"Akan kah sudah ada nama pria lain di hatimu, Mutia?" "Itu tak penting lagi untuk kita bahas, Mas. Perihal tentangmu adalah urusanmu, dan begitu juga sebaliknya," tegasku agar tak ada lagi kata berharap di antara kita. 'Dulu, aku menganggap kau adalah satu-satunya pria yang akan menerimaku walau aku adalah seorang wanita yatim piatu yang tidak punya apa-apa. Kaubilang, aku adalah walita lucu dan lugu. Dulu, aku telah menganggap apapun masalah dalam biduk rumah tanggaku, kauakan selalu ada di pihakku.' 'Sayang seribu sayang, kaucampakkan semuanya. Ya, karena keluargamu enggan menerima menantu yang miskin sepertiku, dulu. Lantas, sekarang kau akan kembali? Maaf, Mas. Hati ini telah lebih keras dari batu akan penerimaan atas ungkapan cintamu.' 'Jika saja dulu, hatiku terbuat dari kaca, mungkin bukan hanya retak yang kualami, tetapi hancur tiada berkeping lagi.' 'Jika saja hati ini terbuat dari kertas, mungkin bukan hanya hangus, tetapi lenyap termakan api yang melahap tiada henti.'
Read more