Home / Romansa / Malam Pertama Dengan Majikan / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Malam Pertama Dengan Majikan : Chapter 71 - Chapter 80

91 Chapters

Bab 71

"Ini, Susan W* katanya makasih kemarin kita udah mau dateng." Mendengar nama Susan disebut, aku segera menoleh, lalu memasang wajah judes kala suamiku itu menengok ke arahku. "Kenapa?" "Cari perhatian aja tuh si Susan. Padahal kemarin udah ngucapin terima kasih." Mas Andra yang semua duduk di sofa, kini turun dan duduk di sampingku. "Kenapa? Cemburu?" tanyanya menggoda. "Dih, pede." "Yakin? Dulu kamu cemburu loh sama dia." "Jadi?" "Jadi apa?" "Jadi kamu emang ada apa-apa ya sama dia makanya ngarep aku cemburu?" tanyaku. "Loh? Enggak, kok." "Lah, alasan!" "Kamu, kalau lagi cemburu gini, bikin aku pengen..." Prang! Suara pecahan gelas membuatku menoleh, di sana kulihat Desi tengah menatap kami berdua. Namun langsung membuka wajah. "Maaf, Bu, Pak. Saya nggak bermaksud ganggu. Coba kasih kode dulu, pasti saya nggak bakal ke sini," ucap Desi sambil membereskan pecahan piring dan pergi ke belakang. "Kamu sih, Mas." "Lah kenapa? Konsekwensi lah, punya bos udah nikah." "Tapi
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Bab 72

"Key, kamu ke belakang terus panggil Mbak Desi dan mbak Sinta untuk mengambil adek Shani dan Ghani, ya?" "Mama mau ke mana?" tanyanya berusaha mengintip ke luar. "Sayang, Mama tadi minta tolong apa?" "Iya, Ma." "Mama nggak ke mana-mana, cuma ke depan aja. Mama minta tolong ya, Nak?" Keysha mengangguk, lalu berlari menuju dapur tempat Desi dan Sinta berada. Aku pun keluar, dengan menutup pintu tanpa suara. "Ehemmm, ngapain?" Suara dehemanku ternyata membuat Mas Andra dan Mbak Nesha terkejut, tangan Mas Andra yang tadi ada di lengan Mbak Nesha pun segera dilepaskannya. "Ning?" "Mbak Nesha? Ada urusan apa?" tanyaku, berusaha kalem. Jangan sampai ia tahu kalau sekarang aku tengah dikuasai oleh kecemburuan. "Mbak Nining tanya aja ke suaminya. Tadi Mas Andra yang manggil saya, kok. Ya kan, Mas?" tanya Mbak Nesha, sambil menatap Mas Andra. Bukannya menjawab, Mas Andra malah terlihat kebingungan dan mengaruk tengkuk yang kurasa tak benar-benar gatal itu. Kutarik napas, lalu mendeka
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Bab 73

Kudorong tangan Mas Andra meski berat, lalu segera menutup pintu. Di dalam taxi, aku menangis. Kenapa peristiwa seperti ini kembali lagi? Apa Mas Andra mengkhianatiku? "Ke mana, Bu?" tanya supir taxi setelah cukup lama mobil berjalan. Aku berpikir sejenak. Sepertinya, pulang menggunakan bis tak efisien mengingat aku membawa Shaniya. Aku takut ia menangis sepanjang jalan, mengingat jauhnya perjalanan. "Kita cari hotel terdekat saja, Pak." Mobil pun berjalan menyusuri jalanan ibu kota yang padat kendaraan ini. Setelah beberapa kali melihat, akhirnya aku memilih menempati hotel bintang empat di kawasan Jakarta Timur ini. "Kembaliannya ambil saja, Pak," ucapku. "Tapi ini kebanyakan, Bu." "Nggak papa." Aku pun turun, lalu mulai menanyakan kamar kosong. Tak kusangka, resepsionis di hotel bagus ini, malah merendahkanku. "Maaf, Bu, yang tersisa hanya deluxe." "Berapa harga permalamnya, Mbak?" "Memangnya, Ibu bisa bayar? Mahal loh, Bu." Aku yang memang tengah emosi, malah semakin t
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Bab 73

