"Maksud kamu apa, Zaki?" tanya ibu mertua memegang bahu Mas Zaki.Seperti tidak suka, dia menepis tangan keriput itu walau dengan lembut aku bisa merasakan kekesalannya. Mas Zaki mendorong kursi rodanya beberapa senti mendekat padaku dengan menatap nanar."Aku tahu kebohongan apa yang sedang terjadi," ucapnya membuat kami terkejut."Tidak ada kebohongan, Mas," elakku."Aku bukan anak kecil. Aku tahu gerak-gerik kalian. Tidak mungkin tiba-tiba Mas Bayu beli mobil, istrinya belanja banyak padahal sudah tidak bekerja dan banyak keanehan lainnya termasuk perhiasan-perhiasan itu.""Kebohongan apa yang kamu maksud, Zaki? Mau memfitnah istrimu karena bekerja di luar rumah? Kalau mau dia terjaga, maka beri dia nafkah, bisa?""Mbak!" selaku, "jangan pernah bilang seperti itu pada Mas Zaki. Dia itu–""Lelaki tak sempurna," sambung Mbak Utami seenaknya."Tidak! Mas Zaki adalah suamiku. Kami ada untuk saling melengkapi. Mungkin detik ini Mas Bayu bisa bekerja di tempat layak, kita tidak tahu epis
Read more