Beranda / Romansa / IZINKAN AKU MENDUA / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab IZINKAN AKU MENDUA: Bab 31 - Bab 40

149 Bab

Bab 31. Pelukan yang Menyesakkan

Mobil mewah yang membawaku dan Zayn berhenti tepat di salah satu deretan rumah mewah. Aku tau, ini adalah rumah yang kudatangi waktu itu bersama Ray ketika ia menjemput gadis bernama Nadine dari bandara. Ada sebersit rasa ragu di hatiku setelah membaca deretan pesan dan Ray tadi. Sekali lagi aku melirik pria paruh baya yang masih duduk di kursi depan, mungkin sedang menunggu sang supir membantunya untuk keluar. Lalu sang supir pun terlihat membuka pintu depan mobilnya.“Bukakan pintu untuk Hannan dan putranya dulu. Mereka adalah tamu istimewa kita hari ini. Aku belakangan saja,” perintahnya pada si supir.“Baik, Pak.” Lalu si supir pun beralih ke pintu belakang di mana aku dan Zayn duduk.“Silahkan, Nona,” ucapnya dengan sangat sopan sambil mengulurkan tangannya mempersilahkanku dan Zayn keluar. Naluri keibuanku membuatku mendekap Zayn dan keluar dari mobil dengan menggendongnya.“Panggil Bi Inah, suruh Bi Inah menyambut Hannan,” perintah Pak David lagi pada supirnya. Sementara aku m
Baca selengkapnya

Bab 32. Berbagilah Denganku

“Nadine! Kamu tidak akan menjadi tinggi karena merendahkan orang lain. Om tak suka kamu berbicara seperti itu pada Hannan,” kata Pak David dengan penuh penekanan.“Oh, iya. Aku baru ingat namanya Hannan. Kamu kan yang menemani Ray menjemputku di bandara waktu itu? Kamu dibayar berapa sama Ray, hah?”“Nadine! Kamu sudah keterlaluan! Kamu ... kamu mabuk?” Rayyan tiba-tiba saja mendekati Nadine. Sebenarnya aku pun sedari tadi sudah merasakan aroma tajam alkohol dari gadis itu, tapi aku tak berani untuk menduga-duganya.“Ya Allah, Nadine. Kamu mabuk siang-siang begini? Apa kata Papamu nanti kalau tau kamu begini?”“Aku begini karenamu, Ray. Aku frustasi mencarimu, kamu sepertinya sengaja menghindariku.”“Maka tak perlu mencariku, Nad. Kamu sudah tau bagaiamana keputusanku tentang hubungan kita. Tak ada yang bisa dipertahankan, Nad.”“Tapi aku mencintaimu, Ray. Aku juga sudah meminta maaf atas kesalahanku waktu itu. Mengapa kamu sama sekali tak bisa memaafkanku?”“Aku tak bisa memaafkan se
Baca selengkapnya

Bab 33. Penasaran

PoV Dewi.Suara ketukan di pintu kamarku membuatku terpaksa membuka mataku yang masih terasa berat.“Non ... Non Dewi!”Aku kembali menggeliat, rasanya tubuhku masih pegal-pegal setelah semalam dan lanjut tadi pagi menjalani aktivitas bersimbah peluh bersama Mas Randy. Namun sepertinya aku memang harus segera bangun dan membersihkan tubuhku karena aku harus segera ke bandara.Aku membelit tubuh polosku dengan selimut, kemudian membuka pintu kamarku dengan malas.“Maaf, Non. Bibi bangunin Non Dewi karena Pak Randy tadi sudah berpesan pada asistennya untuk menyuruh Bibi bangunin Non Dewi jika Non masih tidur.” Bik Sum berdiri di depan pintu kamarku.“Asisten Mas Randy sudah datang, Bik?” tanyaku.“Sudah, Non. Beliau sudah di sini sebelum Pak Randy tadi berangkat. Beliau yang ditugaskan untuk mengantar Non Dewi ke bandara.”“Iya, aku tau, Bik. Mana orangnya?” tanyaku lagi. Namun aku tak menunggu jawaban Bik Sum lagi ketika melihat sesosok tinggi tegap berdiri di ruang tengah. Lelaki yang
Baca selengkapnya

