Beranda / Romansa / Bukan Cinta Buta / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Bukan Cinta Buta: Bab 41 - Bab 50

55 Bab

Rencana Viviane

“Dia mulai curiga sama kita.” Arjuna berdiri di teras sambil menikmati secangkir teh hangat, sementara Tami yang ada di sampingnya hanya bisa menghela napas panjang. Keduanya memperhatikan deburan ombak di kejauhan yang menimbulkan keindahan malam, di antara bebatuan karang, pohon kelapa berdiri kokoh meskipun diserang oleh angin kencang. “Aku nggak menyangka kalau dia bisa kepikiran sejauh itu.” “Menurutmu, kenapa dia kepikiran sejauh itu?” tanya Tami. Juna menoleh. “Mungkin karena akting kita nggak cukup meyakinkan,” jawab Juna. “Kita kurang memperlihatkan suami istri. Maksudku, bagaimana jika kita merencanakan bulan madu?” “Mas Juna gila?” “Aku serius, Tami!” Arjuna mendekati istrinya dan menatap mata cokelat Tami dalam. “Bayangkan, kita bisa mengambil ini sebagai langkah baru. Maksudku, Mama dan Vivi tak akan curiga lagi kalau kita jalan-jalan berdua. Kita bisa mengambil alasan bahwa uang tabungan kita digunakan untuk bulan madu.” “Ke mana? Bali?” “Itu sudah biasa!” ujar Juna
Baca selengkapnya

Cemas

“Ayo, Njas! Cepat!” Nyonya Anggara panik, di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan rendah di antara lautan kendaraan. Di sampingnya, putra bungsunya terus fokus dengan jalanan, meskipun sebenarnya Anjas pun dilanda kegelisahan. Baru kemarin Juna tidak sadarkan disi dan sekarang kakaknya itu kembali jatuh pingsan. “Sabar, Ma!” ujar Juna. “Mama jangan panik ya.” “Njas!” Nyonya Anggara menyeka air mata di wajahnya. “Bagaimana mungkin Mama bisa tenang kalau harus melihat kakakmu begini? Kakakmu menderita, Njas. Mama sangat khawatir seandainya kakakmu kenapa-kenapa. Apalagi jantung Juna.” “Mama!” Anjas menyentuh pundak ibunya. “Jangan bicara buruk, Ma. Kan Mama tahu sendiri bagaimana kondisi Kakak. Kak Juna nggak akan kenapa-kenapa. Kak Juna pasti baik-baik saja. Mama sabar ya.” “Jantung kakakmu.” “Ma, jantung Kak Juna pasti kuat.” Anjas sejujurnya pun tidak yakin. “Kak Juna orang yang sangat kuat. Buktinya dia bisa bertahan sejauh ini. Hanya saja, Kak Juna memang masih perlu pe
Baca selengkapnya

Rahasia

“Mama dulu hampir meminum racun satu botol penuh karena tak kuat menerima kenyataan bahwa Papa kamu sekarat.” Nyonya Anggara menenang masa-masa sulit itu dan menyeka air mata yang jatuh di pipinya. “Mama dulu berpikir bahwa semuanya akan berakhir saat kematian sama-sama merenggut kami berdua.”“Mama nggak pernah cerita ini sebelumnya,” kata Anjas dengan penuh duka. “Kenapa Mama merahasiakan ini kepada aku dan Kak Juna?”Nyonya Anggara tersenyum getir. “Itu luka orang tua. Sebagai anak, kalian nggak perlu tahu luka orang tua kalian. Satu-satunya yang kalian harus tahu adalah bahwa Mama mencintaimu dan kakakmu.”Anjas hanya bisa tertegun mendengar penjelasan ibunya, sebab seumur hidup dia selalu melihat ibunya sebagai orang paling tegar di dunia. Setelah keluarga mereka dilanda kegelisahan, kehilangan dan air mata bercurusan. Baru kali ini dia dengar bahwa ibunya pun bisa merasa berduka.“SAYANG!” Teriakan Viviane membuat keduanya menoleh. Sambil membawa sandal berhak tinggi, Viviane b
Baca selengkapnya

Beruntung?

