All Chapters of Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan: Chapter 31 - Chapter 40

70 Chapters

Lamaran Kedua

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 31  Lamaran Kedua  "Ibu punya hadiah untuk Mbak Danisa," ucapku pada Danisa sambil menyerahkan sebuah bungkusan plastik kepadanya. Dengan cepat aku berjalan dari depan gang setelah turun dari angkutan umum untuk menyerahkan ini padanya. Pasti ia senang mendapati aku membawa hadiah ini mengingat tasnya sudah tak layak pakai.  Namun, tanpa suara Danisa hanya melirik sekilas bungkusan yang masih berada dalam genggaman tanganku tanpa berniat sedikitpun untuk mengambilnya. Ia hanya duduk di atas ranjang sambil memeluk boneka kesayangan pemberian sang ayah. Tak menyerah, aku pun berusaha untuk terus membujuknya.  "Terimalah Mbak, pasti suka. Ini hadiah buat Mbak." Aku pun duduk di sampingnya sambil mendekap tas dalam kantong plastik yang belum mau ia terima. "Enggak! Itu ibu dapatkan dari hasil kerja ikut Mbak Arum ka
Read more

Hari Pertama Bekerja

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 32  Hari Pertama Bekerja  Mbak Ningsih telah membukakan pintu ruang tamu untukku yang baru datang sebagai asisten baru. Sebelum kami mulai bekerja, lebih dulu Mbak Ningsih membawaku untuk bertemu istri Tuan Bram.  "Jangan asal iya-iya aja dong, Pa! Gimana nama baik kita kalau Damar sampai batalin acara lamarannya? Papa ngga malu?!" Suara teriakan seorang wanita terdengar hingga tempatku dan Mbak Ningsih berdiri.  "Kalau anak nggak suka ya mau gimana lagi? Jangan memaksa kehendak kamu pada anak! Damar sudah dewasa, bukan anak kecil lagi!" "Bukan maksa kehendak, Pa! Kemarin-kemarin sudah setuju. Bahkan sudah setuju untuk mengadakan acara lamaran. Masak sekarang gara-gara ketemu wanita di masa lalunya asal batalin semua acara yang sudah disusun? Malu dong, Pa!" "Dari pada anakmu bercerai lebih
Read more

Restu Ibu

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 33  Restu Ibu  Pekerjaan di halaman belakang telah selesai kukerjakan, namun Mbak Ning lebih dulu masuk. Kukembalikan peralatan yang telah kupakai di tempatnya semula dengan rapi. Lalu aku berjalan kembali masuk ke area dapur melalui pintu yang tadi kugunakan saat keluar.  Kulihat Mbak Ning lari tergopoh-gopoh menuju pintu ruang tamu. Sepertinya ada seseorang yang memencet bel sehingga membuat Mbak Ning buru-buru untuk membukakan pintu.  Aku hanya mengintip dari area dapur tanpa berani keluar seperti yang Mbak Ning lakukan. Aku melihat seorang ibu paruh baya dengan rambut di urai dengan indahnya berjalan masuk menuju ruang tamu. Ia berjalan bak model dengan tas menggantung di lengannya. Pakaian yang dikenakan perempuan itu pun tampak bagus, terlihat jika yang datang itu bukan wanita rendahan sepertiku.  "Ib
Read more

Hati Yang Mulai Terbuka

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 34  Hati Yang Mulai Terbuka  "Motor siapa, Pak?" tanyaku saat aku sudah berada di hadapan bapak, ibu, dan ibu mertua. Mereka bertiga sedang duduk di ruang tamu bercengkrama bersama saat istirahat sejenak dari rutinitas persiapan acara pengajian untuk Mas Bima.  "Motor buatmu, Nduk. Sekarang kan kamu sudah bekerja, sengaja bapak belikan motor biar kalau berangkat kerja nggak perlu naik angkot lagi."  "Bapak punya uang?" tanyaku menelisik sambil mendekat ke arah ketiganya. Kucium satu persatu tangan orang tuaku itu lalu aku duduk di sebelah mereka.  "Ya ada, Nduk. Kan Bapak juga kerja nggarap ladang. Sedikit demi sedikit hasilnya bapak tabung dan sekarang bisa buat belikan kamu motor ini. Bagus nggak?" Wajah bapak menunjuk motor yang terparkir di halaman rumah dengan dagunya. Sebuah motor matic keluaran terba
Read more

Ketahuan

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 35  Ketahuan?   "Awas jatuh ya?" teriakku pada Danisa juga Kirani yang sedang berlarian di sekeliling taman. Mereka berdua sangat menikmati acara jalan-jalan hari ini terlihat dari suara tawa mereka yang saling bersahutan sejak tadi. "Iya, Ibu!" teriak keduanya.  Aku dan Mas Damar hanya memandangi mereka dari atas kursi yang kami duduki. Sambil melihat kedua putriku berlarian aku berbincang dengan Mas Damar.  "Jadi kerja di mana sekarang?" tanya Mas Damar membuka obrolan.  Aku terperanjat kaget mendengar pertanyaannya. Reflek kepalaku menghadap ke wajahnya.  "Kenapa kaget begitu?" "Nggak apa-apa!" sahutku cepat berusaha menutupi rasa kaget saat mendengar pertanyaannya.  "Kerja di mana sekarang?" Mas Damar kemb
Read more

Anggota Keluarga Baru

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 36  Anggota Keluarga Baru  Aku hanya bisa pasrah saat Mas Damar menggandeng tanganku menuju kamar mamanya. Orang yang selama satu minggu lebih ini berusaha kulayani dengan baik. Meskipun aku sudah tahu siapa dirinya namun aku tetap profesional menjalankan tugas yang Tuan Bram berikan. Bukan untuk mengambil hatinya, aku hanya bekerja sebagaimana mestinya dan sebagaimana yang telah Tuan Bram amanahkan padaku.  "Ma! Lihatlah bahkan calon mantu mama sudah lebih dulu mengenal mama sebelum aku perkenalkan!" ucap Mas Damar setelah membuka pintu kamar Bu Mala tanpa permisi lebih dulu. Ia langsung saja masuk menuju sebelah ranjang dekat meja rias tempat Bu Mala merapikan rambutnya.  Seketika Bu Mala menoleh dengan kening berkerut. Beliau tak mengerti dengan apa yang putra tunggalnya ini ucapkan. Sedangkan aku hanya bisa menunduk pasrah menun
Read more

Kembali Dekat

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 37  Kembali Dekat "Aku pamit ya, Mbak Ning?" ucapku setelah mengambil tasku di dalam ruangan khusus. Aku menghampiri Mbak Ning setelah kugantungkan tasku di pundak. Ia yang sedang asik dengan sapu di tangannya langsung menoleh ke arahku. Keningnya berkerut dan matanya menelisik tubuhku yang sedang berdiri di belakangnya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.  "Pamit pulang aja kayak pamit mau berpisah lama sih, Mbak?" sungut Mbak Ningsih. Ia menerima uluran tanganku kemudian kembali lagi menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam nya beliau membersihkan diri.  "Iya, Mbak. Aku pamit, besok udah ngga balik lagi ke sini," jelasku. Mbak Ning terperanjat mendengar ucapanku. Ia yang semula sedang memegang sapu untuk membersihkan halaman belakang kini semakin mendekat kepadaku yang masih tetap berdiri di tempatku semula.  "Eh
Read more

Mereka Tak Salah

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 38  Mereka Tak Salah  Tiga kotak nasi ayam beserta sambalnya menjadi buah tangan untuk keluargaku di rumah. Terbukti Mas Damar ingat dengan kedua anakku juga mertuaku yang turut tinggal bersamaku.  Saat perjalanan pulang tah henti Mas Damar bercerita banyak tentang kehidupannya setelah kutinggal menikah.  "Aku telah membeli sebuah rumah sebelum aku datang ke rumah untuk melamarmu waktu itu. Namun bukan kabar bahagia yang kudapat malah kenyataan pahit yang harus kuterima." Hatiku mendadak gerimis mendengar cerita Mas Damar mengenang masa lalunya. Bukan salahku juga karena ia pergi tanpa memberi kabar lebih dulu padaku. Ia juga tidak bicara pada bapak mengenai alasannya yang tak kunjung datang. Seandainya saja Mas Damar pamit, mungkin bapak akan menolak permintaan Mas Bima untuk meminangku.  
Read more

Ponsel Baru

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 39  Ponsel Baru Tak ada asap jika tak ada api. Tak ada akibat jika tak ada sebab. Pun yang terjadi denganku adalah karena Mas Damar terlalu sering datang kemari. Bahkan saat pengajian tujuh hari Mas Bima, Mas Damar senantiasa datang turut mendoakan almarhum suamiku.  Mana orang tahu jika Mas Damar adalah orang yang pernah hadir dalam masa laluku dan akupun tak mungkin menceritakan pada semuanya atas apa yang sudah terjadi diantara kami. Aku hanya bisa mengurut dada agar hati ini tabah mendengar semua suara-suara sumbang yang kadang menyesakkan dada, membuat hati ini perih.  Aku kembali ke dalam rumah dengan hati yang remuk. Siapa yang mau menjadi janda diusia yang terbilang muda. Siapa yang mau ditinggal pasangan hidup yang dengan susah payah telah kita perjuangkan cintanya. Namun apa daya jika takdir sudah memilih jalannya. Aku hanya bisa pasra
Read more

Fakta Yang Terungkap

Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 40  Fakta Yang Terungkap Hari berganti hari, minggu berganti minggu hingga mencapai hari dimana aku mengadakan syukuran seratus hari meninggalnya Mas Bima. Hari-hari kulewati dengan perasaan yang tak menentu. Rasa cinta yang terlanjur tumbuh untuk Mas Bima nyatanya tak hilang begitu saja setelah kepergiannya.  Aku masih sering menangis dalam diam saat malam hari. Mengenang sosok yang setiap harinya menemaniku di sisi. Dia yang begitu tulus mencintaiku hingga tak pernah membiarkanku sedikitpun tersakiti.  Namun Tuhan berkehendak lain dengan memberikan ujian padaku berupa perjuangan untuk merawatnya. Sembilan tahun ia selalu membahagiakanku tak sebanding dengan perjuanganku yang harus merawatnya selama beberapa bulan. Meskipun begitu aku tak mengeluh, aku tahu Tuhan adil padaku. Tuhan mau lihat seberapa besar pengorbananku untuk suami yang telah m
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status