Suara tangis Shani membangunkanku, segera kuberi ia asi agar tenang. Kulirik ponsel, nampak ada sebuah pesan masuk. Ternyata baru pukul tiga pagi. Untungnya semalam aku sudah meminta Indra untuk membelikanku diapers dan snacknya Shaniya. Untuk makan, aku nanti akan membeli bubur instan saja di minimarket lewat ojek online. Setelah memandikan Athaya dan memakaikan baju, segera aku turun ke bawah untuk mengambil belanjaan yang dititipkan di resepsionis. Sampai di bawah, ternyata Arumi yang kembali bertugas. Sikapnya berbeda dari pada kemarin. Memang ya, uang bisa membuat orang berubah. "Bu, tadi Pak Indra menitipkan ini," ucap Arumi lalu aku menerimanya. "Indranya ke mana?" "Pak Indra ambil cuti, Bu." "Oh, ya sudah. Terima kasih banyak ya." Aku pun naik lagi ke atas, Shani nampak tak nyaman. Apakah karena ia kembar identik dengan Ghani? Apa Ghani, sedang tak baik-baik saja? Usai menyuapi Shani, aku rebahan di sampingnya. Menatap dua bola mata besar yang mirip sekali dengan sang
last updateLast Updated : 2022-07-17
Read more

Bab 74

"Iya, Wak. Masa Indra bohong?" "Baiklah. Sebaiknya kamu pulang dan istiharat. Makasih udah mau nganterin Mbakmu ya. Nanti Wak ganti ongkosnya." "Nggak perlu, Wak. Indra kan juga lama nggak pulang." "Ya sudah, hati-hati di jalan, ya.""Iya, Wak." Aku menghela napas saat Indra sudah pergi dari sini. Alhamdulillah. Maafkan anakmu ini, Pak, Bu, belum bisa bercerita sepenuhnya. --Sore hari. Murni baru saja pulang, ternyata ia sudah bekerja di gerai minimarket merah. Aku bersyukur karena ia sudah memiliki pekerjaan. "Selamat ya, Mur," ucapku, saat kami tengah bersantai di teras sambil menyuapi Shani. "Makasih, Mbak. Mbak pulang kok nggak bilang-bilang? Aku kaget karena lihat Mbak sudah di rumah. Padahal baru sebulan yang lalu pulang juga." "Jadi nggak boleh?" tanyaku, cemberut. "Bukan gitu, Mbak. Tapi namanya sudah punya suami, apa Mas Andra mengizinkan? Apa jangan-jangan, Mbak ke sini karena ada masalah dengan Mas Andra?" tanya Murni lagi. "Nggak ada, Mur. Semua baik-baik saja,"
last updateLast Updated : 2022-07-17
Read more

bab 75

"Ning, maafkan Mas. Tolong." Aku membuang muka. Tak ingin termakan kesedihan palsunya. Tangan Mas Andra memegang tanganku, terasa dingin. Wajahnya pun pucat. "Mas janji, takkan mengulangi ini semua, Ning." "Ini semua itu yang mana?" tanyaku. "Maksudmu?" Aku mengambil ponsel, lalu membuka aplikasi chatting dan memperlihatkan sebuah pesan dari Mbak Nesha untukku. Terlihat di sana Mas Andra tengah tertidur di samping Mbak Nesha. Hal ini lah, sebenarnya yang menjadi alasan terkuatku ingin bercerai darinya. Flashback-[Halo, Mbak Nining. Sedang di mana kamu sekarang?] Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Setelag melihat foto profilnya ternyata itu adalah Mbak Nesha. Kuletakkan kembali ponsel di atas nakas, lalu kembali fokus menyusui Shani. Namun, beruntun pesan masuk hingga membuatku mau tak mau mengambil benda itu lagi. [Kenap cuma dibaca? Marah sama aku? Lah, kan suamimu loh, yang pengen sama aku.] [Oh, iya, yang kemarin Mbak Nining lihat itu benar, kok. Bahkan aku punya
last updateLast Updated : 2022-07-25
Read more

Bab 76

"Tunggu, Bu, maksudnya ada apa, ya?" tanya Bapak. Bu Mega pun menjelaskan semuanya. Bapak hampir saja tersulut emosi dan hendak meninju Mas Andra, tapi untungnya, Bu Mega berhasil menghalangi. "Sabar, Pak. Kita selesaikan semua ini dengan baik-baik." "Bagaimana bisa dengan cara baik-baik, Bu Mega? Anak saya loh, disakitin sampai sebegitunya!" "Iya, pak, saya paham. Tapi kita dengarkan dulu penjelasan Andra." Kami semua menatap Mas Andra, termasuk aku. Kutatap dua bola mata suamiku itu dengan tajam. Mencoba melihat lebih dalam, apakah ada kejanggalan atau kebohongan di sana? "Demi Allah, Rasulullah, saya tak pernah melakukan itu, Pak, Bu. Cinta saya hanya untuk Nining. Saya tak semurahan itu sampai tidur dengan wanita lain. Ibu dan Nining tahu persis bagaimana saya selama ini." "Lalu soal foto itu gimana?" tanya Bapak. "Mungkin foto itu hasil editan, Pak. Jaman sekarang, banyak foto palsu hasil editan untuk menjebak seseorang. Tapi saya bisa pastikan, kalau saya tak pernah satu
last updateLast Updated : 2022-07-25
Read more

