All Chapters of BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN: Chapter 1 - Chapter 10

120 Chapters

Bab 1

"Tidak! Aku tidak mau jadi wanita simpanan, Bu!" pekikku di depan ibu mertua sambil menutup wajah dengan telapak tangan."Dengarkan ibu, Tyas. Zaki itu cacat, dia gak bisa kerja lagi karena lumpuh total kata dokter. Sementara Tuan Edbert itu orang kaya, dia butuh seseorang di sampingnya," tutur ibu mertua lembut. Aku malah muak mendengarnya."Aku tidak peduli!" teriakku, lalu beranjak pergi dari kamar ibu.Kami masih satu atap karena Mas Zaki tidak pernah mau meninggalkan ibunya sejak dulu, sedangkan bapaknya sudah meninggal setahun yang lalu. Aku tidak bisa berbuat banyak karena rumah ini dibeli bukan hasil dari kerja kerasku."Tyas?"Aku menoleh, suara itu jelas milik Mas Zaki. Tatapan matanya menyiratkan tanda tanya. Aku yakin, dia tidak akan setuju bahkan marah besar jika tahu ibu memaksa menantu sendiri untuk mengkhianati putranya.Jujur saja, walau sudah lumpuh dan hanya bisa duduk di kursi roda, aku tidak pernah ada niat untuk meningg
Read more

Bab 2

"Kamu sudah gila?!" Ibu melotot tajam.Aku berdecih. "Bukan aku yang gila, tapi Ibu!"Kami saling beradu pandang dengan mata menyalak tajam. Aku sungguh ingin menjambak rambut keriting miliknya, lalu membenturkan kepala itu ke tembok sampai pecah. Atau haruskah aku mengambil kunci Inggris agar ada perpaduan musik dengan tengkorak kepalanya? Haha, lucu sekali bahkan aku jadi ingin mendengar perempuan tua ini mengerang kesakitan.Bibir ibu mertua terangkat ke atas, lalu berjalan mengitariku. Ujung rambut ini dipegangnya dengan lembut, lalu ditarik keras. Sakit sekali, tetapi berusaha aku tahan. Amarah yang kian membuncah membuat tangan kananku mendorong ibu ke belakang."Kenapa, Tyas?""Aku akan membunuhmu detik ini juga!" geramku, lalu melangkah mendekat."Coba saja!" tantangnya dengan seulas senyum.Namun, ketika jarak kami semakin terkikis, dia langsung duduk di lantai dan bersimpuh memohon agar aku memaafkannya. Air mata itu mengali
Read more

Bab 3

"Dasar perempuan hina! Kamu itu SMP aja gak tamat malah sok-sokan menolak pekerjaan. Yang penting itu ada duit, penampilan jadi bagus, makan pun enak. Tidak peduli dengan cara halal atau haram.""Kalau prinsipnya gitu, kenapa bukan Mbak saja yang jadi wanita simpanan Tuan Edbert?""Tyas! Berani kamu mengatakan itu sekali lagi, kupastikan nyawa suami dan anakmu melayang hari ini juga!" Mas Bayu tiba-tiba ada di antara kami. Aku membuang pandangan sambil berdecih. Mereka seenak jidat mengeluarkan kata-kata juga ancaman karena kami miskin padahal dulu Mas Bayu tidak punya malu meminjam uang pada suamiku dan nekat tidak mau mengembalikan dengan dalih keluarga harus saling membantu.Sekarang? Mereka memang memberi kami tumpangan juga makan gratis, tetapi aku juga bekerja keras di sini. Semua pekerjaan rumah selesai oleh dua tanganku padahal harus mengurus Lia dan Mas Zaki juga. Tawaran itu bukan untuk membantu, tetapi menjerumuskan."Gimana?" Mas
Read more

