Home / Pernikahan / Talak Aku, Mas! / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Talak Aku, Mas!: Chapter 71 - Chapter 80

98 Chapters

71. Rasa Sesal

"Ma, Dimas. Dimas, Ma," ujarku sambil menangis tak terkira.Segala kesedihanku menguasai hatiku sekarang hingga aku bahkan tak tahu bagaimana caranya untuk mengungkapkannya.Yang aku rasakan adalah rasa kehilangan yang begitu amat dalam dan rasa penyesalan yang begitu menguat."Dimas kenapa, Ra?""Dimas kecelakaan, Ma. Dia meninggal dan sebentar lagi mau dimakamkan."Aku kembali menangis di pelukan mama. Aku tak bisa menahannya karena memang jauh di dalam lubuk hatiku aku sangat merasa kepergiannya jadi sebuah pukulan berat untukku."Innalilahi wa innalillaihi ro jiun," ujar mama."Zara mau ke sana, Ma. Zara titip Fuchsia.""Tunggu, Nduk. Kamu mau ke sana sendirian? Kamu nggak apa-apa sendiri? Apa kamu nggak ajak teman kamu aja?" ucap mama.Aku menggigit bibir bawahku dan kemudian langsung saja menghubungi Alea yang masih berada di kota ini. Dan hebatnya lagi, Alea malah berkata akan menjemputku dan benar saja dia datang dalam waktu 15 menit kemudian.Alea sudah bisa menyetir mobil se
Read more

72. Usaha?

"Kamu ini ngomong apaan sih, Ra? Sudah, ini jelas bukan salah kamu. Kamu sama Dimas itu hanya korban keegoisan orang tua Dimas. Kalaupun ada yang bisa disalahkan atas kejadian ini ya orang tuanya sendiri. Tapi sekali lagi, meskipun semuanya terjadi seperti ini, kematian manusia itu mutlak menjadi rahasia Allah."Alea berhenti sejenak setelah mengatakan hal itu kepadaku.Aku terpaku saat dia mengatakannya karena jujur saja sekarang ini hatiku sedang kacau luar biasa jadi bahkan aku tak bisa berpikir jernih mengenai hal apapun termasuk akan ketetapan Allah."Berhentilah menyalahkan diri kamu sendiri dan bertanya-tanya kenapa semua ini sampai terjadi karena jika kamu melakukannya berarti kamu sama dengan mempertanyakan apa yang sudah menjadi ketentuan Allah. Kamu ngerti kan, Ra?" ucap Alea dengan ekspresi tenang sambil menatapku dengan sorot matanya yang terlihat sedih itu.Aku mengangguk lalu mulai mencoba untuk menguatkan hatiku sendiri sebelum akhirnya mulai makan. Alea benar, aku har
Read more

73. Travel

Rasa salahku pun kian memuncak setelah aku mengajak anakku berbicara. Benar, aku telah berbuat kesalahan yang besar dengan membiarkan anakku merasa kesepian. Maka, aku memutuskan untuk lebih banyak meluangkan waktuku untuk Fuchsia.Usai memikirkan banyak hal mengenai bagaimana caranya aku membagi waktu, aku pun memutuskan untuk menghubungi Anindia untuk membicarakan aku bergabung dengan mereka. Keputusan ini aku ambil berdasarkan pertimbangan yang begitu matang. Aku berpikir jika aku mendapatkan pekerjaan lain yang pastinya nanti akan menyita waktu, aku jadi kekurangan waktu dengan anakku.Namun, jika aku bekerja di tempat perusahaan travel milik Anindia, kemungkinan besar aku masih bisa meluangkan banyak waktu ku untuk gadis kecilku.Maka sekarang ini aku sedang menuju ke tempat Anindia mendirikan perusahaan travel itu. Dengan mudah aku bisa menemukan tempatnya yang ternyata berupa sebuah ruko berlantai 2 yang bisa dikatakan cukup besar.Segera aku memarkir motorku di tempat parkir
Read more