Bab 77

"Ada mertuamu, Ning?" tanya Paman Saleh tiba-tiba, tanpa menanyakan kabarku terlebih dahulu. "Iya, Paman." Paman Saleh masuk ke dalam rumah dan menyalami mertuaku. Aku sudah ketar-ketir duluan takut beliau mengucapkan hal yang mempermalukan keluarga kami. "Kamu nyusul tah Ndra ke sini?" tanya Paman Saleh. "Iya, Paman." "Kok si Nining bisa pulang sama si Indra? Emang kamu di mana? Masa istri mau pulang, malah merepotkan keluarganya, sih?" Tuh, kan? Apa kubilang? Perasaanku tak akan pernah tenang jika lelaki itu datang ke sini. "Iya, kemarin sibuk, Paman. Kebetulan ada Indra, jadi saya nitipkannya." "Untung aja ada Indra, dia mau mengantarkan istrimu pulang yang jaraknya jauh." "Sudah loh, Leh. Lagian Indra juga mau pulang, kan?" ucap Ibu, tak ingin dipermalukan di depan besannya. "Alah, Mbak. Dikira ongkos tol itu murah?" Brak! Aku terkejut saat Bu Mega mengeluarkan segepok uang di meja. Mataku membulat melihat tumpukan uang itu, apalagi Paman Saleh. Ia langsung megap-megap
last updateLast Updated : 2022-07-25
Read more

Bab 78

"Sudah, nggak usah ditanyakan. Yang penting Key nggak begitu, biarkan saja Arfan melakukannya asal anak Mama yang satu ini tidak. Jadi contoh yang baik untuk adik-adiknya kelak ya, Nak," ucapku seraya mencubit pipi gembulnya. "Siap, Ma!" Aku pun tersenyum dan menyuruhnya untuk memberitahu Desi serta Sinta. Mbok Minah sendiri belum kami kunjungi mengingat jaraknya lumayan. Mungkin esok saja. Malam hari. Keysha berdecak kagum saat kami sampai di alun-alun Purwokerto. Aku tersenyum melihat wajah bahagianya. "Ingat ya, Sayang? Kita nggak akan lama-lama di sini karena kasihan Dedek Shani dan Ghani kalau terlalu lama terkena angin malam." "Iya, Ma. Key cuma pengen lihat aja." Aku mengangguk, sementara aku menemani Keysha, Mas Andra menuju Rita Supermall untuk membeli buah. Lelaki itu memang tak bisa jauh dari dunia perbuahan. Tak apa, karena itu bisa menyehatkan badan dan juga menjadi segar. "Sin, tolong jagain Keysha, ya? Saya mau menyusui Ghani dulu," ucapku saat merasakan Ghani mu
last updateLast Updated : 2022-07-25
Read more

Bab 79

"Hati-hati dalam berbicara ya, Yuk. Pakai nyangkutin ini sama hal mistis seperti itu!" ucapku meradang. "Loh, aku cuma kasih saran aja, kok." Terdengar bunyi langkah menuju tempatku dan Yuk Mei bertengkar. Ternyata Ibu. "Ada apa, toh? Kalian berdua ini, sudah tua tapi masih saja kaya bocah. Berantem terus kerjaannya." "Lob, Lek Rus, aku cuma ngasih saran aja, kok. Ghani kaya gitu tuh karena ketempelan. Lagian, bayi baru enam bulan saja sudah dibawa pergi-pergi terus. Susah sih, jadi orang panasan," sewot Yuk Mei. "Apa kamu bilang? Siapa yang panasan? Menantuku? Jangankan ke alun-alun, rumah sama motor bututmu itu bisa kubeli!" ucap Bu Mega, beliau memang selalu savage kata Desi, dalam menanggapi omongan orang. Semenjak hidup di kota, aku jadi lebih memperbarui bahasa-bahasa aneh. Kata Desi, lebih baik tahu dari pada tidak, masalah mau dipake apa nggak, itu urusan nanti hihi. "Saya tahu, kalian dari kota, masa iya sanggup beli rumahku. Dan lagi ya, Bu, itu bukan motor butut. Kel
last updateLast Updated : 2022-07-25
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status