Home / Romansa / Bukan Cinta Buta / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Bukan Cinta Buta: Chapter 21 - Chapter 30

55 Chapters

21. Perburuan II (Update)

Apakah aku sudah di surga? Bintang berkelip di atas langit, membentuk pemandangan yang sangat menenangkan. Aku terbaring, dan pipiku mendadak hangat. Aku menoleh ke kanan, ada api unggun yang menyala dengan aroma ikan bakar yang manis. Aku tidak pernah tahu kalau di surga juga akan ada yang memasak ikan bakar. Aku lapar, perutku kering. Kukira, di surga semua tersedia tapi kenapa masih harus memasak? Hendak bangun, aku merasa bahuku masih sakit. “Bahkan di surga pun aku masih merasakan sakit!” gumamku. “Sialan!” Ah, bahuku sudah dibungkus menggunakan kain. Mungkinkah malaikat yang melakukannya? Gina! Apa yang harus kukatakan padanya? Dia pasti sangat bersedih karena aku sudah mati. Dengan siapa gadis itu bisa menggantungkan hidup ke depannya? Mbok Yem dan Pak Mus, siapa yang akan membiayai kehidupan mereka? “Jangan banyak gerak dulu!” Seorang pria muncul dari balik semak-semak, membuatku waspada. Tetapi begitu cahaya api menyentuh wajahnya, aku bisa memastikan bahwa aku masih h
Read more

22. Perburuan III (Update)

“Mau mampir?” kataku saat sampai di depan gerbang rumah. Juna menggeleng. “Salam buat nyokap lo.” “Sebenarnya, gue tinggal di sini sama saudara gue.” “Bu Galuh nggak tinggal di sini?” Aku menggeleng. “Bunda tinggal di panti. Banyak anak yang harus diurus.” “Oh, oke! Tapi, salam ya. Sampaikan salam untuknya.” “Ya.” Kami berpisah di sini. Aku masuk ke rumah dengan masih menahan nyeri, disambut Gina yang segera mengomel perihal kondisiku. Sialan! *_* Gina memaksaku membawa luka ini ke rumah sakit. Demi kebaikanku. Dia juga melarangku keluar kamar apalagi banyak bergerak. Seolah aku benar-benar penyakitan parah. “Gue suapi!” Dia bahkan terdengar seperti perawat di panti jompo. Mau tak mau, aku menurut. Padahal hampir seumur hidup aku tak pernah dia perlakukan begini. “Omong-omong, Ben nggak ke sini lagi?” “Dia sudah dapat duit.” “Lo kasih berapa?” “Lumayan. Cukup buat dia nggak balik seminggu ke depan.” “Sialan!” umpatku. “Omong-omong, Angga ke sini?” Gina mengangguk. “D
Read more

Rencana Gila Gina

“Gue nggak bisa datang,” ujar Tami sambil sesenggukan sambil memilah pakaian untuk dikenakan ke acara pesta. Yah, mau tidak mau dia harus merombak ulang rencana yang telah dia susun sejak semalam. Air matanya mengalir membasahi pipi kemerahannya. “Tolong bilang ke Ruben ..., gue minta maaf karena belum bisa bertemu sama dia.”“Ya ampun, Tam!” Di layar ponsel tersebut, terlihat jelas kemarahan Gina. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala tegas, seolah hendak memakan hidup-hidup pria yang sudah membuat sahabatnya menderita. “Memang ya, cowok itu keterlaluan banget. Bisa-bisanya dia berbuat kayak gini ke lo. Nggak punya empati itu orang. Bukan manusia deh kayaknya.”Tami menyeka air matanya menggunakan kaos. “Gue juga bingung, Gin.”“Memangnya nggak bisa kalau misalnya kita laporin dia ke polisi?”“Kalau saja bisa, Gin, sudah pasti sejak awal gue akan lapor polisi.” Tami mendudukkan dirinya di meja, mengambil bedak dan memoles wajahnya tipis. Dia tent
Read more