Bab 4

Pukul delapan pagi ibu menggedor pintu kamar. Aku sedih karena sampai sekarang hati merasa berat untuk menerima tawaran jahannam itu. Selain berharap ada keajaiban, aku tidak bisa berbuat apa-apa.Rencana sudah aku susun subuh tadi. Aku yakin jika tidak ada orang luar yang campur tangan, semua akan berjalan baik. Ah, sial sekali karena ketukan di pintu belum juga berhenti. Mas Zaki yang sejak tadi memangku Lia memintaku ke luar saja."Ada apa Bu?" tanyaku berusaha tenang.Ibu gegas menyeretku ketika melihat Mas Zaki yang menatap kami. Pasti dia masih berusaha menyembunyikan kebenaran. Kalau saja bukan karena ancaman dari mereka, aku tidak akan mau diperlakukan seperti ini. Namun, lihat saja nanti siapa yang akan tertawa menang."Bagaimana? Kamu setuju dengan tawaran ibu, 'kan?""Tentu saja, Bu. Kenapa aku menolak jika bayarannya banyak. Tuan Edbert orang kaya, tentu saja untuk uang seratus juta itu kecil baginya." Aku menjawab enteng."Apa m
Read more

Bab 5

"Aku pergi, Mas. Kamu jangan melakukan pekerjaan berat di kondisi seperti itu," gumamku."Iya, Dek. Mas akan jaga diri untukmu." Mas Zaki tersenyum. Namun, aku bisa merasakan kalau ada luka di baliknya."Aku akan mengurus adik ipar, Tyas. Jadi, kamu tidak usah pusing dan fokuslah bekerja." Mbak Utami mendekat ke arah Mas Zaki. "Zaki itu masih anaknya ibu, kami keluarga dan tidak mungkin membiarkannya kesulitan."Ibu dan Mas Bayu mengangguk setuju. Aku tersenyum menatap mereka, juga kepada Lia. Sekalipun hati tahu betul mereka bersandiwara demi uang, tetap saja aku harus tenang dan dabar. Pintu mobil sudah terbuka, aku masuk beriring air mata yang segera diseka."Mama jangan lama!" pinta Lia dengan senyum polosnya. Anak berusia dua tahun bagaimana mungkin secepat itu mengerti. Huh, entahlah.Dada seperti dihantam batu besar. Aku kesulitan bernapas bahkan untuk membuka mata pun perih sekali. Seandainya waktu bisa berhenti, aku ingin merasakannya. Tangisan Lia yang mulai terdengar membua
Read more

Bab 6

"I-iya, Tuan," jawabku lirih dengan kepala yang semakin menunduk. Derap langkah Tuan Edbert semakin dekat, aku meremas jari ketakutan. Entah bagaimana tampangnya, jika wajah dipenuhi jenggut aku bisa saja melompat ketakutan. "Katakan dengan keras, aku bahkan tidak suka pada perempuan yang berbicara tanpa melihat mataku. Angkat wajahmu!" Suara berat itu menembus masuk ke ulu hati menyisakan luka hingga aku hampir menitikkan air mata. Perlahan aku mengangkat wajah menatapnya. Hati berdesir begitu melihat wajah yang terpahat sempurna. Hidung yang menjulang, bibir tipis berhias kumis tipis bahkan sedikit berwarna merah muda. Kulitnya putih tanpa jenggut. Rambutnya kecoklatan bahkan mungkin bisa dibilang serupa pangeran. Tuan Edbert terkesan masih sangat muda, aku tidak bisa menebak umur jika melihat wajahnya. Apakah mungkin kukatakan sembilan belas tahun? Tubuh yang tinggi dengan suara berat tidak cocok dengan wajahnya yang hampir dikata baby face. "Iya, Tuan. A-aku adalah Tyas,"
Read more

Bab 7

Tentu saja. Aku bahkan bisa melenyapkan keluargamu kalau benar menipuku." Tuan Edbert tersenyum sinis, kemudian kembali berdiri mendekat padaku.Tangan kananku diraihnya, menuntun ke sofa dekat jendela. Kami duduk berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. Tangan kekar Tuan Edbert menyibak rambutku, lalu mengelus leher ini sangat lembut."Kita harus terbiasa seperti ini agar kamu tidak malu jika sudah menjadi istriku. Setelah menikah, jangan memanggilku Tuan Edbert lagi. Aku ingin panggilan yang lebih romantis," bisik Tuan Edbert, lalu memberi gigitan kecil di telingaku.Jujur, ini sangat menggelikan. Seorang istri yang telah berkhianat pada suaminya yang lumpuh. Air mata jatuh membasahi pipi. Aku tidak bisa menerima perlakuan lelaki kaya di depanku hanya saja ... entahlah.Tuan Edbert memegang daguku, sehingga wajah kami saling berhadapan. Untuk sesaat aku sadar kalau dia mendekat hendak mencium bibir ini, beruntung aku lekas memalingkan wajah. Sekalipun nanti harus melakukan hal yan
Read more

