Semua Bab Istri Nakal Mas Petani: Bab 141 - Bab 150

281 Bab

141. Tidak Ada Apa-apa

Sebenarnya Sully juga tak tahu harus menjemput Oky ke mana. Pagi itu ia buru-buru ke rumah Pretty hanya untuk menyampaikan kabar kalau Oky akan tiba. Bagaimana pun, awalnya Pretty lebih dekat dengan Oky ketimbang dirinya. Hingga saat mendengar kembalinya Oky ke desa itu, tak heran kalau Pretty sangat antusias.“Mbak Oky minta dijemput?” Pretty bertanya untuk kesekian kalinya. Padahal Sully sudah mengatakan kalau mereka bisa duduk dan menunggu saja. Namun, Pretty bergegas mandi dan memanaskan mesin sepeda motornya.“Kita bisa tunggu di sini aja. Keluar desa, kan, terlalu jauh. Enggak mungkin kita cuma naik motor. Oky juga enggak minta dijemput.” Sully duduk di teras Pretty dengan kaki terjulur ke bawah. “Oky naik mobil sewaan,” tambah Sully.“Kita udah lama enggak jalan-jalan, Mbak. Sekalian aja keliling sebentar, terus ke pintu masuk desa. Ayo, naik. Motorku udah diperbaiki Bapak. Enggak akan mogok lagi.” Pretty sangat bersemangat. Gadis itu sudah duduk di motor dan menepuk boncengan.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-05
Baca selengkapnya

142. Menuju Perang Dingin

Hari yang melelahkan dan ia baru saja berbaikan dengan Sully. Ketika sorot matanya bertemu dengan wanita itu di ambang pintu, saat itu juga ia menyadari bahwa perseteruan di antara mereka kembali memanas. Ditambah dengan kehadiran Oky di dekat Sully. Wira merasa kekuatan wanita itu untuk bertengkar dengannya pasti meningkat dua kali lipat.Masalah kemarin malam belum selesai juga, pikir Wira. Oky yang dari ekspresinya terlihat belum mengerti duduk persoalan pun jelas tak membantu. Alih-alih mengajak Oky bicara, kelelahan membuat Wira merasa harus menahan ucapannya.“Mas mandi dulu,” ucap Wira dengan tatapan masih tertuju pada Sully. Berharap kalau wanita itu mau mengikutinya ke kamar tanpa ia perlu mengatakan hal lain di depan Oky.“Silakan mandi,” jawab Sully tanpa menoleh.Terpikir untuk menggandeng Sully dan membawanya ke kamar untuk bicara, tapi mempertimbangkan reaksi Sully yang bisa saja histeris atau menyentak tangannya, Wira kemudian hanya mengangguk samar. Ia berlalu dari dap
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

143. Oky Semakin Heran

Harus berapa lama lagi menyembunyikan hubungan mereka dari Oky? Wanita itu hanya teman dekat Sully. Dan Sully adalah istrinya. Hubungan mereka jauh lebih penting. Dan juga, tak ada alasan menyembunyikan hubungan mereka dari Oky. Apa Sully malu memiliki suami seorang pria biasa-biasa saja yang berasal dari pelosok desa?Wira mengeratkan pegangannya pada tangan Sully sambil berusaha tak melepas kontak mata mereka. Mencoba meyakinkan Sully bahwa tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Tak ada hal yang perlu disembunyikan lagi. Namun, sentakan tangan Sully yang juga semakin kuat di bawah meja, membuat Wira terhenyak. Ia melepaskan tangan wanita itu.“Katanya mau makan,” ucap Sully, ikut terkejut karena Wira melepaskan tangannya. Ternyata mengira pria itu mencoba menahannya lebih lama adalah hal salah.“Iya. Memang mau makan,” sahut Wira, mengalihkan perhatiannya pada dua piring yang belum terpakai dan mulai menyendok nasi ke piringnya. “Sepertinya hari ini Mbak Ajeng masak enak, ya?” U
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

