Wira duduk di tepi ranjang dan meraup wajahnya dengan kalut. Apa ia memang keterlaluan? Tidakkah Sully paham kalau yang mereka rasakan mungkin hanya gejolak sesaat karena terlalu sering bersama? Apa Sully pernah bertanya pada dirinya sendiri soal apa yang ia rasakan terhadapnya? Apa Sully menyayanginya? Mencintainya?Sedangkan ia sendiri? Apa yang dirasakannya terhadap Sully? Apa ia menyukai Sully karena wanita itu memang cantik? Apa ia menginginkan Sully karena wanita itu adalah wanita pertama yang berani menyentuhnya? Apa ia menyayangi Sully karena wanita itu membutuhkan perlindungan?Sully selesai mandi dan mengambil pakaiannya dari lemari tanpa memandang Wira. Untungnya sebuah handuk yang tadi dipakai Wira usai mencuci muka masih tersangkut di belakang pintu kamar mandi. Sully merasa sedikit tertolong karena tak perlu berteriak meminta Wira mengambil handuk untuknya.“Lis,” panggil Wira saat Sully duduk di depan meja rias menyisir rambutnya. Wanita itu tidak menjawab dan raut waja
Wira berdiri dari kursi dan menghampiri Sully ke bak cuci piring. “Lis ….” Ia berdiri selangkah di belakang Sully.“Jangan pegang-pegang aku,” potong Sully sebelum Wira menyelesaikan ucapannya. “Mulai sekarang anggap aku enggak ada aja. Oh, ya … itu ada nasi bisa ambil sendiri. Di rumah ini enggak ada bapak mertua yang perasaannya harus aku jaga. Di sini aku enggak punya keharusan melayani suami.” Sully meletakkan alat makan yang baru dicucinya ke rak piring kecil, lalu berbalik meninggalkan Wira di dapur.Wira menatap punggung Sully yang meninggalkannya. Ia tak menyangka semua jadi terasa rumit dan sulit.Apa kalau ia mengatakan kalau ia terlalu menyayangi Sully sampai tidak tega membawa wanita itu berakhir di desa Girilayang, Sully akan berhenti marah padanya?Apa kalau ia memberitahu Sully bahwa ia mendatangi perkebunan itu untuk mengambil keputusan besar yang akan melepaskan semua yang dimiliki di sana dan akan memulai kembali dari nol di desa, wanita itu akan mau mendampinginya?
Wira menunggu Sully menjawab pertanyaannya. Namun, entah karena Sully terlalu lelah atau belum memiliki jawaban untuk itu, napas wanita itu sudah mengembus teratur. Sully meninggalkannya tidur. Ia mengatur ulang bantalnya dan berbaring menghadap punggung Sully. Di tempat yang berbeda, ia kembali tidur di sebelah wanita yang belum lama dikenalnya. Yang orang tuanya entah di mana, yang entah memiliki masalah apa hingga harus berlari sebegitu jauh dan bertemu dengannya. Wanita yang meletakkan sebuah kepercayaan besar untuk mengikutinya sedemikian jauh ke perkebunan itu. Sully bisa tertidur nyenyak di sebelahnya pasti karena keyakinan bahwa ia tidak akan melukai dan tidak akan melakukan sesuatu yang buruk. Jadi … apa adil bagi Sully kalau ia memanfaatkan situasi? Khususnya memanfaatkan ketidakstabilan emosional Sully saat ini? Wira menghela napas panjang. Tangannya lalu terulur menyentuh ujung rambut Sully dan merapikannya. “Semua karena Mas sayang kamu, Lis.” Bisikan Wira nyaris tak t
“Maaf kalau ganggu tidurnya,” kata Bu Emi pada Sully dengan tangan masih berada di pegangan pintu.Sully meregangkan tubuh dengan mengangkat satu tangan dan tangan lainnya masih memegangi selimut. “Enggak apa-apa, Bu. Ibu masak apa hari ini?”“Masak opor ayam kampung kesukaan Pak Wira,” jawab Bu Emi.“Saya juga suka. Berarti itu masaknya buat saya juga, kan? Bukan buat Pak Wira aja,” kata Sully.Bu Emi tidak menjawab perkataan itu. “Saya permisi ke belakang, Bu,” katanya.Sully menggeleng seraya berdecak. “Luar biasa. Memang luar biasa. Enggak ada sikap ramah sama sekali.” Sully bangkit dari ranjang dan berpakaian sebelum keluar kamar. Sebelum masuk ke kamar mandi, ia melihat Bu Emi merapikan meja makan dan membersihkan seluruh permukaan kitchen set.Selesai mandi Sully berdandan dan membubuhkan makeup tipis yang membuat wajahnya terlihat segar dan jauh dari bayang-bayang dark circle kurang tidur. Pagi itu ia tidak membuat ujung rambutnya ikal. Melainkan meluruskan rambutnya menggunak
