Semua Bab Dari Mantan Jadi Ipar: Bab 61 - Bab 70

100 Bab

Benalu

Rasa sesak ini tiba-tiba menyeruak dalam dada. Andai, saat ini sedang sendirian, mungkin air mata ini sudah aku biarkan lolos. Namun, di sini aku harus berpura-pura tegar, meski sejujurnya remuk, rapuh dan ingin meraung.Tak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum dan mengangguk. Apa yang bisa dilakukan jika Ibu saja mengizinkan Azka beserta ibunya tinggal di rumah ini. Aku hanyalah orang yang dibesarkan dan dianggap anak oleh Ibu. Bukan pemilik dan yang berhak di istana yang kini berubah neraka."Alhamdulillah, kalo kamu setuju. Sekarang ibu lega. Semoga setelah ini semuanya baik-baik saja dan ndak ada masalah lagi." Ibu berkata dengan bahagia. Namun, hatiku ngilu seperti ditusuk ribuan jarum. Sakit."Ya, udah. Ayesha ke butik dulu, ya, Bu.""Lho, kok ke butik lagi? Bukannya kamu baru pulang?" Ibu terlihat bingung."Ayesha lupa kalo belum ngecek laporan penjualan hari ini. Ayesha pamit, ya, Bu. Assalamualaikum." Aku mencium punggung tangan Ibu, kemudian berlalu pergi dengan hati rem
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya

Dalam Ancaman Bahaya

"Saya di sini. Kenapa nggak bilang langsung?" Aku keluar dari kamar dan langsung berbicara tanpa basa-basi pada Bu Santi."Eh, Ayesha." Bu Santi cengengesan. Wajahnya sangat menyebalkan. "Emm ... kamu dengar, ya percakapan saya dan ibumu? Maaf, ya sudah buat kamu terganggu.""Nggak perlu drama. Saya nggak suka orang yang wajahnya dua. Lain kali kalo ada perlu sama saya bicara langsung ke saya. Jangan ke ibu saya.""Sha, kamu salah paham. Ini nggak seperti yang kamu kira." Azka muncul dan mencoba membuat aku tenang. Namun, cara pria itu terkesan berani dan terang-terangan. Ya, Azka dengan berani memegang tanganku erat. Padahal ada Kak Dinda."Lepas!" Aku mengibaskan tangan Azka kemudian melenggang masuk ke kamar. Entah kapan orang-orang toxic itu hilang dari hidupku?***"Mbak, laporan keuangan sudah saya lampirkan secara rinci di sini. Mohon dicek, ya, Mbak." Asistenku menghampiri dan menyerahkan dokumen padaku."Baik, nanti saya cek, ya. Terima kasih, ya.""Iya, Mbak. Saya permisi du
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-29
Baca selengkapnya

Azka Sok Ramah

"Jangan kurang ajar! Berani kamu membuat masalah lagi sama aku, aku pastikan kamu tidak bisa lagi menghirup udara segar. Ingat itu!" Aku balik mengancam Azka. Biar dia tidak semena-mena dan berpikir bisa menakutiku.Azka menarik ujung bibirnya. Seringainya membuatku merasa semakin jijik. Dia seolah-olah menakutiku dengan wajahnya itu. Namun, sedikit pun hati ini tak gentar melihatnya. Tadinya memang aku ngeri membayangkan Azka menyakiti orang-orang yang menghalangi dia bersamaku. Namun, akhirnya aku bisa berpikir jernih karena Azka tak mungkin bisa melakukannya seperti semudah membalikkan telapak tangan."Dengar, sebanyak apa pun usaha kamu agar bisa bersama aku, aku tidak akan pernah kembali sama kamu. Sadar, kalo hubungan kita sudah tidak bisa diulang. Kamu harus tau diri. Jangan lupa kalo ada anak yang nantinya harus kamu ajarkan kebaikan. Gimana anak kamu mau jadi orang baik kalo kelakuan kamu bejat? So, jangan mengharap sesuatu yang bukan ditakdirkan untuk kamu. Syukuri apa yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-03
Baca selengkapnya