Perusak

Mobil yang dikendarai oleh Juna melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota Jakarta. Baik dirinya maupun Tami, tak ada satupun yang berniat membuka pembicaraan. Dan sejujurnya, Juna jauh lebih suka seperti ini. Sebab baginya, interaksi dengan Tami hanya akan membuat hubungan keduanya lebih dekat. Berteman tampaknya bukan cara yang bagus, sebab Juna bisa saja menjadi berwelas asih kepadanya nanti.Sementara itu, Tami memilih diam dan menatap lurus ke jalanan beraspal yang mereka lalui. Tampaknya, kesibukan pagi akan membuat keduanya agak terlambat. “Iya, Ma.” Juna sengaja membesarkan volume teleponnya, membiarkan sang ibu mengomel di seberang telepon. Lebih tepatnya, agar dia tak sendirian sakit telinga. “Jalanannya macet banget. Kami masih dalam perjalanan ke sana.”“Ya ampun, Juna!” Nyonya Anggara terdengar kecewa. “Tapi, kamu datang kan? Tami juga bisa datang kan?”Juna menoleh ke arah Tami, memberinya kode untuk bicara. Mau tidak mau, Tami pun akhirnya mendekatkan dirinya
Read more

Kecemburuan

Tuan Anggara telah meninggal cukup lama dan sudah seharusnya mereka tidak merayakaan hari-hari konyol semacam ini, setidaknya begitulah Arjuna menganggapnya. Meskipun kesal dengan apa yang dilakukan oleh ibunya, akan tetapi dia sama-sekali tidak keberatan. Yah, bagaimanapun juga dia hanya ingin sang mama bahagia. Sebab dia paham betapa besar cinta yang disimpan oleh Nyonya Anggara kepada mendiang suaminya. Berbeda dengan sang kakak, Anjamara memiliki pemikiran yang sama dengan ibu keduanya. Yah, meskipun kematian telah merenggut dan memisahkan keluarga ini, tetapi tidak seharusnya mereka membiarkan kenangannya hilang begitu saja. Bagaimanapun juga ayah mereka tetaplah bagian dari keluarga. “Anak kita akan menikah, Mas!” ujar Nyonya Anggara dengan lembut seolah suaminya ada di depan matanya. “Kau tahu, kekasih Juna sangat cantik. Persis seperti yang selalu kita bayangkan dahulu.”Bukannya Juna bersikap egois –seperti bagaimana yang dikatakan oleh Tami –dengan membuat cerita palsu kar
Read more

Luka Yang Hilang

Duduk bersama dengan keluarga besar Anggara, nyatanya justru menjadi sesuatu yang sangat asing bagi Tami. Keluarga, yah, keluarga. Sebuah kenyataan yang barangkali sudah hilang darinya sejak puluhan belasan tahun lamanya. Terakhir kali dia memiliki kehangatan seperti ini, tidak lain dan tidak bukan adalah saat di mana mendiang ayahnya masih ada, sebelum pada akhirnya mati dalam timbunan sampah. Sebuah ironi dan bukan sekadar retorika semata. “Tami, mau makan ini?” Nyonya Anggara membuyarkan lamunan Tami, beliau mengambilkan lauk untuk calon menantunya tersebut. Yah, Tami bahkan belum mengisi apapun di piringnya sejak tadi. “Kamu sedang diet kah, Tami?”“Eh, tidak kok!” jawabnya kikuk. “Kok dari tadi malah bengong?” sahut Tante Sesil yang sejak tadi diam menyahut. “Atau jangan-jangan kamu tidak suka dengan makanannya ya?” Buru-buru Tami menggeleng. “Saya suka sekali, Tan.”“Terus, kenapa tidak ambil?”“Eh.”“Sudahlah, Sil!” Nyonya Anggara menyela pembicaraan adiknya dan menoleh kemb
Read more

Kematian

“Tam, keluarga kamu tinggal di mana?” Pertanyaan ini menyambung dari Nyonya Anggara ketika mereka duduk berdua di halaman restoran. Para tamu telah pulang, menyisakan keluarga inti saja. Nyonya Anggara sengaja membiarkan Juna, Anjas dan Viviane menikmati pemandangan pegunungan di sana. Tangan Tami menggenggam cangkir berisi cokelat hangat. “Eh, orang tua saya sudah meninggal, Tante.”“Papa atau Mama?”“Keduanya, Tante!” jawabnya getir. “Mereka sudah meninggal saat usia saya masih kecil.”Nyonya Anggara terdiam, ada rasa empati di dalamnya. “Maaf ya,” ucapnya penuh sesal. “Mama sama sekali tidak tahu. Terus kamu sekarang tinggal dengan siapa?”Tami diam sejenak. Tentu saja dia tak mungkin jujur atas kondisinya. Mana mungkin dia bilang kalau tinggal bersama Ruben? Itulah kenapa, lagi dan lagi dia harus kembali ke buku panduan buatan Tama. “Saya tinggal di apartemen dengan paman serta bibi saya.”“Oh.” Nyonya Anggara manggut-manggut. “Jadi, kapan Mama bisa bertemu dengan mereka?” lanjut
Read more

