pertama.Pukul tujuh tepat, aku dan Bang Heru mulai bergerak. Laju sepeda motor bias
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-17
Baca selengkapnya

Episode 29

~••°••~"Maaf ya, Kak. Senin saya sudah kembali ke Padang. Selasa siang sudah bisa kak ambil resumenya. Ada acara keluarga, disuruh pulang banget. Semoga Kakak tidak marah," jelasku pada kakak tingkat melalui sambungan telepon. Jasa Malindo yang aku tumpangi, baru saja melewati kampus UMMY di Koto Baru.Lima menit lalu, Bang Heru tukang ojek langganan juga mengabarkan bahwa ia sudah di simpang Koto Baru. Bersamaan dengan Magrib masuk, aku turun dari bus. Dari seberang jalan, Bang Heru melambaikan tangan."Maaf lama menunggu ya, Bang," kataku menghampirinya."Santai aja, Rindu. Kamu kenapa pilih bus terakhir?""Tadi ada keperluan dulu, Bang. Ini kebetulan Magrib, apa nggak sebaiknya salat dulu kali?""Iya juga. Di dekat sana ada musala, kita salat di sana, Rin."Tanpa berlama-lama, aku naik membonceng. Menuju musala yang dimaksud Bang Heru. Tidak ramai jamaah salat, syukur masih terkejar sebelum rakaat pertama.Pukul tujuh tepat, aku dan Bang Heru mulai bergerak. Laju sepeda motor bias
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-17
Baca selengkapnya

Episode 30

~••°••~Febi bukanlah aku, dia punya privilege sejak lahir. Nikah bawah tangan, pesta perhelatan besar, tentang sebab akibat ia mendadak nikah, bak tenggelam begitu saja di kampung Madila. Tidak ada sama sekali kumpulan ibu-ibu menggunjingkan Febi. Tidak pula ada bapak-bapak yang mengolok kalau lewat di kedai kopi tempat mereka duduk-duduk menjelang senja.Hanya yang berubah, Mintuo Yeni. Bukan lagi beliau yang dulu, yang menjalani hidup penuh suka cita. Dulu, tiada hari tanpa tawa yang membahana. Kini ... malang nasibnya kini. Mintuo Yeni mengalami depresi yang berat. Semua barang-barang Febi dibakar. Foto-foto Febi dirobek. Boneka, sepatu, benda-benda yang ada hubungannya dengan Febi dijual ke tukang loak. Seakan-akan, beliau tidak ingin ada lagi benda yang tersisa jika masih berhubungan dengan Febi.Mak Rustam tidak dapat berbuat banyak. Pikirannya tentu tidak kalah semrawut. Belum lagi menanggung malu dalam hidup bermasyarakat. Selama ini, dikenal sebagai tetua, disegani, yang bij
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status