Bab 34. Menjijikkan

PoV Randy.“Kamu tau aku bisa saja memecatmu karena kelancanganmu ini?” bentakku pada Hans setibanya di kantor setelah mengantar Dewi ke bandara.“Maaf, Pak. Saya benar-benar minta maaf,” jawabnya sambil tertunduk.Aku benar-benar merasa kesal setelah mengetahui bahwa asistenku itu bukan hanya mengantar istriku, tapi juga menemani Dewi sarapan sebelum ia terbang ke Jayapura. Padahal tak biasanya Hans seperti ini, ia adalah asisten yang sangat patuh dan teliti dalam bekerja. Itulah yang membuatku merasa cocok dengannya dan tak mengganti posisinya yang dulunya adalah tangan kanan Pak Nugi di perusahaan.Namun yang membuatku sedikit heran adalah Hans sama sekali tak membela diri ataupun memberi alasan ketika aku memarahinya. Ia benar-benar hanya meminta maaf. Padahal menurut Dewi tadi, istrikulah yang memintanya bahkan memaksanya untuk menemaninya sarapan.“Ya sudah. Kembali lah bekerja dan jangan sampai melakukan kesalahan lagi. Aku benar-benar akan memecatmu jika kamu melakukannya seka
Baca selengkapnya

Bab 35. Tangisan Dewi

Darahku mendidih melihat pemandangan menjijikkan di depanku! Dalam keremangan cahaya kamar aku akhirnya bisa melihat jika pria yang berada di bawah tubuh istriku adalah Hans, asistenku. Kurang ajar sekali mereka berdua! Aku pastikan akan memberi pelajaran yang sangat menyakitkan bagi mereka. Segera kucari saklar untuk menyalakan lampu. Tapi, tunggu! Mengapa mereka berdua seolah tak terganggu oleh kehadiranku? Tak mungkin kan mereka tak menyadariku yang melangkah kasar ke dalam kamar tadi.“Kalian biadab!!!” pekikku dengan suara nyaring.Tapi mereka berdua tetap tak saling melepaskan diri. Dewi bahkan semakin liar menggoyangkan pinggulnya di atas Hans. Kali ini kepalaku benar-benar terasa mau pecah melihat semua pemandangan ini. Tunggu, masih ada yang aneh. Kudengar Dewi bergoyang sambil menggumamkan namaku.“Mas Randy ... ah ... Mas Randy ... aku benar-benar mencintaimu,” racaunya. Sedangkan Hans pun melakukan hal yang sama, ia meracau tak karuan di bawah tubuh Dewi sambil sesekali me
Baca selengkapnya

Bab 36. Ingin Melenyapkan Mereka

Aku benar-benar merasa frustasi setelah kejadian memalukan yang terjadi di rumahku. Aku baru saja akan memluai debutku sebagai seorang pengusaha, kontrak yang kudapatkan dengan perusahaan asal China yang dipimpin Pak Chan bisa menjadi modal awal langkahku. Namun Dewi mengacaukan konsentrasiku dengan kelakuan menjijikkannya. Bagaimana nanti jika skandal ini tercium publik? Bisa jadi bukan hanya langkahku yang baru saja hendak maju, namun juga perusahaan Pak Nugi akan terancam. Aku terus memutar otakku tentang apa sebenarnya tujuan dari Ivan, ayah tiri Dewi dengan mencampurkan obat perangsang pada Dewi dan Hans.Bi Sum menemukan bungkus obat saat aku menyuruhnya menggeledah tempat sampah pada malam di mana aku menginterogasi mereka semua. Setelah kuperiksa ternyata itu adalah bubuk obat perangsang dosis tinggi. Pantas saja Dewi begitu panas malam itu. Bahkan di saaat aku menyeretnya kembali ke dalam kamar kami malam itu ia pasrah dan bahkan membalas lebih liar. Padahal aku memperlakukan
Baca selengkapnya

Bab 37. Tak Perlu Melakukannya Lagi

PoV Hannan.“Hai, Jagoan! Kok melamun sendririan?” Aku mendengar suara itu samar-samar ketika sedang membuatkan telur mata sapi untuk sarapan Zayn di dapur. Aku hafal sekali suara bariton itu, suara Ray.Belakangan ini ia sering sekali datang ke rumahku. Entah itu pagi hari dan kemudian memaksa mengantarkanku ke toko roti, atau siang hari tiba-tiba muncul di toko roti membawa berbagai menu makan siang yang cukup untuk semua karyawan toko, atau sore hari di saat waktunya aku pulang kerja dan kemudian memaksaku dan Zayn ikut di mobilnya hingga malam, tak lupa ia akan mengajakku dan Zayn makan malam terlebih dahulu sebelum mengantar kami berdua pulang.Terkadang jika sedang kelelahan, Zayn tertidur di pundaknya dalam dekapannya. Terus terang, hatiku selalu berdesir jika melihat pemandangan seperti itu. Bahkan ayah Zayn sendiri, meskipun dekat dengan anak-anak, namun tak memiliki banyak waktu untuk Zayn bermanja-manja seperti itu padanya. Aku wanita normal, mendapat perhatian seperti itu
Baca selengkapnya