Gundah

Bukannya Juna tidak siap menjalankan rencananya, hanya saja menikahi perempuan asing meskipun dalam perjanjian adalah sesuatu yang berat. Dia mengorbankan kebahagiaan dirinya sendiri, tapi demi Viviane apapun akan dia lakukan. Kebahagiaan Viviane di atas segalanya. Yah, dia hanya ingin Viviane bahagia. Dia menatap hamparan laut malam itu sambil memegang buku catatan kecil untuk novel terbarunya. Yah, dia akan membuat kisah baru nantinya, tentang seseorang yang baragkali terjebak cinta terlarang atau sejenisnya. Yang jelas, Juna hanya ingin menuangkan kegelisahannya dalam bentuk sebuah karya. Luapan emosi. “Mas Juna!” “Ya, Bi.”“Makan malamnya sudah siap.”“Nanti saya ke sana.”“Kalau kelamaan sayurnya dingin, Mas.”“Saya suka sayur dingin, Mbok!”“Sejak kapan?” tanya Bi Minah serius. “Bukannya Mas Juna suka sup ayam panas?” Arjuna mau tak mau menoleh, dia menatap wanita paruh baya itu cukup lama sebelum akhirnya melontarkan sebuah pertanyaan, “Menurut Bibi, orang yang lari dari ta
Read more

Lamaran

Arjuna dan keluarganya berangkat bersama menggunakan mobil. Hanya Juna, Nyonya Anggara, Anjasmara dan Paman Romi lah yang datang ke acara. Ini memang hari efektif sehingga tak banyak yang bisa datang. Lagipula, Juna memang tak mau membuat repot siapapun. “Ini kan hanya lamaran bisa, Ma.” Begitulah dia bicara saat itu. Meskipun sebenarnya, sama sekali berbeda. Dia akan meminang perempuan yang tak pernah dia cintai, tidak dia kenal tapi atas persetujuan bersama. Benar-benar gila. “Kak Juna?”“Ya, Anjas?”“Kakak sudah telepon Kak Tami, bahwa kita akan tiba sebentar lagi?”Juna mengangguk. “Dia dan keluarganya sudah menunggu.”“Mama tidak sabar bertemu dengan keluarga Tami,” ujar Nyonya Anggara. “Aku juga, Mbak!” Paman Romi ikut menyahut. “Oh iya, rumahnya di apartemen Swastika kan?”“Iya, Om.”“Kawasan elit, bukan?”Juna mengangguk. “Benar.”“Orang tuanya kerja di mana?” “Dia tinggal bersama paman dan bibinya.” Juna menjawab dengan alibi, lagi. Dia menatap lurus ke jalanan yang rama
Read more

Pernikahan Tanpa Cinta

Tami duduk di antara Pak Burhan dan Bu Fitri, membiarkan dirinya dalam suasana tak nyaman dan dingin. Yah, meskipun sebenarnya dia tampil memesona, sama sekali tak merasakan demikian. Justru dia merasa bahwa kini dirinya macam badut yang dipertontonkan. Air matanya bahkan tertahan di pelupuk mata, menghasilkan rasa panas yang menyesakkan dada.“Tami?” Bu Fitri berbisik, “kamu kenapa?”“Tidak apa, Bu.”“Tahan ya.”“Baik, Bu.”“Langsung saja, Pak, Bu,” Om Romi membuka pembicaraan di tengah keheningan. “Saya selaku perwakilan dari keluarga Anggara datang kemari untuk membicarakan permasalahan serius dengan wali dari Tami. “Sebelumnya, kami sangat berterima kasih karena keluarga Tami mau menerima kedatangan saya dan keluarga di rumah yang nyaman ini. Kami juga sangat berterima kasih atas penyambutan yang kalian dan keluarga berikan.” Pak Burhan menjawab, “Terima kasih kembali kepada Bapak, Ibu dan keluarga sudah mau berkunjung ke apartemen kami yang sederhana ini.”“Sebelumnya, barangka
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status