74. Pria Thailand

Pagi berikutnya, sesuai dengan jadwal, aku menjemput pria asal Thailand itu bersama dengan Arga, seorang sopir yang telah bekerja di Ans Travel sejak travel ini berdiri."Mbak, tumben Mbak Zara yang ambil. Biasanya Mbak Zara kan lebih suka ambil client dari Eropa atau Amerika," celetuk Arga.Aku membenarkan letak dudukku dan menjawab, "Kebetulan saja aku sekarang pas lagi nggak ada client luar, makannya dikasih yang dari Thailand.""Oh, pantas saja. Tapi ini tamunya saya lihat nggak terlalu banyak maunya ya Mbk. Saya baca di jadwalnya kayanya memang maunya santai," ucap Arga."Ya semoga dia berubah berpikiran menjadi client yang nyebelin," candaku.Tak terasa kami sudah tiba di stasiun kereta api. Aku segera memasang papan jemput bertuliskan nama pria itu. Aaron Kittibun. Meskipun aku bisa saja menghubunginya melalui panggilan saluran aplikasi chatting, namun untuk jaga-jaga aku tetap menggunakan cara lama saat menjemput turis.Hal ini dikarenakan kita tidak akan pernah tahu jika ada
Read more

75. Canggung

Arga tersenyum kepadaku yang sontak aku balas dengan sebuah pelototan tajam. Anak muda ini memang cukup menjengkelkan.Dia ini memang tak hanya sekali dua kali menggodaku seperti itu. Pasalnya, dia memang tahu jika statusku memanglah seorang janda.Dia pun beberapa kali berusaha untuk mengenalkanku pada pria lajang. Dia bahkan lebih bersemangat dibandingkan dengan Tya, Anindia dan juga Marlina soal menjodohkanku itu."Eh, Mbak Zara. Nggak boleh marah. Kan Mas Aaron malah lagi memuji Mbak.""Heh, itu kita sudah mau sampai. Nyetir yang benar dulu deh," ucapku pada Aaron.Aku tak berani melirik ke arah kursi belakang karena takut jika nanti malah ada salah paham.Ketika kami sudah sampai di hotel tempat Aaron akan beristirahat setelah perjalanan panjangnya dari Bangkok."Mari ikut saya!" ajakku pada Aaron.Tanpa berkata apapun dia langsung saja mengikutiku untuk mengurus check-in.Prosesnya berjalan dengan cukup lancar karena kebetulan saja hotel ini adalah salah satu hotel yang sering s
Read more

76. Rencana Teman

"Ya kalau memang gitu ya tinggal mundur. Tapi kan paling tidak kamu sudah berusaha duluan jadi kan setidaknya kamu tahu lah," ujar Tya.Aku memutar bola mataku malas, "Nggak mau. Daripada coba-coba seperti itu dan belum juga jelas hasilnya, lebih baik aku melindungi hatiku. Nggak ada yang bisa melindungi hati aku sendiri selain aku."Marlina menanggapi, "Ya tapi sayang banget loh kalau dilewatkan. Kamu tahu nggak dari biodatanya aja udah jelas kalau dia itu cukup mapan. Dia ini ...."Aku sontak menyelanya, "Stop!" Just stop!""What!? Aku bahkan belum bilang apa-apa," sahut Marlina heran."Aku sudah tahu apa yang ingin kamu katakan," balasku cepat.Marlina terlihat menatapku dengan alis sebelah yang terangkat, "Memang kamu tahu dari mana? Kamu kan nggak bisa baca pikiran aku kaya Edward Cullen."Aku menoleh ke arah sahabatku yang berambut keriting itu dan membalas, "Nggak perlu jadi Edward Cullen untuk tahu apa yang ada di dalam kepala kamu."Marlina menanggapi, "Hm. Mencurigakan. Atau
Read more

77. Percakapan Umum

Obrolan itu pun terpaksa berakhir saat kami kedatangan tamu lain dan aku pun memilih untuk menyingkir guna memberi ruang pada tamu itu.Di saat seperti menunggu waktu seperti ini biasanya aku akan menggunakannya untuk pulang ke rumah. Namun, dikarenakan jarak hotel tempat menginap turisku saat ini cukup jauh dari rumah, sehingga aku pun tak bisa pulang untuk menghemat waktu.Maka aku memilih untuk melakukan panggilan video call dengan Fuchsia lewat ponsel mama. Tak sampai dering ketiga, panggilan itu telah diangkat. Seperti biasa juga, mama sudah hafal sekali kebiasaanku yang sering kali menghubungi mama saat sedang bekerja."Sia, lagi apa?" tanyaku begitu wajah manis nan menggemaskan putri tercintaku terlihat di layar berukuran beberapa inci itu."Main," jawabnya polos."Main apa?" Dia terlihat meletakkan ponsel itu di meja lalu dalam beberapa detik kemudian, dia muncul lagi dengan membawa mainan rumah-rumahan barbie."Ah, lagi main barbie ya?""Iya, Ma.""Main barbie sama siapa?""
Read more

