Tak mungkin dia memilih untuk bersama Aji, sedang ibunya sendiri. Jelas Fatima bukan pilihan untuknya. "Ma," panggil Aylin lirih, hatinya kembali sedih, hingga air mata mulai merebak. "Aylin." "Aku di sini, Ma." Fatima membuka mata, melihat pada sekitar di mana dia berbaring. Bukan kamarnya, namun rasa perih di punggung tangannya yang tertempel jarum infus, menjawab di mana dia berada sekarang. "Mama di rumah sakit?" "Iya, Mama pingsan," ujar Aylin mengusap pipinya yang baru saja diluncuri air mata. "Kenapa nangis?" tanya Fatima mencoba tertawa, meski rasa pusing membuatnya memejamkan mata. "Mama cuma pusing saja, kurang tidur," kata Fatima menenangkan meski percuma, karena Aylin jelas tidak akan percaya. "Mama bohong. Istirahatlah, biar Aylin yang menjaga." "Istirahat, Kak. Tapi aku harus pulang dulu sebentar, tapi Selma akan di sini untuk menemani Aylin. Nanti malam aku akan datang lagi," ujar Emir mendekat pada brankar di mana istri almarhum kakaknya terbaring. "Emir, maa
Last Updated : 2023-01-14 Read more