Bab 38. Pasangan Bahagia dan Pasangan Penuh Curiga

Rayyan terus menerus menyunggingkan senyumnya ketika kami mulai berjalan beriringan keluar dari area pemakaman kedua orang tuaku. Aku justru merasa lucu melihatnya selalu tersenyum-senyum seperti itu. Hal itu membuatku tanpa sadar juga ikut tersenyum hingga kami semua kembali ke dalam mobilnya.“Temanin aku ke rumah sakit, ya,” pintanya sambil menghela napas berat. Aku menautkan alisku melihat perubahan ekspresinya.“Ke rumah sakit? Maksud kamu ke Health Hospital?” tanyaku.Ia menoleh padaku sesaat, kemudian menatap tangannya sendiri yang sedang mencengkeram setir mobilnya.“Iya. Bantu aku membereskan ruanganku di lantai 7, ya. Aku harus segera mengosongkan ruangan itu,” ucapnya lagi dengan napas berat.“Membereskan ruangan? Apa maksud kamu, Ray?’” tanyaku makin penasaran. Ingatanku melayang pada ruangan pribadi dr. Rayyan di mana aku menitipkan Zayn di sana saat aku sedang mengunggu Zaid yang sedang dirawat di rumah sakit itu. Aku pun ikut menghela napas berat mengingat semua kejadia
Baca selengkapnya

Bab 39. Meragukan

PoV DewiKejadian sebulan yang lalu di rumahku membuat Mas Randy benar-benar berubah padaku. Sejak kejadian di mana Mas Randy memergokiku sedang berhubungan badan dengan asistennya di kamar kami, ia selalu memperlakukanku dengan kasar. Aku tak berani lagi bermanja-manja padanya sejak kejadian itu, aku justru selalu merasa ketakutan jika ia sedang berada di rumah. Parahnya lagi, ia tak lagi mengizinkanku kembali ke Jayapura, hingga aku merasa sedang terkurung di rumahku sendiri.Aku sungguh tak berani menentangnya, aku takut ia benar-benar nekat dan menghabisi kami semua. Aku tau ia punya watak yang keras, terlebih didikan militernya selama ini semakin membuatnya tak memiliki rasa takut sedikitpun. Aku hanya akan merasa tenang jika ia sedang berangkat bekerja di perusahaan ayahku. Namun sayang, Mas Randy pun kadang pulang ke rumah di siang hari. Ketika Mas Randy pulang, aku selalu kembali merasa ketakutan, karena aku tau ia akan kembali memperlakukanku dengan kasar.Sejak pergumulanku
Baca selengkapnya

Bab 40. Panggilan Sayang

PoV Hannan.Hari ini Rapat Umum Pemegang Saham di Health Hospital diadakan. Memang 3 hari ini Ray tak pernah muncul entah itu di toko roti maupun di rumahku. Ia mengatakan tengah berkonsentrasi dengan bahan pemaparannya di rapat nanti. Rayyan masih menjadi salah satu kandidat calon direktur di sana, dan ia berniat akan terus berjuang meski sebagian besar pemilik saham berada di pihak Pak Bram, Papi Nadine.Pagi ini aku berdandan rapi, aku sudah meminta izin pada Bu Sri untuk libur hari ini. Bu Sri pun mengabulkan, meski aku kadang merasa tak enak dengan rekan-rekanku yang lain karena Bu Sri seolah mengistimewakanku. Ternyata Bu Sri pun mengenal Pak David, ayah Rayyan. Menurutnya, Pak David adalah dokter langganan almarhum suaminya dulu. Pantas saja waktu itu Bu Sri menyuruhku ikut Pak David saat pertama kali ayah Rayyan itu mencariku ke toko roti, sedangkan Ray sendiri bahkan sempat mengkhawatirkanku saat aku ikut Pak David tanpa mengabarinya.“Kita mau ke mana, Bunda?” tanya Zayn yan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status