Bab 8

"Aku tidak bisa melihat rona bahagia di wajah Nona ketika bertemu Tuan Edbert. Apa terjadi sesuatu, Nona?" Maria menatapku lekat."Maria, aku mau pipis. Kamar mandinya di mana?" Aku sengaja menghentak-hentakkan kaki di lantai berulang kali agar pelayan itu percaya. Tangannya kemudian menunjuk dengan sopan.Parah, bahkan pintu kamar mandi lebih indah daripada pintu rumahku. Dalam kamar mandi ini tersedia bathtub tanam berwarna putih, juga terdapat tabung kaca lengkap dengan shower dan spa uapnya. Ada dudukan melingkar dari marmer di tengahnya.Kamar mandi yang berlapis marmer motif kaca pada dinding dan lantainya juga semakin mewah dengan hadirnya meja rias yang penuh dengan kosmetik. Ini mungkin terkesan sangat mewah. Aroma yang harum menusuk rongga hidung sehingga mandi pun akan terasa nyaman.Entah bagaimana mewahnya kamar pribadi Tuan Edbert.Setelah mencuci wajah dengan air yang sangat segar, aku kembali ke luar. Maria ternyata masih berdiri di luar. Dia kembali mengambangkan seny
Read more

Bab 9

Pertahananku luluh ketika melihat Mas Zaki dengan wajah penuh kerinduan duduk kursi roda yang selalu menemaninya. Dia ada di beranda pintu kamar, seperti habis mandi.Aku langsung menghambur dalam pelukannya. Dinding pemisah yang mereka ciptakan seperti rubuh berkeping-keping.Air mata semakin mengalir deras ketika bayangan Tuan Edbert melintas dalam pikiran. Pengkhianatan itu benar-benar terjadi."Mas kangen sama kamu, Tyas. Mas bahkan berpikir tidak akan melihatmu lagi. Ini kok bisa balik lagi?" Senyum itu merekah sempurna."Aku diberi waktu sepekan, Mas untuk belajar bagaimana bekerja dengan baik. Di rumah Tuan Edbert juga diminta menjaga penampilan sekalipun hanya pelayan."Aku menunduk ketika menjawab takut Mas Zaki melihat kebohongan di mata istrinya.Sayang sekali karena tangan Mas Zaki memegang daguku dan mengangkat wajah ini hingga kami beradu pandang. Kedua alisnya bertaut sempurna. "Tapi di sana kamu nyaman, 'kan?""Iya, Mas. Aku sudah punya teman, namanya Maria. Dia salah
Read more

Bab 10

"Uang apa, Bu? Tyas gak ngirim kecuali buat bayar semua utangnya. Dia kan ngutang sama aku juga waktu Zaki kecelakaan itu!" cebik Mbak Utami kesal. Ibu menatap tidak percaya, baru saja aku ingin melangkah ke kamar tiba-tiba tangan ini dicekal kuat oleh mertua. Aku menoleh. "Ada apa, Bu?" "Zaki mana?" "Baru aja mandi tadi, kenapa?" "Lupakan masalah uang, ibu yakin kamu akan memberi jatah padaku nanti. Sekarang jawab dengan jujur, kamu tidak sedang kabur, kan?"Aku menggeleng. "Tidak. Aku tidak kabur, semua demi Mas Zaki dan Lia bukan kalian. Mereka berdua saja yang menganggap aku penting sementara kalian semuanya mata duitan dan Tuan Edbert tahu itu!" Satu tamparan berhasil lolos menyentuh pipiku. Hangat juga perih, tetapi lebih menyakitkan lagi jika kebenaran telah terungkap. Telunjuk ibu mengarah padaku. "Kamu itu menantu durhaka, Tyas! Awas saja kalau ngadu sama Zaki, nyawa kalian akan terancam. Ibu bisa saja melawan suami cacatmu itu, tetapi ada satu alasan sampai membiarkan
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status