Semua Bab Istri Nakal Mas Petani: Bab 61 - Bab 70

281 Bab

61. Sakit, Mas

Wira menatap punggung Sully yang meninggalkannya bersama Pak Gagah. Awalnya ia mengira Sully akan kesal mendengar ucapannya. Nyatanya, wanita itu malah terlihat kecewa. Sesaat yang lalu, ia memang hanya bertujuan pamit ke Riau pada bapaknya. Kebun Ajeng sudah terjerat dengan tengkulak yang paling berkuasa. Untuk itu, ia harus melakukan hal yang lebih besar. Tak mudah menghadapi Pak Effendi tanpa bukti dan modal memadai. Dan membawa Sully tinggal sejenak di rumah perkebunan, kemungkinan akan semakin menyulitkan wanita itu. Itu perjalanan untuk kepentingan pekerjaan. Bukan liburan. Banyak yang harus dikerjakannya, termasuk menemui wanita bernama Ira. “Gus! Kamu dengar Bapak, enggak? Memang enggak mau bawa Sulis? Kamu enggak lihat istrimu kecewa? Kenapa Sulis enggak pernah ngomel ke kamu? Perempuan itu harusnya ngomel. Kalau sudah diam aja, artinya sudah malas ngurus.” Wira menelan ludah dan melihat Sully berbelok ke kanan. Ia lalu kembali menatap Pak Gagah, “Memang enggak bisa dibawa,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-13
Baca selengkapnya

62. Harus Ikut

Mungkin baru menit kelima Sully memeluknya dan setengah meneriakkan kata ‘Mas’ baru Wira tersadar akan kehadiran wanita itu. Emosinya memang sangat memuncak mendengar perkataan Sutrisno yang mencla-mencle soal maksud kedatangannya ke rumah Pak Effendi. Ditambah lagi perkataan soal ‘ribut di rumahnya’, membuat Wira semakin kesal. Apa Sutrisno juga berpikir bahwa kebun yang diberikan pada Ajeng sejak sebelum kakaknya itu menikah adalah juga kepunyaan dia? Itu sebabnya Sutrisno dengan seenak jidat menggadai kebun itu untuk keperluan yang belum jelas?“Tadi pakai sandal itu?” tanya Wira, menunjuk sepasang sandal plastik berwarna cokelat kepunyaan Pak Gagah.Sully mengangguk pelan. “Cuma ada sandal itu di teras. Kalau aku sempat ambil sandalku, aku bakal sekalian blow rambut dan pakai sunscreen sebelum ke sini,” jelas Sully dari atas boncengan motor.Wira turun untuk mengambil sandal bapaknya dan menyalakan sepeda motor dengan tangan kiri menjepit sandal. Ia berkendara dalam diam. Menunduk
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

63. Ikut Aku

“Udah, lepasin. Jangan pegang-pegang aku,” kata Sully, menarik kakinya dari Wira namun gagal. “Mas tanya….” Ucapan Wira langsung terpotong. “Memangnya aku ada diajak? Memangnya penting ngajak aku? Memangnya aku siapa? Aku cuma numpang makan dan tidur di sini. Malah dikasih uang jajan. Udah dapat semua itu, lalu aku mau apa lagi? Enggak bersyukur banget aku jadi manusia. Luka ini juga enggak usah diobati. Udah enggak sakit. Permisi,” kata Sully, melepaskan tangan Wira dari kakinya dan beringsut. “Jangan emosi gitu.” Wira melihat Sully kembali berbaring dan memunggunginya. “Riau tempat Mas bakal pergi itu sebuah perkebunan kelapa sawit. Mas enggak tinggal di hotel. Tapi di perumahan karyawan—” Sully berbalik dengan sorot tajam memandang Wira. “Kalau enggak salah pertama kali kita ketemu Mas pernah bilang udah resign dari pekerjaan di Riau. Pulang ke sini karena Bapak Mas yang minta. Mas sendiri yang ngomong kita begini, karena Mas enggak mau dijodoh-jodohkan sama Ratna. Jadi, mau nga
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-15
Baca selengkapnya

64. Perjalanan

Dalam tidurnya Sully mendengar suara Wira memanggil. Ia langsung menjawab. Tak tahu itu mimpi atau bukan. Tadi pria itu membuatnya kesal. Dan ia menyadari kalau belakangan Wira memang sering membuatnya kesal. Entah karena apa saja.“Baju kamu … yang mana yang mau dibawa?”Sully mengerjap. Ternyata itu bukan mimpi. Wira sedang berdiri di depan lemari dengan sebuah koper besar. Kenapa pria itu tiba-tiba menanyakan pakaiannya? Ia mengusap pipi dan merapikan rambut.“Baju yang mana aja? Buat apa?” Sully menatap malas koper kecilnya yang teronggok di sebelah lemari. Bajunya tak banyak. Yang lebih banyak itu peralatan makeupnya.“Besok kita berangkat ke Riau,” kata Wira, menghempaskan dirinya di tepi ranjang seraya membaringkan koper. Lalu mengambil beberapa lembar kemeja dan meletakkannya ke koper. “Ayo, cepat sini. Biar Mas susun,” katanya.“Aku dibawa? Ini pasti karena Bapak, kan? Bukan karena Mas yang mau bawa aku,” kata Sully.“Bukan karena siapa-siapa,” jawab Wira, memutar tubuhnya me
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

65. Pak Wira

Dari terminal, Wira dan Sully menumpangi taksi menuju bandara. Sully melenggang dengan ceria di sebelah Wira yang menyeret koper dan menyandang ransel. Setelah terbangun dari tidurnya tadi, Sully seakan lupa kalau sepanjang jalan ia telah bersandar di bahu Wira dan memeluk lengan pria itu. Kini ia berjalan sambil mengetik di ponselnya. Membalas pesan Oky yang menanyakan kabar dan sedang apa ia saat itu. Sully tak mengatakan soal Riau pada Oky. Entah kenapa, dia malu kalau sampai Oky mengetahui ia mengikuti Wira sampai ke Riau. “Mas, perjalanannya berapa lama lagi?” Sully menyentuh lutut Wira yang duduk berdampingan dengannya. “Sampai di bandara sana, kita perjalanan darat lagi hampir tiga jam. Kamu capek?” Wira memandang wajah Sully yang begitu dekat dengannya. Sully bertanya tapi melempar tatapan ke tempat lain saat Wira menjawab. Di ruang tunggu yang bermandikan cahaya matahari, Sully terlihat semakin cantik. Rambut cokelatnya digerai, kaus lengan panjang hitam dengan jeans dan se
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-17
Baca selengkapnya

66. Keahlian Sully

“Ada yang datang,” kata Sully, memandang Wira. “Tunggu di sini. Mungkin itu Bu Emi,” kata Wira keluar kamar. Wira keluar menuju teras dan menutup pintu di belakangnya. Dugaannya benar. Wanita yang mengucapkan salam tadi adalah Bu Emi, wanita yang biasa memasak dan membersihkan rumah dinas yang ditempatinya selama ini. Wanita itu juga adalah ibu kandung Ira. “Ya, Bu? Ada apa? Mari duduk dulu,” ajak Wira, menunjuk dua kursi besi bercat putih di teras. “Ternyata memang benar Pak Wira. Saya tadi lihat ada taksi bandara baru keluar.” Bu Emi menaiki dua undakan dan duduk di salah satu kursi. “Iya, saya baru sampai,” kata Wira. “Bagaimana, Bu? Sudah bertemu dengan Pak Asman?” tanya Wira sedikit penasaran dengan keperluan wanita itu. Kalau Bu Emi sudah bertemu dengan Pak Asman, wanita itu pasti sudah tahu kalau besok ia sudah bisa mulai bekerja seperti biasa lagi di sana. Namun sepertinya Bu Emi punya keperluan berbeda sore itu. “Saya kira Pak Wira enggak balik ke sini lagi. Belakangan s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-18
Baca selengkapnya

67. Gairah dan Amarah

Wira berdiri membelakangi lemari yang terbuka dengan wajah penuh kewaspadaan. Ia sudah hafal dengan kilat jahil di mata Sully. Wanita itu sedang bosan dan ingin menggodanya. Sully menahan senyum yang mencurigakan. Ia sendiri tak yakin kalau Sully menggodanya kali ini remnya tetap sepakem sebelum-sebelumnya. Tidak ada bapaknya. Rumah itu kosong dan berjarak lebih dari tiga puluh meter dengan dua rumah lainnya. Salah satu alasan ia tak mau Sully ikut dengannya.“Mau mandi, kan? Ini pakaiannya sudah Mas susun ke lemari. Kamu bisa mandi sekarang,” kata Wira dengan nada setenang mungkin. Sully membuat mimik wajah berpikir seraya mengerucutkan mulut. Sully masih cantik meski wajahnya terlihat lelah, batin Wira.“Aku nanya …. Mas jangan mengalihkan pembicaraan. Kalau aku punya keahlian lain gimana? Enggak harus ahli memasak, kan?” Sully menghentikan langkah setelah jari kakinya menyentuh kaki Wira. Ia mendongak melihat wajah pria itu. Wira sudah membuka jaketnya dan menyisakan kaus oblong. B
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-18
Baca selengkapnya

68. Sebuah Harga

Wira duduk di tepi ranjang dan meraup wajahnya dengan kalut. Apa ia memang keterlaluan? Tidakkah Sully paham kalau yang mereka rasakan mungkin hanya gejolak sesaat karena terlalu sering bersama? Apa Sully pernah bertanya pada dirinya sendiri soal apa yang ia rasakan terhadapnya? Apa Sully menyayanginya? Mencintainya?Sedangkan ia sendiri? Apa yang dirasakannya terhadap Sully? Apa ia menyukai Sully karena wanita itu memang cantik? Apa ia menginginkan Sully karena wanita itu adalah wanita pertama yang berani menyentuhnya? Apa ia menyayangi Sully karena wanita itu membutuhkan perlindungan?Sully selesai mandi dan mengambil pakaiannya dari lemari tanpa memandang Wira. Untungnya sebuah handuk yang tadi dipakai Wira usai mencuci muka masih tersangkut di belakang pintu kamar mandi. Sully merasa sedikit tertolong karena tak perlu berteriak meminta Wira mengambil handuk untuknya.“Lis,” panggil Wira saat Sully duduk di depan meja rias menyisir rambutnya. Wanita itu tidak menjawab dan raut waja
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-18
Baca selengkapnya

69. Kunci Semua Pintu

Wira berdiri dari kursi dan menghampiri Sully ke bak cuci piring. “Lis ….” Ia berdiri selangkah di belakang Sully.“Jangan pegang-pegang aku,” potong Sully sebelum Wira menyelesaikan ucapannya. “Mulai sekarang anggap aku enggak ada aja. Oh, ya … itu ada nasi bisa ambil sendiri. Di rumah ini enggak ada bapak mertua yang perasaannya harus aku jaga. Di sini aku enggak punya keharusan melayani suami.” Sully meletakkan alat makan yang baru dicucinya ke rak piring kecil, lalu berbalik meninggalkan Wira di dapur.Wira menatap punggung Sully yang meninggalkannya. Ia tak menyangka semua jadi terasa rumit dan sulit.Apa kalau ia mengatakan kalau ia terlalu menyayangi Sully sampai tidak tega membawa wanita itu berakhir di desa Girilayang, Sully akan berhenti marah padanya?Apa kalau ia memberitahu Sully bahwa ia mendatangi perkebunan itu untuk mengambil keputusan besar yang akan melepaskan semua yang dimiliki di sana dan akan memulai kembali dari nol di desa, wanita itu akan mau mendampinginya?
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-19
Baca selengkapnya

70. Istri Pak Wira

Wira menunggu Sully menjawab pertanyaannya. Namun, entah karena Sully terlalu lelah atau belum memiliki jawaban untuk itu, napas wanita itu sudah mengembus teratur. Sully meninggalkannya tidur. Ia mengatur ulang bantalnya dan berbaring menghadap punggung Sully. Di tempat yang berbeda, ia kembali tidur di sebelah wanita yang belum lama dikenalnya. Yang orang tuanya entah di mana, yang entah memiliki masalah apa hingga harus berlari sebegitu jauh dan bertemu dengannya. Wanita yang meletakkan sebuah kepercayaan besar untuk mengikutinya sedemikian jauh ke perkebunan itu. Sully bisa tertidur nyenyak di sebelahnya pasti karena keyakinan bahwa ia tidak akan melukai dan tidak akan melakukan sesuatu yang buruk. Jadi … apa adil bagi Sully kalau ia memanfaatkan situasi? Khususnya memanfaatkan ketidakstabilan emosional Sully saat ini? Wira menghela napas panjang. Tangannya lalu terulur menyentuh ujung rambut Sully dan merapikannya. “Semua karena Mas sayang kamu, Lis.” Bisikan Wira nyaris tak t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
29
DMCA.com Protection Status