Home / Romansa / Terpaksa Menjadi Milikmu / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Terpaksa Menjadi Milikmu: Chapter 1 - Chapter 10

44 Chapters

Prolog

"Kenapa kau tak pergi!?" teriak gadis itu, mencoba menutupi rasa takut yang memenuhi dirinya kali ini."Oh sayang, aku berharap aku bisa." Pria itu menyeringai, tubuhnya semakin dekat dengan tubuh gadis di depannya. Suaranya yang serak dan arogan terdengar mengintimidasi.Gadis itu bisa dengan mudah merasakan napas hangat pria itu mengipasi wajahnya. Hening tiba-tiba melanda, satu-satunya suara yang terdengar jelas sekarang adalah jantungnya yang berdegup kencang."Apakah kau tidak takut kepada Allah?" Gadis itu bertanya, namun ia baru tersadar bahwa hijabnya sudah terlepas dari kepalanya. Tidak! Ini tidak boleh terjadi, setidaknya tidak di depan pria itu. Ia menangis di dalam lubuk hatinya. Pria itu sama sekali tidak pantas mendapatkan cintanya."Jangan ajari aku tentang agama. Pikirkan urusanmu sendiri!" hardik pria itu. Ia sangat mudah tersulut emosi.Tak satupun berani melawan kemarahannya. Namun gadis di hadapannya tak seperti gadis lainnya yang dengan mudah menuruti perintahnya.
Read more

Bab 1 Pertemuan Pertama

"Tapi aku tidak mau menikah dengannya. Bibi tolong cobalah mengerti. Aku berjanji aku tidak akan merepotkanmu atau anakmu lagi. Kumohon, Bi." Gadis bernama Sadia itu meratap, pelupuk matanya berkaca-kaca, memohon belas kasihan bibinya. Ia benar-benar tak ingin menikahi lelaki brengsek yang ia temui beberapa hari yang lalu. "Berhentilah merengek. Berhenti membuatku merasa seolah-olah aku telah melakukan kejahatan besar. Seharusnya kau bersyukur, ada orang sekaya itu yang mau menikahimu. Kalau bukan dia, mana ada pria yang tertarik denganmu? Sekarang, berhentilah bertingkah begitu keras kepala!" Wanita itu membentak, tak sedikitpun ingin memikirkan perasaannya. Tak ada yang mengerti perasaannya. Bahkan, Naya, adik kandungnya sendiri pun tak mau membantunya. Sadia telah melakukan banyak hal karena ia begitu menyayangi adiknya itu, namun semua itu sama sekali tak terbalas. Ia sudah terbiasa menangis sendirian tanpa pernah menunjukkannya di depan orang lain. Namun, hari ini, semuanya ber
Read more

Bab 2 Sadia dan Husam

Sadia melangkahkan kakinya menyusuri koridor SMA Melati, sebuah sekolah dimana ia bekerja sebagai guru honorer. Ia membutuhkan uang untuk biaya pendidikan Naya dan dirinya. Meskipun ia tak menghasilkan banyak, setidaknya itu bisa mencukupi kebutuhan dasar mereka. Kejadian kemarin terus berputar di kepala Sadia. Ia bimbang untuk memutuskan apakah ia harus pergi atau tidak. Jawaban yang terlintas di benaknya jutaan kali sudah pasti adalah 'tidak', bukan karena ia takut atau apa. Ia sama sekali tidak takut padanya. Hanya saja, ia tak suka dengan cara pria itu mengancamnya atau memaksanya melakukan sesuatu. Selain itu, ia seharusnya tak peduli dengannya setelah apa yang terjadi kemarin membuatnya benar-benar yakin untuk tidak menikahi pria itu. Sadia menghela napas sembari mempercepat langkah kakinya ke kantor staf. Baru saja ia hampir sampai, namun ia mendengar seseorang berteriak memanggil namanya. "Sadiaaa.." Sadia membalikkan tubuhnya dan melihat Ahsan terengah-engah. "Apakah kau
Read more

Bab 3 Si Brengsek

"Beraninya kau mengabaikan perintahku. Kau pikir kau siapa?" Husam mencengkeram erat lengan gadis di depannya. Gadis itu meringis menahan sakit. Ia bertanya-tanya apakah pria itu mabuk lagi? "Singkirkan tanganmu sekarang!" Ia berteriak. Pria itu tampak menahan tawa sesaat, namun segera tergantikan oleh kemarahan dan cengkramannya semakin erat. "Kau pikir siapa kau hingga aku harus menuruti kata-katamu?!" bentaknya. "Yah, aku tahu kamu pengecut dan kamu baru saja membuktikan bahwa aku benar." Sadia tersenyum sinis meskipun sebenarnya ia ingin menangis. Pria itu melepaskan cengkramannya dengan kasar lalu dengan paksa mengambil tas jinjing milik Sadia. "Hei! Kembalikan tasku!" hardik Sadia sembari mengulurkan tangannya mencoba merebut tas itu kembali. Namun tiba-tiba dua orang pria datang dan dengan sigap menahannya. Ia memberontak, namun mereka begitu kuat. Husam membuka resleting tas milik Sadia dan membalikkannya di atas meja, membuat semua barang milik Sadia berceceran hingga jat
Read more

Bab 4 Menjijikkan

Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian itu. Dan hari ini, Sadia tak punya pilihan lain kecuali menyetujui pernikahan itu, karena bibinya terus saja mendesaknya."Apakah saudari Afsana Sadia binti Ihsan Husain bersedia menerima Husam Alharis bin Bahar Alharis sebagai suami?" tanya penghulu sebelum melangsungkan akad nikah.Pikiran Sadia tak berada dalam alam sadarnya. Bibirnya terkatup rapat, seolah tak ingin menjawab. Untuk beberapa saat ia merenung dan mencoba berpikir apakah masih ada jalan keluar untuk menolak pernikahannya ini. Haruskah ia berkata 'tidak'?Bibinya yang sedari tadi duduk di belakangnya tiba-tiba menyenggol lengannya dengan kasar seolah tak sabar menunggunya mengiyakannya. Ah, tak ada pilihan lain. Mungkin ini sudah takdir yang dituliskan untuk Sadia. Kehidupan yang mengerikan dan mimpi buruk yang nyata sudah berada di depannya.Para saksi duduk mengelilingi mereka, mereka memandang Sadia dengan penuh harap. Menunggunya mengatakan apa
Read more

Bab 5 Kemarahan Husam

Sadia bangun di pagi pertama di rumah seseorang yang sama sekali tak pantas disebut suami. Ia bergegas untuk mandi dan berganti pakaian karena ia mendapat kabar bahwa ibu dan ayah mertuanya akan mengunjungi mereka.Ia membalut rambut lebatnya dengan pashmina merah jambu, senada dengan gaun yang ia kenakan. Ia berjalan ke luar, namun pandangan matanya tersangkut pada kamar di sebelahnya. Pintu kamar itu sedikit terbuka membuat Sadia tertarik untuk melihat ke dalam. Entah kenapa ia begitu penasaran.Gadis dengan punggung telanjang tidur tengkurap di kamar itu. Untung saja setengah dari tubuhnya tertutup oleh selimut. Ia terlihat begitu pulas. Sadia mengintip lebih dalam, namun tak terlihat Husam di sana.Bergegas Sadia menuruni tangga memutar yang membawanya ke aula besar yang sangat indah penuh dengan hiasan yang biasanya hanya bisa ditemui di hotel-hotel bintang tujuh.Sadia kembali melangkah menyusuri rumah mewah itu, langkah kakinya membawanya ke dapur.
Read more

Bab 6 Husam Berlutut

"Bi Sum sudah berapa lama bekerja keras sebagai pembantu di rumah ini?" tanya Sadia, ia merasa kasihan setelah melihat wanita tua itu dimarahi oleh Husam.Bi Sum sama seperti ibu-ibu pada umumnya, punya pribadi yang hangat dan sering tersenyum. Rambutnya yang dulu hitam, kini mulai terlihat beruban sering pertambahan usianya yang mulai menua. Namun, kebugaran dan energinya untuk bekerja bisa mengalahkan tenaga wanita muda, mungkin karena ia sudah terbiasa.Dengan celemek terlilit di badannya, wanita itu masih sibuk mencincang daging ayam untuk makan malam. Tangannya begitu cekatan. Sadia duduk di seberang meja dapur sambil mengamati keterampilan memasaknya."Aku bekerja di sini sudah lama sekali. Dulu ayahku bekerja sebagai supir pribadi kakeknya Husam, dan sejak itu juga aku sudah mulai bekerja di sini, bahkan sebelum Husam lahir." Mata Sadia terbelalak mendengar pengakuannya. Bagaimana Husam bisa bertindak seperti itu terhadap seseorang yang telah menggunakan waktu hampir seluruh h
Read more

Bab 7 Pria Penyelamat

"Tidak.. ""Eh, maksudku ya, dia menjagaku dengan baik," ucap Sadia tergelagap. Husam terlihat menahan tawa mendengar perkataan Sadia."Alhamdulillah. Aku tahu ini keputusan yang tepat." Wanita itu menghela napas lega sembari mengacak-acak rambut Husam.Setelah itu, ia mencium kening Sadia dan entah kenapa Sadia merasakan sesuatu yang asing. Inikah rasanya disayang? Rasa yang belum pernah Sadia rasakan. Rasa yang sama sekali tak ia dapatkan dari keluarganya sendiri. Bahkan Naya, adik kandungnya sendiri pun tak sekali pun meneleponnya semenjak ia meninggalkan rumah itu dan menetap di sini."Aku harus pergi sekarang atau aku akan terlambat. Aku akan pulang larut malam, kalian tak perlu menungguku." Husam melirik arlojinya dan mulai melangkah pergi."Kau mau pergi ke mana?" Pertanyaan ibunya berhasil membuat langkahnya terhenti."Aku mau pergi ke pesta saudara perempuannya Ken," jawab Husam. Sadia mengingat-ingat, Ken adalah kepala keamanan yang pagi tadi menemuinya."Seharusnya kau ajak
Read more

Bab 8 Pistol

Sadia menoleh ke kanan lalu mengucap salam, kemudian menoleh ke kiri lalu kembali mengucap salam. Air matanya mulai bercucuran mengingat kejadian kemarin. Ia mulai menceritakan pada Tuhan-nya tentang semua yang ia rasakan. Semua itu membuatnya merasa jauh lebih baik setelah menangis dalam sujud.Kemarin adalah hari yang ingin Sadia lupakan selamanya. Malam itu, Ken memukuli pria kurang ajar itu dengan brutal, ia berhasil menyelamatkan Sadia dari kejadian paling buruk dalam hidupnya. Ia terus meminta maaf untuk semuanya sekalipun itu semua bukan kesalahannya.Setelah itu, Ken mengantarkan Sadia pulang dengan mobilnya. Husam sudah pulang sejak tadi, tanpa membawa Sadia. Sadia terus mencucurkan air matanya, kebenciannya terhadap pria itu semakin meningkat.Untung saja, ibu dan ayah mertuanya sudah terlelap. Jadi, ketika Sadia masuk, hanya Bi Sum yang menyambutnya dan ikut menangis layaknya seorang ibu yang melihat putrinya.Tangis Sadia berhenti begitu saja, ketika ia akan masuk ke kamar
Read more

Bab 9 Pakai Hijabmu!

Mereka berdua ternganga, menatap satu sama lain dalam waktu cukup lama. Keduanya seolah menolak untuk memalingkan wajahnya."Husam sayang, kau di mana? Aku lelah sudah mencarimu sejak tadi." Suara seorang wanita dari luar sana membuat Sadia tersentak, dan dengan cepat ia mengalihkan pandangannya dari Husam.Wanita pemilik suara itu memasuki kamar di mana Husam dan Sadia berada. Wanita itu memakai kaus yang dipakai oleh Husam tadi malam. Tubuh tinggi semampainya membuatnya tetap terlihat cantik dengan pakaian apapun.Sadia mengingat apa yang ia lihat semalam, wanita ini tengah berciuman dengan Husam di depan kamar mereka. Dan ia yakin, pria brengsek itu pasti telah memberi wanita ini segalanya. Namun, ia tak peduli. Ia juga teringat, wanita inilah yang juga datang bersama Husam ke rumahnya ketika pertama kalinya mereka bertemu."Itu wajah dia kenapa?" tanya wanita itu sambil menunjuk wajah Sadia."Ini bukan urusanmu!" ucap Sadia cepat, ia benar-benar tak suka mendengar ocehan wanita it
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status