All Chapters of CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?): Chapter 71 - Chapter 80

100 Chapters

Biarkan begini

Suara tawa Sherly dan Sahila menggema di dapur bernuansa putih dan biru tua, keduanya sedang membuat sarapan sementara dua lelaki yang belum sah statusnya menjadi suami masing-masing wanita itu saling mengumbar senyum setelah melihat ke arah dapur. “Status jadi penghalang. Saya merasa mengkhianati keluarga Sherly, tapi saya sungguh-sungguh mencintai wanita itu sejak ia berontak saat remaja.” Dion menoleh ke arah Ardan yang mengangguk paham. “Anda sendiri bagaimana, Mas Ardan? Sahila kelihatan sangat mencintai anda.” Ardan menunduk, menyesap kopi di cangkir putih yang dipegangnya sebelum menjawab. “Saya tau. Dan itu yang saya jadikan patokan atas hubungan ini.”“Keluarga anda? Bukan orang tua—”“Secepatnya akan merestui.” Ardan menghembuskan napas selebar dada, udara segar membuat paru-parunya terasa lega. Namun tetap saja, ada celah di sudut dirinya yang merasa ada yang salah. “Sarapan siap,” ujar Sherly yang melingkarkan tangan ke perut berotot Dion. Pria itu menoleh ke belakang,
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Perubahan

Ardan kembali ke apartemen dengan keadaan raut wajah ditekuk menahan amarah. Dengan kasar ia membuka baju, mengguyur tubuh di bawah shower kamar mandi sambil menggeram kencang. Ia tak terima Kania menyembunyikan hal ini, ia tak terima jika karena tak direstui anak yang dikandung wanita itu pergi dengan cara dipaksa. Sungguh Ardan murka. Sementara di rumah Imelda, semua orang sibuk mempersiapkan launching toko kue milik Sahila. Araska bahkan memaksa pulang dari negara tempat ia menimba ilmu. “Cuma dua puluh orang tamu undangannya, La?” tanya Imelda. “Iya, Bu.” Suara mobil terdengar berhenti di depan rumah. Sahila berjalan mendekat, ia melihat ayahnya datang namun, tak sendiri. Tangannya saling meremas. Sahila akan melawan, tak mau dijodohkan, ia sepakat akan membahas ini dengan semua orang, tinggal menunggu Ardan kapan waktunya. “Siapa, La?” Rizal mendekat. Ia mengintip dari balik jendela. “Lho, Ayah kamu?!” keduanya beradu tatap, tapi Sahila berlari ke dalam rumah lalu duduk di s
last updateLast Updated : 2022-07-15
Read more

Terpukul

“Imel,” panggil Rizal. Ia tak mendapati istrinya saat terbangun dipagi hari, ranjang sebelahnya kosong. Kemana Imel? Rizal bahkan mencari di kamar mandi, tak ada juga. Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, barulah ia keluar kamar, mencari Imelda. Bau masakan juga tak tercium, biasanya makanan untuk sarapan sudah disediakan ibu 4 orang anak itu, Sahila dan Araska dihitung. Suara tangis tertahan seorang wanita terdengar samar, Rizal melangkah pelan, berjalan mendekat ke sumber suara. Bayangan wanita dengan rambut panjang memunggungi arah Rizal berjalan mendekat membuat ia tau siapa sosok tersebut. “Ila,” panggilnya lembut. Sahila beranjak setelah berjongkok. Ia menghapus air matanya dengan cepat, lalu berbalik badan, tersenyum getir menatap Rizal yang terkejut saat melihat wajahnya sembab. “Y–yah,” balasnya dengan kepala tertunduk sambil terus mengatur emosinya. “Ila lagi ngapain di dapur, sendirian. Ibu mana?” “Nggak tau, Yah. Ila nggak lihat Ibu dari tadi. Ayah mau kopi? Ila
last updateLast Updated : 2022-07-15
Read more

Bentakkan

Hidup Sahila tak lagi sama, ia kini akan menjadi seorang istri sekaligus ibu. Prasert yang marah dan istrinya yang hanya bisa memohon supaya hadir di acara akad nikah Sahila–ia pindah keyakinan mengikuti Ardan–ditolak pria Thailand itu. Akhirnya, hanya tiga kakak lelaki dari anak kandung Prasert yang hadir mewakilkan di Jakarta. Air mata Sahila jatuh tak terbendung saat bicara dengan ibu sambungnya melalui panggilan video, berkali-kali ia meminta maaf atas kesalahan yang kurang ajar ia buat. Wanita baik itu tidak kecewa, karena sudah jalannya mau apa lagi. Ketiga kakak lelakinya memeluk Sahila bergantian sebelum mereka turun dari mobil untuk masuk ke gedung kantor urusan agama. Pernikahan di lakukan di sana, lalu makan siang sederhana di restoran yang Rizal booking. Para istri dan anak ketiga kakak Sahila juga hadir, mereka yang menjadi pengantar Sahila. Ardan diam, ia memang lantang saat mengucapkan ijab kabul hanya dengan satu tarikan napas. Namun, sorot mata Ardan saat menyematka
last updateLast Updated : 2022-07-17
Read more

Memupuk kesabaran

Hampir setiap pagi Sahila mual muntah, ia bergelut dengan perubahan tubuhnya seorang diri. Ardan sudah tiga hari pergi, esok baru akan pulang. Tangan Sahila mengusap tengkuknya sendiri. Nasibnya kini tak jelas tentang kisah cintanya, bertahan, hanya itu yang akan ia lakukan. “Sabar, Ila, sabar,” lirihnya kepada diri sendiri. Ia berkumur, lalu mencuci wajah. Langkahnya begitu pelan untuk menuju ke dapur, membuat susu hamil juga sarapan. Suara bel berbunyi, buru-buru ia menepuk wajahnya supaya tampak segar, tak mau siapa pun tau tentang apa yang sedang dihadapi. Klek. suara kode pintu setelah berhasil dibuka kuncinya berbunyi. Sahila membuka pintu. Petugas laundry mengantarkan pakaian yang sudah selesai dicuci dan setrika. “Bu, ini tadi, ada paket di taroh di depan pintu.” wanita muda itu memberikan ke tangan Sahila, sebuah amplop coklat besar. “Terima kasih,” ucapnya. Kemudian ia menutup pintu. Sahila duduk di sofa warna abu-abu muda, tangannya membuka amplop besar dengan cepat. Ia
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more

Semua sehat

Ardan melengos, ia menjadi kesal karena Sahila justru akan memilih bertahan dengan keadaan rumah tangga yang tak jelas akan dibawa ke mana. Lelaki itu mengunci kamar, berjalan ke arah meja kerja lalu mulai menyibukan diri demi mengalihkan pikiran. “Kenapa semua jadi begini?” Ardan menyugar rambut dengan kelima jemari tangan dibarengi helaan napas panjang. Kepalanya mendongak, menahan rasa marah juga kecewa atas semua yang terjadi. Menjelang tengah malam, Ardan perlahan terlelap. Dirinya masuk ke alam mimpi, ia melihat seorang anak lelaki berusia empat tahun digendong oleh Imelda. Perlahan Ardan mendekat, wajah anak kecil itu mirip dengannya. Namun, Imelda justru menatap ke arah Ardan dengan begitu marah. Saat Ardan bertanya siapa anak itu dan mengapa mirip dengannya, ia diberitahu jika anak kecil itu putranya, tapi tak memiliki ibu. Ardan berdiri mematung, saat Imelda bergeser, terdapat satu makam dengan nama Sahila. Imel memberi tau jika Ardan sudah membunuh wanita yang berjuang se
last updateLast Updated : 2022-07-19
Read more

Pulang ke rumah

Ardan tak bisa berpikir dengan baik setelah Dewa menemuinya di apartemen. Ia duduk di sofa seorang diri, yang ia tau adalah jika hidupnya terasa berantakan. Banyak kesalahan yang sudah ia lakukan, sengaja atau pun tidak. Karir cemerlang dengan uang berlimpah, nyatanya tak bisa membuat tenang hidup lelaki 31 tahun itu, apalagi, kini ia seharusnya bersikap baik dengan Sahila yang menjadi pelampiasan rasa kecewa yang ia rasakan. Sementara itu, kamar rumah sakit yang menjadi tempat Sahila dirawat terasa hampa. Wanita itu seorang diri di sana. Imel dan Rizal baru saja pulang karena ia yang meminta supaya kedua orang tuanya istirahat. Tangannya meraba perut, kandungannya bisa diselamatkan, tapi ia harus istirahat total. Pintu terbuka, dokter masuk bersama seorang perawat. Dokter pria yang terlihat tampan juga gagah menghampiri. “Selamat siang, gimana kondisi anda? Apa ada yang dirasa?” tanyanya. “Siang, Dokter. Saya hanya merasa keram sedikit, apa itu … tidak masalah?” Dokter bernama Gi
last updateLast Updated : 2022-07-20
Read more

Tidak bisa bertahan

Ditemani suami dalam kamar rawat, Sahila justru merasakan sedikit kecanggungan. Pasalnya, sejak mereka menikah baru kali pertama Ardan satu kamar dengannya, walaupun kali ini di kamar rawat. Kedua mata Sahil terbuka perlahan untuk memastikan apakah Ardan sudah tidur. Jam menunjukan di angka satu malam. Sofa bed warna coklat menjadi tempat Ardan beristirahat, seharusnya, tapi nyatanya ia masih terjaga. Beberapa kali Ardan menguap, terlihat mengantuk tapi masih saja berkutat dengan pekerjaan lain yang ia handle. Sahila menghela napa, ingin rasanya meminta Ardan tidur namun, ia takut suaminya akan marah. Ia buru-buru memejamkan mata saat Ardan bergerak dari duduknya ingin beranjak. Tak lama, Sahila merasakan selimut menutupi tubuhnya hingga sebatas dada. Jantungnya begitu berdebar, hingga ia takut untuk membuka mata. Keesokan harinya, Ardan cuti bekerja satu hari. Selain karena alasan istrinya sakit, juga karena ia harus merapikan pakaiannya yang harus dibawa karena akan kembali tingga
last updateLast Updated : 2022-07-21
Read more

Sabar sedikit

Sahila terpaksa hanya berdiam diri di atas ranjang. Semalam, setelah emosi juga kesedihannya terkuras karena Ardan, ia tertidur hingga tak tau apakah suaminya pulang ke rumah atau tidak. Karena, ketika ia terbangun, hanya ada Imelda yang duduk di kursi merapat pada ranjang. Siaran TV tak mampu bisa membunuh kesepian juga kesendiriannya. Membaca buku juga sama, ia butuh hal lain yang bisa membuatnya bersemangat. “Ila, mau jalan-jalan keluar rumah sama Ayah? Kursi rodanya udah ada, nih,” ajak Rizal. Sahila menggeleng lemah, dengan tatapan nanar ia menolak tawaran ayahnya. Rizal berjalan mendekat, duduk di tepi ranjang sambil mengusap kepala Sahila. “Semalam, Ardan pulang. Ayah udah bicara, memang semua bukan salah kamu saja, tapi kalian berdua yang salah. Ardan keras kepala, dia terlalu larut juga dengan rasa kecewa karena Kania. Baiknya kalian bicara berdua.” Sahila menghela napas, “untuk apa, Ayah? Kalau Kak Ardan nggak ada perasaan sama Sahila, dan kami akan berpisah setelah anak
last updateLast Updated : 2022-07-22
Read more

Sahila pingsan

“Lepaskan aku, Kak,” tolak Sahila. Ardan memundurkan tubuhnya, cukup terkejut dengan sikap perempuan di hadapannya. “I–la,” ucapnya terbata. Sahila menghapus air matanya, netra mereka bertemu, tak bisa dipungkiri jika Ardan melihat sorot kecewa juga sedih. “Kita mulai dari awal, ya,” ujar Ardan. Sahila menggelengkan kepala, tak siap jika kembali merasakan dibawa terbang tinggi, lalu dijatuhkan begitu saja. Ardan pun sadar, jika ia harus benar-benar membuktikan, jika ia siap membuka hati untuk Sahila, tidak ada nama lain lagi. ***Pengulangan kejadian kehidupan kini menghampiri Ardan, Rizal merasa sedih mengapa putranya harus mengalami hal serupa dengannya. Di dalam kamar, ia dan Imelda terus membahas. “Udah lah, Mas, jangan disesali. Ini memang kesalahan Ardan yang nggak belajar dari permasalahan kita dulu, Mas.” Rizal memeluk erat Imelda, keduanya sudah beranjak untuk tidur, tapi tak kunjung datang rasa kantuknya. Isi kepalanya tertuju pada Ardan dan Sahila. “Mas, kita nggak ak
last updateLast Updated : 2022-07-24
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status