144. Masalah Yang Sebenarnya

“Pssst! Lis!” panggil Oky, melambaikan tangan dari pintu belakang. Suara itu membuat Sully dan Wira serentak menoleh ke belakang. Sully spontan melompat dari pangkuan Wira. “Eh, ya!” sahut Sully, merapikan pakaiannya di bawah tatapan Wira. “Mbak Oky belum tahu juga?” tanya Wira, melirik Oky yang masih melambaikan tangan memanggil Sully. “Jangan banyak rahasia, Lis ….” “Nanti pasti aku kasih tahu. Enggak sekarang. Mas juga masih banyak hutang penjelasan denganku. Soal proyek itu. Kita masih sama-sama punya banyak rahasia. Aku ngomong sama Oky dulu. Mas enggak enggak boleh pergi buat takik.” Mulut Sully nyaris tidak terbuka saat menunduk dan berbicara. Wira menahan lengan Sully. “Soal proyek apa? Enggak ada yang Mas rahasiakan. Kamu bisa lihat sendiri waktu datang ke sana kemarin.” Sully mengerling Oky sedetik, kemudian tatapannya kembali pada Wira. “Aku enggak tahu itu proyek siapa dan apa hubungan Mas dengan proyek itu. Mas pasti ada ngerjain sesuatu yang bikin Pak Effendi itu mar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

145. Rasa Bersalah

Beberapa saat sebelum Wira pergi bersama Hendro untuk membuat takik. Sully menghampiri Oky di pintu belakang.“Kamu ada apa, sih, sama Mas itu? Kamu ngerayu Mas itu, Sul? Kamu buat kaya gitu bukan karena mau tinggal gratis selamanya di sini, kan? Aku memang pernah ngomong ke kamu kalau Mas itu baik dan ganteng. Tapi kalau Mas itu bukan tipe kamu, kamu enggak harus memaksakan diri, kok. Kita masih bisa cari cara lain buat tinggal di tempat lain dan bayar kontrakan. Atau kalau kamu mau ngembaliin uang Bu Kapolda juga pasti bisa. Ini hanya soal perkara waktu.”Oky sudah menyeret Sully sampai ke depan pintu kamar yang ditempatinya saat mengatakan hal itu. Suaranya hampir setengah berbisik dengan bola mata yang bergerak ke sana kemari karena khawatir ada yang mendengar.“Itu enggak seperti yang kamu lihat,” ucap Sully pelan seraya melepaskan tangan Oky dari pergelangannya.“Jadi … kamu memang naksir sama Mas itu? Udah jadian? Sejak kapan?”“Kita bisa ngomongin itu nanti aja? Aku janji baka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-03
Baca selengkapnya

146. Rentetan Masalah

“Mas itu udah pulang. Kamu enggak pulang?” Tatapan Oky serentak bersama Pretty. Sama-sama mengikuti sosok Hendro si kulit sawo matang yang kembali melintas usai mengantar Wira.Pertanyaan Oky membuat Sully harus berpura-pura tertarik pada bunga kembang sepatu yang tumbuh di samping teras. “Ngapain? Entar aja, ah. Bosan di rumah terus.” Dan ia harus bertahan hampir satu jam ke depan untuk mengaburkan perkiraan Oky bahwa ia mengejar Wira ke dalam rumah.“Udah sore … aku pulang duluan, ya.” Sully mengenakan sandalnya buru-buru.“Aku jug—” “Kamu jangan sekarang. Mau mandi di kamar mandi aku, kan? Kalau iya kamu harus sabar nunggu aku selesai mandi. Aku duluan.” Sully mengedipkan mata dan melesat kembali ke rumah Pak Gagah.Di halaman rumah, Sully bertemu dengan Pak Gagah yang kedua tangannya belepotan. “Bagus sudah selesai mandi,” kata Pak Gagah.“Ini Lis mau masuk ketemu Mas,” sahut Sully pelan.“Kacang tanahnya sebentar lagi bisa dipanen, Lis. Kamu harus lihat,” ucap Pak Gagah.“Iya, P
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-04
Baca selengkapnya

147. Kecelakaan dan Kebakaran

Tak ada waktu untuk memberi pengertian pada Hendro soal tujuan pelaku sabotase malam itu. Wira merasa bahwa salahnya juga karena kejadian tengah malam bersama Saptono tempo hari tak pernah mereka ceritakan pada Hendro. Dan malam itu, Wira harus cepat memutuskan. Melerai Hendro dari pergumulan bersama suruhan Pak Effendi atau meninggalkan pemuda itu untuk segera menyelamatkan dokumen penting yang sesaat lagi pasti habis dilalap api.Sepeda motor Hendro tergeletak tak jauh dari mereka. Rodanya bahkan belum berhenti berputar sejak bagian samping kendaraan itu jatuh menyentuh tanah. Cahaya lampu dari motor yang masih menyala, membuat Wira bisa melihat dengan jelas wajah-wajah marah yang saling tindih dan melayangkan pukulan membabi buta.“Siapa namamu? Siapa?!” Hendro memekik dari sela-sela napasnya yang terengah. Karena sesaat yang lalu Wira menyingkirkan bobot seorang pria dewasa dari atas tubuh Hendro, kini pemuda itu gantian menghempaskan tubuh ke lawannya.“Sudah! Ayo!” Wira sudah ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-06
Baca selengkapnya

