Harus berapa lama lagi menyembunyikan hubungan mereka dari Oky? Wanita itu hanya teman dekat Sully. Dan Sully adalah istrinya. Hubungan mereka jauh lebih penting. Dan juga, tak ada alasan menyembunyikan hubungan mereka dari Oky. Apa Sully malu memiliki suami seorang pria biasa-biasa saja yang berasal dari pelosok desa?Wira mengeratkan pegangannya pada tangan Sully sambil berusaha tak melepas kontak mata mereka. Mencoba meyakinkan Sully bahwa tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Tak ada hal yang perlu disembunyikan lagi. Namun, sentakan tangan Sully yang juga semakin kuat di bawah meja, membuat Wira terhenyak. Ia melepaskan tangan wanita itu.“Katanya mau makan,” ucap Sully, ikut terkejut karena Wira melepaskan tangannya. Ternyata mengira pria itu mencoba menahannya lebih lama adalah hal salah.“Iya. Memang mau makan,” sahut Wira, mengalihkan perhatiannya pada dua piring yang belum terpakai dan mulai menyendok nasi ke piringnya. “Sepertinya hari ini Mbak Ajeng masak enak, ya?” U
“Pssst! Lis!” panggil Oky, melambaikan tangan dari pintu belakang. Suara itu membuat Sully dan Wira serentak menoleh ke belakang. Sully spontan melompat dari pangkuan Wira. “Eh, ya!” sahut Sully, merapikan pakaiannya di bawah tatapan Wira. “Mbak Oky belum tahu juga?” tanya Wira, melirik Oky yang masih melambaikan tangan memanggil Sully. “Jangan banyak rahasia, Lis ….” “Nanti pasti aku kasih tahu. Enggak sekarang. Mas juga masih banyak hutang penjelasan denganku. Soal proyek itu. Kita masih sama-sama punya banyak rahasia. Aku ngomong sama Oky dulu. Mas enggak enggak boleh pergi buat takik.” Mulut Sully nyaris tidak terbuka saat menunduk dan berbicara. Wira menahan lengan Sully. “Soal proyek apa? Enggak ada yang Mas rahasiakan. Kamu bisa lihat sendiri waktu datang ke sana kemarin.” Sully mengerling Oky sedetik, kemudian tatapannya kembali pada Wira. “Aku enggak tahu itu proyek siapa dan apa hubungan Mas dengan proyek itu. Mas pasti ada ngerjain sesuatu yang bikin Pak Effendi itu mar
Beberapa saat sebelum Wira pergi bersama Hendro untuk membuat takik. Sully menghampiri Oky di pintu belakang.“Kamu ada apa, sih, sama Mas itu? Kamu ngerayu Mas itu, Sul? Kamu buat kaya gitu bukan karena mau tinggal gratis selamanya di sini, kan? Aku memang pernah ngomong ke kamu kalau Mas itu baik dan ganteng. Tapi kalau Mas itu bukan tipe kamu, kamu enggak harus memaksakan diri, kok. Kita masih bisa cari cara lain buat tinggal di tempat lain dan bayar kontrakan. Atau kalau kamu mau ngembaliin uang Bu Kapolda juga pasti bisa. Ini hanya soal perkara waktu.”Oky sudah menyeret Sully sampai ke depan pintu kamar yang ditempatinya saat mengatakan hal itu. Suaranya hampir setengah berbisik dengan bola mata yang bergerak ke sana kemari karena khawatir ada yang mendengar.“Itu enggak seperti yang kamu lihat,” ucap Sully pelan seraya melepaskan tangan Oky dari pergelangannya.“Jadi … kamu memang naksir sama Mas itu? Udah jadian? Sejak kapan?”“Kita bisa ngomongin itu nanti aja? Aku janji baka
“Mas itu udah pulang. Kamu enggak pulang?” Tatapan Oky serentak bersama Pretty. Sama-sama mengikuti sosok Hendro si kulit sawo matang yang kembali melintas usai mengantar Wira.Pertanyaan Oky membuat Sully harus berpura-pura tertarik pada bunga kembang sepatu yang tumbuh di samping teras. “Ngapain? Entar aja, ah. Bosan di rumah terus.” Dan ia harus bertahan hampir satu jam ke depan untuk mengaburkan perkiraan Oky bahwa ia mengejar Wira ke dalam rumah.“Udah sore … aku pulang duluan, ya.” Sully mengenakan sandalnya buru-buru.“Aku jug—” “Kamu jangan sekarang. Mau mandi di kamar mandi aku, kan? Kalau iya kamu harus sabar nunggu aku selesai mandi. Aku duluan.” Sully mengedipkan mata dan melesat kembali ke rumah Pak Gagah.Di halaman rumah, Sully bertemu dengan Pak Gagah yang kedua tangannya belepotan. “Bagus sudah selesai mandi,” kata Pak Gagah.“Ini Lis mau masuk ketemu Mas,” sahut Sully pelan.“Kacang tanahnya sebentar lagi bisa dipanen, Lis. Kamu harus lihat,” ucap Pak Gagah.“Iya, P