78. Taman Selekta

Usai makan siang, aku segera mengajaknya untuk pergi ke tempat wisata pertama yang akan dia kunjungi, Taman Selekta.Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam lamanya dari pusat kota Malang dan anehnya perjalanan itu terasa sangat cepat sekali. Mungkin karena cuaca yang tidak terlalu panas membuatnya demikian.Aku yang memilih untuk tetap bersikap normal itu lalu bertanya pada Aaron, "Apakah kamu mau membeli camilan dulu?""Tidak. Saya masih kenyang," jawabnya."Mau beli air dulu?" tanyaku lagi. Biasanya para turis lebih suka membawa air minum memang.Jelas memang air minum lebih dibutuhkan di negara yang beriklim tropis ini. Selain untuk mencegah dehidrasi yang mungkin saja dirasakan, air minum juga bermanfaat membuat peminumnya melupakan rasa lapar sesaat."Boleh. Saya tadi tak membawa botol air minum saya," jawab Aaron.Aku mengangguk dan menoleh pada Arga yang kali ini lebih banyak diam lantaran konsen mengemudi. "Nanti mampir ke minimarket depan sana ya, Ga?" ucapku."Siap, Mba
Read more

79. Bianglala

"Kadang suka hal lama, kadang hal baru."Aaron menoleh, seolah menunggu penjelasanku lebih lanjut sehingga aku berkata lagi, "Kalau ibarat barang. Saya akan memilih barang lama jika memang fungsinya masih bagus, tapi kalau memang sudah tidak pakai lagi ya terpaksa saya membeli barang baru."Pria muda itu tersenyum lalu menanggapi, "Jawaban kamu membuat saya sedikit merasa lebih baik."Aku tentu saja agak bingung tapi tetap diam saja."Ya sudah ayo salat dulu," ajaknya yang membuatku terkagum kepadanya. Dia termasuk disiplin dalam beribadah.Usai menunaikan salat ashar, aku membawa Aaron ke alun-alun kota batu. Hari masih sore, matahari belum tenggelam di ufuk barat. Aku tidak terkejut ketika melihat banyaknya pengunjung di tempat itu.Alun-alun kota Batu menjadi salah satu tempat singgah bagi wisatawan untuk beristirahat sejenak setelah menikmati wisata kota tersebut.Di sana, semua orang bisa melihat keindahan kota Batu dari ketinggian."Aaron, kamu mau naik bianglala?" tanyaku.Aar
Read more

80. Tersadar

Dikarenakan aku tak ingin membicarakan hal yang tak seharusnya dibicarakan itu, aku berusaha mengalihkan pembicaraan itu dan berbicara dengan hati-hati, "Apa kamu memiliki saudara?"Aku menatap ke arah luar tanpa melihat reaksi Aaron sama sekali. Namun, kemudian aku bisa mengembuskan napas dengan lega ketika mendengar ia berkata, "Ya. Saya memiliki seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki."Aku mengangguk. Dia melanjutkan, "Mereka semua telah menikah dan tinggal di luar negeri."Karena tertarik aku segera menoleh ke arahnya yang ternyata ia sedang menatapku. Oh, tidak. Aku telah melakukan kesalahan besar. Dengan segera aku menunduk, mencoba untuk menghindari tatapannya. Untuk mengatasi rasa gugupku, aku berkata, "Kenapa tinggal di luar negeri?""Kakak perempuanku menikah dengan pria asal Singapore jadi ia mengikuti suaminya tinggal di sana. Sedangkan kakak laki-lakiku kebetulan saja bekerja di Jepang dan mendapatkan jodoh orang sana," jelas pria itu."Tinggal kamu yang bel
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status