148. Kabar Yang Tak Tersampaikan

Sepeninggal Wira bersama Hendro sore tadi, Sully melakukan banyak hal sederhana untuk menyibukkan dirinya. Ia membongkar dan menyusun kembali alat kosmetiknya ke dalam kotak. Ia mencuci sedikit pakaian yang berada di kamar mandi belakang. Ia bahkan menyapu dan mengepel seluruh penjuru rumah Pak Gagah. Bukan hanya untuk membunuh waktu selama kepergian Wira, tapi juga dalam usaha menghindari Oky yang masih menuntut jawaban darinya. "Mas Wira ke mana?""Apa yang kebakaran? Proyek yang katanya punya Mas Wira itu?""Kenapa muka kamu jadi serius banget, sih? Pak Gagah juga kayanya menyimpan sesuatu.”“Apa cuma aku aja yang enggak tahu apa-apa di rumah ini? Sebenarnya ada, Lis?” Pertanyaan semacam itu mengikuti Sully sepanjang sore ke malam. Sully berusaha mengabaikan Oky karena pikirannya masih terfokus mengkhawatirkan Wira dan menerka-nerka seberapa besar masalah yang sedang dihadapi pria itu. Dan tiap kali Sully memikirkan itu, semuanya hanya berujung pada kenyataan bahwa ia tidak cukup
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-08
Baca selengkapnya

149. Hati Yang Lelah

Sejak tiba di Desa Girilayang beberapa hari yang lalu, Oky sudah merasa ada sesuatu yang berbeda antara Sully dan Wira. Keduanya memang berbeda sejak ia meninggalkan sepasang manusia itu beberapa waktu yang lalu. Terlebih Sully. Sahabatnya itu menjadi sangat serius. Sully mudah tersinggung dan sering khawatir dengan hal-hal kecil.Dari mulai ia melihat Wira dan Sully bertukar pandang di dapur, lalu melihat Sully duduk di pangkuan Wira saat keduanya berada di halaman belakang, sampai dengan saat ia melihat Sully berpesan pada Wira sesaat sebelum pria itu pergi bersama Hendro. Pesan Sully bukan pesan basa-basi. Ada kekhawatiran mendalam saat sahabatnya itu berbicara.Dan malam itu, ia kembali melihat bagaimana Sully berteriak-teriak sambil memegangi lengan Pak Gagah. Selama ditinggalkan kembali ke kampung halaman, hubungan Sully dan Pak Gagah telah menjelma menjadi hubungan mertua-menantu seperti lumrahnya.Kabar tak mengenakkan yang mereka dapat dari Subardi tadi membuat seisi rumah te
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-09
Baca selengkapnya

150. Patah Hati Yang Sebenarnya

Semua yang terjadi malam itu bagai sebuah mimpi bagi Wira. Sangat cepat dan tak pernah terpikir olehnya. Baru saja proyek itu ia tinggalkan kemarin sore dengan keadaan utuh dan baik-baik saja. Tapi tak sampai 24 jam sesudah itu, bagian atap gudang sudah dijilat api. Benar-benar di luar dugaannya. Ia yang naif tak menyangka kalau situasi persaingannya dengan Pak Effendi sampai seserius itu.Ya. Wira sudah tahu ke mana kecurigaannya harus ia arahkan. Siapa lagi penyebab kebakaran itu kalau bukan Pak Effendi yang marah padanya. Masalahnya adalah bagaimana ia bisa membuktikan bahwa pria itu memang turut andil dalam kejadian itu? Akan sulit membuktikannya. Terlebih ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau seorang pria lugu diupahi untuk membawa alkohol ke dalam gudang. Pelaporan saat itu juga mungkin hanya akan membuat pria lugu itu berakhir di penjara dengan orang-orang yang menyuruhnya tetap bebas berkeliaran karena berhasil menyudutkan si kaki tangan.Sebelum Saptono menghambur ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
29
DMCA.com Protection Status