Tak ada waktu untuk memberi pengertian pada Hendro soal tujuan pelaku sabotase malam itu. Wira merasa bahwa salahnya juga karena kejadian tengah malam bersama Saptono tempo hari tak pernah mereka ceritakan pada Hendro. Dan malam itu, Wira harus cepat memutuskan. Melerai Hendro dari pergumulan bersama suruhan Pak Effendi atau meninggalkan pemuda itu untuk segera menyelamatkan dokumen penting yang sesaat lagi pasti habis dilalap api.Sepeda motor Hendro tergeletak tak jauh dari mereka. Rodanya bahkan belum berhenti berputar sejak bagian samping kendaraan itu jatuh menyentuh tanah. Cahaya lampu dari motor yang masih menyala, membuat Wira bisa melihat dengan jelas wajah-wajah marah yang saling tindih dan melayangkan pukulan membabi buta.“Siapa namamu? Siapa?!” Hendro memekik dari sela-sela napasnya yang terengah. Karena sesaat yang lalu Wira menyingkirkan bobot seorang pria dewasa dari atas tubuh Hendro, kini pemuda itu gantian menghempaskan tubuh ke lawannya.“Sudah! Ayo!” Wira sudah ta
Sepeninggal Wira bersama Hendro sore tadi, Sully melakukan banyak hal sederhana untuk menyibukkan dirinya. Ia membongkar dan menyusun kembali alat kosmetiknya ke dalam kotak. Ia mencuci sedikit pakaian yang berada di kamar mandi belakang. Ia bahkan menyapu dan mengepel seluruh penjuru rumah Pak Gagah. Bukan hanya untuk membunuh waktu selama kepergian Wira, tapi juga dalam usaha menghindari Oky yang masih menuntut jawaban darinya. "Mas Wira ke mana?""Apa yang kebakaran? Proyek yang katanya punya Mas Wira itu?""Kenapa muka kamu jadi serius banget, sih? Pak Gagah juga kayanya menyimpan sesuatu.”“Apa cuma aku aja yang enggak tahu apa-apa di rumah ini? Sebenarnya ada, Lis?” Pertanyaan semacam itu mengikuti Sully sepanjang sore ke malam. Sully berusaha mengabaikan Oky karena pikirannya masih terfokus mengkhawatirkan Wira dan menerka-nerka seberapa besar masalah yang sedang dihadapi pria itu. Dan tiap kali Sully memikirkan itu, semuanya hanya berujung pada kenyataan bahwa ia tidak cukup
Sejak tiba di Desa Girilayang beberapa hari yang lalu, Oky sudah merasa ada sesuatu yang berbeda antara Sully dan Wira. Keduanya memang berbeda sejak ia meninggalkan sepasang manusia itu beberapa waktu yang lalu. Terlebih Sully. Sahabatnya itu menjadi sangat serius. Sully mudah tersinggung dan sering khawatir dengan hal-hal kecil.Dari mulai ia melihat Wira dan Sully bertukar pandang di dapur, lalu melihat Sully duduk di pangkuan Wira saat keduanya berada di halaman belakang, sampai dengan saat ia melihat Sully berpesan pada Wira sesaat sebelum pria itu pergi bersama Hendro. Pesan Sully bukan pesan basa-basi. Ada kekhawatiran mendalam saat sahabatnya itu berbicara.Dan malam itu, ia kembali melihat bagaimana Sully berteriak-teriak sambil memegangi lengan Pak Gagah. Selama ditinggalkan kembali ke kampung halaman, hubungan Sully dan Pak Gagah telah menjelma menjadi hubungan mertua-menantu seperti lumrahnya.Kabar tak mengenakkan yang mereka dapat dari Subardi tadi membuat seisi rumah te
Semua yang terjadi malam itu bagai sebuah mimpi bagi Wira. Sangat cepat dan tak pernah terpikir olehnya. Baru saja proyek itu ia tinggalkan kemarin sore dengan keadaan utuh dan baik-baik saja. Tapi tak sampai 24 jam sesudah itu, bagian atap gudang sudah dijilat api. Benar-benar di luar dugaannya. Ia yang naif tak menyangka kalau situasi persaingannya dengan Pak Effendi sampai seserius itu.Ya. Wira sudah tahu ke mana kecurigaannya harus ia arahkan. Siapa lagi penyebab kebakaran itu kalau bukan Pak Effendi yang marah padanya. Masalahnya adalah bagaimana ia bisa membuktikan bahwa pria itu memang turut andil dalam kejadian itu? Akan sulit membuktikannya. Terlebih ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau seorang pria lugu diupahi untuk membawa alkohol ke dalam gudang. Pelaporan saat itu juga mungkin hanya akan membuat pria lugu itu berakhir di penjara dengan orang-orang yang menyuruhnya tetap bebas berkeliaran karena berhasil menyudutkan si kaki tangan.Sebelum Saptono menghambur ke
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak