Semua Bab Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Bab 91 - Bab 100

341 Bab

Ancaman di Tengah Keramaian

“Pasti sangat sulit bagimu,” ujar si pria paruh baya.Eeh? Puti Bungo Satangkai mengernyit memandang pada si pemilik penginapan.“Maksudku,” ia mencoba tersenyum. “Dengan kondisimu yang tidak bisa bicara.”Sang gadis mengangguk. Tentu saja, pikirnya. Tidak semua orang memahami bahasa isyarat.Lalu pria paruh baya itu mendesah berat dan panjang, tatapannya tertuju pada keramaian di depan sana.Bungo dapat menangkap kegelisahan pria baik hati tersebut. Namun ia tidak berani lancang untuk bertanya tentang itu kepada orangnya langsung.“Orang-orang itu,” ujar si pria paruh baya. “Padahal mereka tahu bahwa akhir-akhir ini banyak terjadi penculikan.”Tunggu dulu! Bungo langsung menatap ke arah yang sama. Benar! Pikirnya. Kondisi keramaian seperti itu justru mempermudah orang-orang jahat untuk melancarkan aksi mereka. Seperti penculikan para gadis, misalnya.“Tadinya,” kata si pemilik. “Aku mengajukan keberatan pada Tuan Laras—yah, agar tahun ini Pesta Panen tidak diadakan saja. Mungkin meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-30
Baca selengkapnya

Jurus yang Sama

Sang kusir terpelanting ke arah kanan, lalu terhempas dan terguling-guling hingga terhenti dua langkah di dekat dua ekor kuda yang akan digunakan istri dan muridnya.Sang istri dan sang murid terkesiap mendapati pria tersebut tergeletak di dekat mereka, bahkan tidak bergerak sama sekali.“Guru!” sang murid memeriksa kondisi si kusir sementara si wanita mengedarkan pandangannya ke sekliling. “Guru!”Tapi ia menjadi semakin terkejut sebab mendapati bagian kiri kepala dan wajah sang guru remuk, dan darah mengalir begitu banyak dari telinga, mulut, dan lubang hidungnya. Dia telah tewas.“Siapa?!” teriak si wanita. Ia langsung menghunus pedangnya.Begitu juga dengan sang murid yang langsung berdiri di samping sang guru wanita. Lalu ia berbisik, “Guru, Tuan Guru telah meninggal!”“Aku tahu!” ucap si wanita yang mengetahui itu hanya dengan melihat kondisi suaminya yang tergeletak tak bergerak sebelumnya itu. “Bagaimanapun, Tuan Gurumu bukanlah pesilat kelas rendahan.”Tentu saja, dengan demi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-30
Baca selengkapnya

Pedang Bayangan

“Kau tidak akan bisa lari, gadis keparat!” teriak si guru wanita.Bersamaan itu, ia kembali mengayunkan jaring hitamnya yang bergulung itu menyerang Puti Bungo Satangkai.‘Benar!’ gumam Bungo di dalam hati. ‘Jurus wanita itu memang sama dengan Antaguna, juga jaringnya itu meski dengan warna berbeda. Tapi, gerakannya lebih kasar.’Bungo melontarkan tubuhnya ke belakang, jaring hitam menderu, lewat sejengkal di atas tubuhnya.“Mati kau!”Seolah hidup, ujung jaring yang menyatu meliuk ke atas, lalu menukik ke arah dada sang gadis.Bungo melemparkan tubuhnya ke samping kanan, berputar kencang laksana kitiran.Crass!Ujung jaring hitam menembus permukaan tanah dan mengepulkan asap tipis. Benar-benar seperti gerakan seekor naga yang sedang mematuk, pikir Bungo.“Guru!” teriak si murid pria yang langsung melesat menyerang sang gadis dengan jurus pedangnya yang unik itu.Seolah memahami apa yang dikehendaki oleh muridnya, si guru wanita memutar jaring hitamnya hingga jaring itu kembali melili
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-01
Baca selengkapnya

Tarian Sang Naga

Membiarkan dua orang itu bergabung menyerangnya adalah hal yang akan menyulitkan saja, sebab ia tidak menggunakan satu senjata pun. Oleh sebab itulah, Puti Bungo Satangkai, begitu berhasil melontarkan pedang si guru wanita, ia langsung melesat dengan ajian Kabut Kahyangannya ke arah si murid pria.Begitu sosok sang gadis lenyap dari pandangan, si murid pria masih dapat merasakan datangnya angin serangan kepadanya, ia dengan cepat melintangkan pedangnya di depan dadanya, tangan kirinya menahan ujung pedangnya.Deung!Sret! Sret!Tendangan Bungo dapat ditangkis oleh si murid pria meskipun ia harus terpental dan terhempas ke tanah untuk kedua kalinya, terguling-guling, dan bangkit dengan menancapkan pedangnya ke tanah, itupun dia masih terseret hingga tiga langkah sebelum berhenti sepenuhnya.Ia tersedak dan memuntahkan darah lebih banyak. “Berengsek!” makinya sebab ia sadar tenaga dalamnya kalah jauh dibanding lawannya.Sesaat setelah Bungo melancarkan tendangan keras dan dapat ditangki
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-01
Baca selengkapnya

Amarah yang Besar

Bukan hanya si guru wanita saja yang terperangah sebab baru kali ini ada lawan yang mampu membuat Jaring Jerat Naganya terpental sedemikian rupa, murid prianya pun sama.Terlebih lagi, bagi si murid pria, sosok lawanya itu masihlah terlihat belia, seperti gadis 18 tahun saja, tidak mungkin dia memiliki kekuatan yang besar.Sayangnya, penilaiannya sangat salah. Puti Bungo Satangkai memang terlihat masih seperti gadis 18 tahun, namun usia sebenarnya sudah mencapai 30 tahun.Si pemilik penginapan juga demikian. Wajahnya semakin pucat, berkali-kali ia mereguk ludah.“N-Naga?” gumamnya. “M-Mana mungkin! I-Itu hanya takhayul!”Tapi matanya tidak menipu dirinya, si guru wanita dan muridnya itu juga melihat hal yang sama ketika Bungo melepaskan tenaga yang begitu besar dan melesat ke atas laksana seekor naga yang meliuk-liuk mendaki langit.Memanfaatkan keterkejutan orang-orang itu, Bungo yang masih berada di satu ketinggian menyeringai, bola matanya membersitkan lidah api kemerah-merahan.Ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-01
Baca selengkapnya

Nasi Sudah Menjadi Bubur

Meskipun sang rembulan telah sedikit tergelincir dari titik tertingginya, orang-orang Laras Sumpur justru masih terlihat ramai di luar rumah, bukan untuk menyaksikan kesenian daerah—sebab acara itu sendiri sudah berakhir sedari tadi—tapi mengerubungi balai adat.Tiga jasad penculik yang tewas mengenaskan di tangan Puti Bungo Satangkai dibawa serta, menjadi tontonan warga. Tentu saja, demi menghindari satu dan lain hal, oleh Tuan Laras, mayat-mayat itu ditutupi dengan kain terlebih dahulu.“Jadi,” ujar Tuan Laras seraya menghela napas dalam-dalam, “tidak seorang pun dari kita di sini yang mengenal ketiga penculik ini.”Bungo ada di antara para tetua kampung tersebut dna juga Kahar, ia duduk mengapit putri Kahar. Sebelumnya, dengan kesaktiannya, ia membantu menyadarkan lima gadis yang diculik dan dalam kondisi tak sadarkan diri. Ternyata kelimanya telah diminumkan semacam racun ringan yang hanya membuat mereka pingsan.Dan setelah itu, masing-masing dikembalikan pada orang tua mereka.“
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-03
Baca selengkapnya

Malam yang Tak Pernah Tidur

Sekitar selusin pria masih berdiri, berjaga-jaga di dekat ketiga jasad penculik, menunggu perintah lainnya dari Tuan Laras.“Tuan Laras,” ujar seorang di antara mereka begitu Tuan Laras keluar dari balai adat bersama dengan yang lainnya. “Apa yang akan kita lakukan pada ketiga jasad ini?”Tuan Laras menghela napas dalam-dalam. “Butuh waktu lima hari pulang-pergi istana, itupun dengan kuda tercepat,” ujarnya. “Kurasa, tidak ada waktu selama itu untuk dapat membuat ketiga jasad ini tetap utuh tanpa mengalami pembusukan sampai para penyidik istana datang ke sini.”“Jadi, apakah Tuan Laras meminta kami untuk membakar jasad mereka?”Meskipun di zaman itu pembakaran mayat adalah hal yang lumrah, namun Puti Bungo Satangkai langsung maju dan menghadap Tuan Laras.“Kau ingin mengatakan sesuatu?” tanyanya pada sang gadis.Bungo mengangguk, Kahar yang sedang menggandeng putrinya lantas mendekati Bungo.“Menurutku,” ujar Kahar menerjemahkan bahasa isyarat Bungo. “Akan lebih baik dikubur saja dari
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-03
Baca selengkapnya