Hancur Sudah Semuanya

"Ibu ...." Aku gelagapan karena sangat kaget dengan kedatangan Ibu yang tiba-tiba. Padahal, sejak tadi Ibu berada di kamar. Apa Ibu menguping percakapanku dengan Azka barusan?Wajah Azka juga tak kalah tegang. Pria itu pasti ketar-ketir karena kini Ibu menatapnya tajam. Ya, Allah bagaimana ini?"Kenapa kalian diam? Jawab ibu," kata Ibu lagi."Bu, Ibu kenapa? Mas Azka dan Ayesha nggak ada apa-apa. Tadi itu Mas Azka minta maaf ke Ayesha. Tapi Ayesha belum bisa memaafkannya," jelasku pada Ibu. Aku sangat berharap Ibu percaya meski tak menutup kemungkinan akan dicap pendusta olehnya.Aku benar-benar takut jika Ibu mendengar percakapanku dengan Azka tadi.Ibu masih terlihat marah. Apa setelah ini Ibu akan semakin marah?"Nduk, ibu tau kamu sangat sakit hati, tapi jika Azka sudah minta maaf dan mengakui kesalahannya, belajarlah memaafkan. Sejatinya kita semua tak luput dari dosa. Jadikan semuanya pelajaran berharga untuk ke depannya. Ibu tidak memaksamu untuk memaafkan Azka, tapi sebagai or
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-04
Baca selengkapnya

Bukan Mesin Pencetak Uang

Aku berusaha menghubungi nomor telepon Mas Athaar. Namun, usahaku itu hanya sia-sia saja lantaran pria itu tak menggubrisnya. Parahnya, dia malah mematikan ponsel dan kini aku tak bisa lagi meneleponnya.Aku harus menjelaskan yang sebenarnya terjadi pada Mas Athaar. Dia tak boleh salah paham dan marah seperti itu. Harusnya, dari awal aku tak perlu bicara dengan Azka. Karena dia semua jadi kacau begini."Sha, aku minta maaf, ya gara-gara aku, kamu jadi—""Diam! Tutup mulutmu dan pergi dari sini!" hardikku pada Azka dengan air mata berlinangan. Hatiku kacau, aku kalut bercampur bimbang. Pikiran buruk terus saja menari-nari dalam otak ini.Azka terlihat serba salah dan akhirnya pergi dari butik. Beberapa pelanggan terlihat tegang dan ada yang memilih meninggalkan butik. Aku tak peduli."Minum dulu, Mbak." Bela menyodorkan segelas air putih padaku. "Maaf, Mbak, tadi itu siapanya Mbak? Kok, Mas Athaar langsung emosi ketika melihat dia?"Ah, dasar Bela kepo. Kenapa dia berani sekali menanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-07
Baca selengkapnya

Mas Athaar Balas Dendam

"Gimana, Sha? Bisa?" Kak Dinda kembali bertanya. Dia benar-benar kehilangan urat malunya. Parah."Maaf, aku nggak punya uang. Bukannya mereka punya asuransi, kenapa nggak digunakan? Lagian, uang yang kalian pinjam untuk pengobatan Azka, juga belum kalian kembalikan.""Emm ... masalah itu, kamu sabar dulu, ya. Nanti begitu kami punya uang, pasti kami bayar. Tapi ... sekarang aku boleh, kan minta tolong kamu lagi?""Gimana mau nolong? Kan, udah kubilang aku nggak punya uang." Nada bicaraku naik beberapa oktaf. Kesal sekali jika dipaksa begini. Apalagi oleh Kak Dinda yang tak tahu malu itu."Iya, mungkin kamu memang nggak punya uang, tapi Athaar punya, kan? Sebentar lagi, kan kalian mau menikah, bolehlah kami pinjam uangnya dia? Bakalan diganti, kok."Ucapan Kak Dinda langsung membuatku semakin emosi. Pemikiran macam apa itu? Astaghfirullah!"Nggak tau malu banget, ya kamu? Sadar, nggak ucapan kamu itu semakin meyakinkan aku kalo sebenarnya kamu itu belum berubah? Mikir, dong sebelum ngo
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-09
Baca selengkapnya

Teriakan

Aku menangis tersedu-sedu karena sesak di dada ini sudah tak tertahankan lagi. Ingin mengutuk semesta yang selalu tak adil padaku. Namun, siapa aku? Yang berani-beraninya menyalahkan takdir yang terjadi?Perlahan aku berjalan menuju parkiran. Nyatanya datang ke tempat ini hanya mendapatkan kegetiran. Mas Athaar pembohong, tahu begin lebih baik aku tidur."Ayesha ...." Sayup-sayup aku mendengar suara Mas Athaar memanggil namaku. Ah, aku pasti berhalusinasi karena terlalu berharap pria itu menyusulku di sini."Ini uang parkirnya, ya, Pak." Aku membayar uang parkir dengan air mata yang masih berlinangan. Persetan jika dipandang aneh dan dinilai cengeng."Ayesha ...." Tiba-tiba Mas Athaar sudah berada di dekatku dan menggenggam tangan ini ketika aku baru saja hendak membuka pintu mobil.Hatiku yang sakit karena tingkahnya, merasa jika tak perlu untuk bicara dengan Mas Athaar. Aku menepis tangan pria itu dan langsung membuka pintu mobil kembali. Namun, Mas Athaar malah memelukku dari belak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-12
Baca selengkapnya

Masalah Lagi

"Astaghfirullah, Nduk! Kamu kenapa?" Sebelum aku sampai di dekat Kak Dinda, Ibu sudah lebih dulu berada di dekatnya. Wajah Ibu panik, karena Kak Dinda mengerang kesakitan sembari memegangi perut. Apa mungkin kehamilannya kenapa-kenapa karena berdebat denganku tadi? Atau memang sudah waktunya untuk Kak Dinda melahirkan?Dengan segera aku menghampiri Kak Dinda dan Ibu. Aku tak mungkin mengabaikan wanita itu yang kini tengah kesakitan. Bagaimanapun dia harus segera mendapatkan pertolongan."Bu, apa mungkin Kak Dinda mau melahirkan?" tanyaku pada Ibu yang kini masih panik dan mengusap-usap kepala Kak Dinda."Nggak usah sok peduli sama aku! Pergi kamu! Gara-gara kamu, aku begini," sergah Kak Dinda sambil terus memegangi perutnya.Aku mengernyitkan dahi. Memangnya apa yang sudah aku lakukan pada Kak Dinda? Sedikit pun tak ada kusentuh tubuhnya. Bisa-bisanya dia memojokkan diriku di hadapan Ibu."Memangnya apa yang sudah dilakukan Ayesha ke kamu? Ada apa lagi dengan kalian?" Ibu bertanya pen
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-15
Baca selengkapnya

Tamu yang Mendebarkan

"Dinda!" Azka panik dan langsung menuju kamar persalinan Kak Dinda. Teriakan istrinya tadi pasti menimbulkan ketakutan di hati pria itu. Apa yang sudah terjadi pada Kak Dinda? Sesulit itukah dia melahirkan? Ya, Allah.Pikiranku saat ini tak keruan. Ingin rasanya menemui Mas Athaar dan meluruskan masalah yang terjadi di antara kami. Namun, aku tak tega meninggalkan Ibu yang sedang cemas menanti kelahiran cucunya. Terlebih, aku masih punya belas kasihan pada Kak Dinda. Tak mungkin diri ini pergi di keadaannya seperti sekarang."Maaf, Mbak." Tiba-tiba perawat tadi menghampiriku. "Mbak bisa, nggak temui pasien di dalam? Ibunya Mbak yang memintanya," sambungnya lagi."Ada apa, ya, Mbak? Kok, saya disuruh nemuin pasien? Apa nggak malah mengganggu nantinya?" Jelas aku bingung karena biasanya dalam proses persalinan yang diperbolehkan melihat adalah suami atau orang tua."Tapi ini permintaan pasien. Dan Bu Bidan sudah mengizinkan. Semua demi keselamatan pasien."Aku terkejut. Demi keselamatan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-16
Baca selengkapnya

Cobaan Sebelum Pernikahan

Ibu menatapku penuh keheranan. Jelas, karena sikapku yang aneh. Biasanya aku paling suka jika Ibu mengobrol dengan Mas Athaar. Namun, kali ini malah melarangnya."Memangnya kenapa, Nduk? Tumben sekali kamu ndak ngebolehin ibu ngobrol sama Athaar?"Aku kelabakan. Otak ini sebisa mungkin aku ajak berpikir keras mencari alasan yang paling masuk akal. "Ibu, kan baru jagain Kak Dinda, pasti capek, kan? Jadi, mendingan Ibu istirahat. Nanti kalo cucu Ibu nangis gimana? Kak Dinda, kan belum kuat buat gendong." Akhirnya, kalimat itu terlontar. Semoga Ibu mau mendengarkan saran dariku.Kebetulan Azka sedang pergi. Jadi, aku rasa saran tadi cukup untuk membuat Ibu menurut. Nanti masalah Mas Athaar, rencananya dia mau aku ajak ke halaman saja. Agar suara percakapan kami tak di dengar oleh Ibu tentunya."Ya, sudah. Kalo gitu ibu istirahat, ya. Bilangin ke Athaar kalo ibu ndak bisa nemenin dia ngobrol, ya." Ibu pun langsung keluar dari kamarku. Syukurlah, beliau tak lagi bertanya ini itu."Mas ...
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status