Mungkin apa yang dikatakaan oleh Vivi benar, Tami adalah orang jahat yang merencanakan sesuatu di balik kebaikannya pada keluarga ini hanya demi sesuatu. Atau lebih tepatnya demi keuntungannya sendiri. Dan, Tami tidak bisa mengelaknnya. Namun, dia juga tidak terima dituduh begini, seolah dia adalah penjahat yang kejam dan siap menerkam siapapun yang berdiri di belakangnya. Apakah ini adil?Tami menatap suaminya yang kini masih belum sadarkan diri, Juna masih terpejam. Napas pria itu amat pelan, seolah hendak berakhir sementara detak jantungnya tergambar naik turun dari monitor di samping tempat tidur.Sebagai pasangan pura-pura, entah bagaimana Tami juga merasakan sakit saat menyaksikan suaminya terbaring maca mini. Dia seolah ditusuk oleh sesuatu yang mengerikan. Mungkinkah ini takdir sebagai seorang istri? Tami pun tak paham sama sekali.“Argh!”Terdengar suara eraman di balik masker oksigen yang dikenakan oleh Juna, buru-buru Tami berdiri untuk memastikan kondisi pria itu. Benar sa
Baca selengkapnya

Kau Yang Terindah

“Siapa dia?”Tatapan mata Viviane penuh intimidasi, jelas sekali kalau dia seolah mendapatkan kepuasan dan merasa telah berhasil membungkam Tami. “Suami lo lagi sakit, Tami. Dan, lo malah bertemu dengan pria lain entah siapa?” lanjut Viviane. “Kalian bahkan baru menikah tapi lo sudah …, atau jangan-jangan kecurigaan gue selama ini benar. Kalau lo menikahi Juna hanya karena dia akan segera mati? Lo mau warisan Juna, kan?”“Lo bicara apa sih, Vi?” Tami mencoba mengelak. “Jangan ngaco kalau bicara. Gue nggak melakukan apapun. Gue hanya bertemu sama teman, sudah itu saja. Nggak lebih.” Meskipun berusaha menutupi, tapi ekspresi ketakutan Tami masih tergambar jelas di wajah pucatnya. “Gue duluan, mau ke tempat Mas Juna.”“Sudahlah, Tam.” Senyuman Vivi mengembang, memperlihatkan kebencian dan rasa muak. “Lo pikir gue nggak tahu orang macam apa lo sebenarnya?”Langkah Tami terhenti, dia berbalik untuk menatap lawan bicaranya. “Maksudnya?”“Lo pikir gue nggak tahu kalau lo sebenarnya bukan be
Baca selengkapnya

Pulang

Juna keluar dari rumah sakit dua hari kemudian. Tami dibantu Nyonya Anggara mempersiapkan kepulangan Arjuna, sebab Anjas tengah disibukkan oleh persiapan pernikahan. “Tami, bisa kamu banu Mama melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper?” Nyonya Anggara yang sedang menyuapi Juna sarapan langsung berkata saat menantunya keluar dari toilet di kamar perawatan Juna.Gadia cantik itu kemudian mengangguk. “Mama, aku sudah menelepon Bi Minah. Dia kelihatan cemas sekali.”“Tentu saja, dia sudah lama bekerja dengan keluarga kita. Juna juga sudah seperti anaknya sendiri. Bukan begitu, Jun?”Arjuna mengangguk. “Aku kangen juga sama Bi Minah.”“Makanya kamu harus cepat sembuh, biar nggak lama di rumah sakit.” Nyonya Anggara mengelus puncak kepala anak sulungnya lebut. “Mama harap kamu bisa dapat donor jantung. Mama mau kamu dan Tami Bahagia dan bisa hidup lebih lama. Mama nggak mau Tami menjadi seperti Mama yang kehilangan papa kamu.”Juna terdiam, matanya kosong. Yah, seandainya mamanya ta
Baca selengkapnya

Pasangan

Ombak yang menggulung di hadapannya, seolah menggambarkan isi kepala Tami hari ini. Perempuan mud aitu kini terduduk di teras kamar pribadinya, di teras rumah kayu biasa dia beristirahat. Namun kali ini, dia agak terganggu oleh pemikiran aneh yang terjadi sejak kedatangan Pandu tadi. Dia tahu bahwa hubungannya dengan Juna hanyalah kepura-puraan tapi membiarkan pria itu mati rasanya Tami juga tidak tega. Dia meraih ponsel pintarnya, menimbang sebentar lalu meletakkannya kembali. Sebenarnya, dia ingin sekali menghubungi Ruben tapi rasa gengsinya datang kembali, lagi dan lagi. Apa yang bisa dia harus dia lakukan sekarang? Tami bingung, kalut.Tami mengirup napas panjang lewat hidung sebelum menghelanya pelan lewat mulut. Apa-apaan ini? Rasanya nyeri sekali. Juna menjadikannya tokoh utama dalam buku karangannya, tapi bukankah ini tidak ada dalam kontrak? Tami merasa apa yang dilakukan suaminya sudah keterlaluan tapi anehnya Tami pun tak bisa mengelak apalagi marah. Lebih tepatnya, dia t
Baca selengkapnya

Siapa Yang Beruntung?

Selepas makan malam, Tami memilih untuk menemani Juna di kamar pribadinya, sebab tak ingin membuat Nyonya Anggara curiga. Tidak banyak yang bisa dilakukan. Tami hanya duduk dan membaca buku-buku koleksi suaminya, sementara Juna mengerjakan tugasnya mengetik di meja kerja.Suasana di sana sangat cerah pada saat itu. Tami bisa merasakan taburan bintang di atas langit menyapanya, seolah memintanya datang. Namun, dia juga tahu bahwa semuanya tak seserhana cuaca. Dia diam-diam merasa getir karena merindukan Ruben. Yah, setelah pertengkaran mereka kemarin, Ruben bahkan tak ada usaha untuk meminta maaf. Apa-apaan ini?“Kenapa kamu murung, Tami?”Pertanyaan Juna sontak membuat perempuan itu menoleh, tidak menyangka bahwa Juna akan menanyainya. Dia kemudian menggeleng. “Saya baik-baik saja, Pak.”“Jangan bohong!” tegas Juna. “Masalahmu dengan Ruben belum selesai kah?”Tami menarik napas panjang, lalu menggeleng. “Dia kayaknya nggak ada niatan bakal minta maaf,” jawab perempuan itu dengan getir
Baca selengkapnya

Uang

“Kamu serius, Mas?”Mata Tami membelalak saat menerima uang tersebut. Lebih tepatnya, tidak percaya denga napa yang dia lihat. Juna mengangguk. “Ya. Tentu saja, Tami.”“Astaga!” Tami menggeleng tegas, lalu mendorong tangan Juna dan uang itu menjauhinya. “Aku nggak bisa menerima uang ini.”“Kenapa?”“Mas, uang ini bukan hak aku,” jawab Tami. “Uang ini jelas berada di luar kontrak kita. Aku nggak mau melanggar kontrak apapun, Mas Juna.”“Tami ini bukan pelanggaran kontrak sama sekali.” Juna terkekeh, lalu menghela napas panjang. “Anggap saja ini sebagai kompensasi atas perbuatanku selama ini. Maksudku, kerja kamu bagus. Ini bonus.”Tami menggeleng kembali. “Mas, aku nggak melakukan apa-apa.”“Sayang, sarapan dulu!” Nyonya Anggara dari dalam rumah memanggil, dengan penuh semangat wanita paruh baya itu menghampiri keduanya. “Kalian sedang apa?” lanjutnya bertanya.Tami diam, tidak menjawab. Begitupun dengan Juna.“Eh, apa ini?” tanya Nyonya Anggara saat menyadari bungkusan di tangan anak
Baca selengkapnya

Putus

Keesokan harinya kami berangkat ke rumah lamanya, tidak lupa dia membeli beberapa barang dari minimarket bagi oleh-oleh untuk sang kekasih. Semua ini dia lakukan juga sebagai permintaan maaf karena telah menyakiti perasaan Ruben, serta ingin dia kembangkan bisnis laundry yang selama ini dikembangkannya bersama pria itu. Sementara Juna, dia berada di rumah bersama Nyonya Anggara. Untungnya Juna bisa meyakinkan sang ibu jika Tami harus pergi keluar sebentar saja untuk bertemu dengan teman-temannya. "Aku nggak mau larang Tami, kalau dia memang mau ketemu teman-temannya Kenapa harus dilarang?""Kamu benar, Juna. Mama setuju dengan keputusan kamu. Karena meskipun kamu dan Tami sudah menikah, tetap saja Tami berhak memiliki kehidupannya sendiri di luar kamu.""Jadi Mas Juna nggak keberatan?" Begitulah akting Tami dan Juna untuk mengelabuhi wanita paruh baya itu. Dan tentu saja dengan senang hati nyonya Anggara menerima tawaran sang menantu untuk menjaga putranya. Sebagai orang tua tentu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status