Mengeluarkan Kadik Aruma

Tidak menunggu lama, semua orang di dalam lorong dan ruang tahanan itu mulai merasakan kantuk yang luar biasa, kantuk yang tidak dapat mereka tahan yang dalam waktu bersamaan membuat kaki dan tubuh mereka menjadi lemas.Lalu mereka semua tertidur di posisi masing-masing.Si Balam Putiah menggunakan sebuah sapu tangan lebar, lalu menutup mulut dan hidungnya, dan kemudian memasuki lorong tersebut. Ia langsung menuju ke ruang tahanan kelima dari sisi kiri.Ia memandangi Kadik Aruma yang terlihat kurus hingga tulang-tulang rusuknya membayang di permukaan kulitnya.“Siapa menduga, hah?” gumam si Balam Putiah. “Ternyata kau adalah ayah dari Pandan Arum.”Ia mengeluarkan sebuah kunci dari balik pinggangnya, dan menggunakan kunci itu untuk membuka pintu tahanan.Si Balam Putiah langsung mengangkat dan membopong Kadik Aruma yang terasa sangat ringan baginya. Lagi pula, ia tak hendak berlama-lama di dalam penjara bawah tanah tersebut. Bukan lantaran khawatir terhadap orang-orang yang telah tert
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-03
Baca selengkapnya

Seorang Ayah dan Seorang Putrinya

Sebuah perahu besar dengan beberapa orang di atasnya sedang menunggu kedatangan Dalan dengan kereta kudanya. Dan begitu kereta kuda itu sudah terlihat, empat orang langsung melompat dengan ringan ke tepian sungai, meninggalkan dua orang saja di atas perahu panjang itu.Dalan menghentikan kereta kudanya. Dua pria yang telah berada di atas keretanya itu sebelumnya langsung melakukan persiapan untuk mengeluarkan Kadik Aruma yang masih dalam kondisi tak sadarkan diri.Empat pria yang melompat tadi menghampiri bagian belakang kereta. Dengan enam orang yang menggotong tubuh Kadik Aruma, ditambah dengan kemampuan meringankan tubuh mereka yang lumayan, sekali lompat saja, mereka telah berada di perahu besar dan panjang itu.“Hei,” panggil pria yang tadi kepada Dalan dari atas perahu. “Kau butuh teman untuk menyembunyikan kereta kudamu itu?”Dalan menyeringai. “Kecuali aku seorang anak kecil yang penakut, berengsek!”Si pria dan yang lainnya tertawa mendengar umpatan Dalan.“Baiklah,” ujarnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-04
Baca selengkapnya

Rencana yang Panjang

Untuk menghindari kecurigaan pengawasan para tukang pukul yang berjaga-jaga di jembatan kayu, juga di beberapa titik di kawasan itu, Tarigan lantas membawa dua gadis penghibur berpakaian minim dan sangat terbuka ke kamarnya.Tapi sebelum itu, ia harus membayar kedua gadis tersebut kepada seorang muncikari yang berada di balik meja panjang, meja yang menyedikan berbagai minuman memabukkan.Setelah itu, barulah ia bisa membawa kedua gadis ke kamarnya.Begitu berada di dalam kamarnya, dan ketika gadis-gadis tersebut hendak melepaskan pakaian mereka, Tarigan yang baru saja menutup pintu kamarnya lantas menotok pangkal leher mereka.Keduanya langsung lemas dan pingsan, Tarigan dengan cepat menahan tubuh mereka agar tidak bergedebukkan ke lantai. Ringan saja baginya yang bertubuh besar dan jangkung untuk mengangkat dua gadis sekaligus.Gadis-gadis itu dibaringankan dengan baik oleh Tarigan di atas dipan bambu yang memiliki satu lapisan kasur saja.Ia tersenyum memandangi wajah-wajah ayu ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-04
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
35
DMCA.com Protection Status