Lewat tengah hari, Ira pamit pada ibunya untuk pulang lebih dulu. Bukan pamit pada Sully. Sampai di situ, Sully masih berpikiran positif kalau keberadaan Ira di sana memang untuk membantu ibunya dan yang bekerja resmi hanyalah Bu Emi. Tak masalah, pikir Sully. Lalu, Pak Asman datang melalui pintu belakang. Sully di ruang tengah sedang mengotak-atik channel televisi yang semuanya buram tidak jelas. Tidak jelas. Sama seperti hubungannya dengan Wira. Sully mengembuskan napas dan mencampakkan remote televisi. Ucapan Ira tadi terus terngiang-ngiang. Apa wanita itu memang bertelepon dengan Wira? Kenapa begitu lugas? Kenapa wanita itu tidak segan sedikit pun padanya? Apa Wira sudah mengatakan kalau pernikahan mereka bukan pernikahan pada lazimnya? Sully merasa matanya kembali memanas. Tak lama Sully mendengar suara Bu Emi berpamitan pada Pak Asman. Kali ini ia menegakkan tubuh. “Keterlaluan. Ibu dan anak sama aja. Padahal katanya dibayar profesional buat kerja di sini.” Sully berdiri menuj
Pagi hari sebelum Sully lari meninggalkan rumah. Wira tiba di kantor lebih pagi dari waktu rapat yang sudah dijadwalkan. Ia berniat masuk ke ruangannya dan melihat dokumen-dokumen penting yang disimpan dalam brankas. Sejam lebih lamanya Wira mengecek semua dokumen dan kelengkapannya sebelum bangkit menuju ruang Direktur Utama yang berukuran nyaris sama dengan ruangannya. Pak Martin sudah duduk di balik meja dan seketika mendongak saat Wira melangkah masuk. “Surprise sekali,” kata pria itu dengan senyum lebar. “Ambil cuti panjang dan kembali dengan membawa istri. Padahal selama di sini tidak ada tanda-tanda akan menikah dalam jangka waktu dekat.” Ia mengulurkan tangan pada Wira hendak memberi selamat. Wira tersenyum seraya menyambut tangan Pak Martin. Ia menempati kursi di seberang atasannya. “Perwakilan Dewan Komisaris juga akan datang, kan?” tanya Wira. “Mungkin sebentar lagi sampai. Grace baru saja menghubungi saya kalau dia bakal sedikit terlambat. Kita bisa mulai lebih dulu. T
Wira berbalik dan meletakkan setumpuk map yang dibawanya di tembok batu yang membingkai teras belakang. Kantor perkebunan itu berupa bangunan rumah lama yang hampir keseluruhan halamannya ditumbuhi macam-macam tanaman. Kalau siang, bagian teras belakang kantor itu cukup teduh dengan kehadiran sebuah pohon rambutan. Lain halnya kalau malam hari. Suasana di sekitar tempat itu terbilang cukup mencekam. Kalau seluruh lampu bagian luar kantor dipadamkan, tempat itu gelap gulita menyerupai hutan.“Mas dijodohin, ya?” tanya Ira tanpa tedeng aling-aling. “Waktu Mas pergi dari sini, Mas bilang ada urusan penting. Urusan pentingnya dikenalin sama calon istri?”Wira diam saja mencermati perkataan Ira. Hampir seharian mendengar dan berbicara di ruang rapat, membuat Wira sedikit bosan dan teramat letih.“Kenapa Mas enggak ngomong apa-apa ke aku? Mas tiba-tiba ninggalin aku gitu aja.” Ira mulai terisak.Wira bergeming.“Aku perlu penjelasan—”“Jangan nangis. Nanti kalau ada yang lihat orang bisa mik
“Sulis … ke mana?” gumam Wira, kembali menghubungi ponsel Sully. Walau memang terkesan sia-sia karena ia sudah bisa menebak kalau Sully tak akan menjawab panggilan, tapi mendengar nada tunggu di seberang sedikit membuat perasaannya tenang. Wira kembali masuk ke mobil dan berbelok ke kanan. Kalau mau pergi dari tempat itu, Sully pasti menuju ke arah mereka datang pertama kali. Mengingat rentang waktu dari suara hempasan pagar dan Sully kembali ke rumah mengambil tasnya, Wira memperkirakan kalau wanita itu belum pergi terlalu jauh. Suasana di perkebunan tidak pernah ramai. Pada akhir minggu, pegawai yang bukan merupakan penduduk asli, lebih memilih menghabiskan sehari dua hari dengan pergi ke kota. Sedangkan para pegawai yang merupakan penduduk asli sekitar sana, biasanya lebih memilih di rumah melakukan kesibukannya. Atau jika mereka bepergian, jaraknya pun tidak terlalu jauh. Rumah yang letaknya berjauhan dan jalanan yang gelap, membuat orang menghindari aktifitas di luar pada malam
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak