Home / Fantasi / An Unidentified Witch / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of An Unidentified Witch: Chapter 71 - Chapter 80

103 Chapters

70. Karleen Siapanya Conrad?

Conrad menatap Kenan dengan sedikit prihatin. “Kau, kenapa kau bertingkah tidak sopan seperti tadi? Mengapa kau berkata yang tidak-tidak di hadapan Karleen? Untung saja dia menamparmu tidak terlalu keras.” “Kak, d-dia siapa, hah? Katakan dengan jujur, dia sebenarnya siapa?’ tanya Kenan. “Bukankah kau sudah berkenalan dengannya tadi? Kau sudah tahu kan dia siapa?” Conrad seperti mengelak pertanyaan Kenan. “Bukan namanya, tapi hubungan anak itu denganmu apa? Bagaimana anak itu bisa terlihat mirip denganku. Bahkan dia sangat mirip dengan gadis kecil yang ada di mimpiku.” Conrad menelan ludahnya. Dia tidak siap menjawab hal yang sesungguhnya kepada Kenan. “Aku hanya sebatas teman dengannya. Kau tidak tahu bahwa Karleeen dari belakang sangat mirip dengan Ailsa? Coba kau lihat dia dari sini, kau bisa melihatnya kan?” kata Conr
Read more

71. Saudara Kembar

Kenan memimpin jalan menuju Kafe. Karleen dengan susah payah menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Kenan. Dia menatap Kenan dari samping sesudah dia berhasil menyamakan langkahnya. Wajahnya memang sangat tampan, tapi sikapnya barusan membuat dirinya merinding. Memang fisik itu belum tentu mencerminkan kepribadian seseorang. Karleen sangat yakin jika Kenan sepantaran dirinya. Namun, tubuh Kenan tidak kalah tunjang dibandingkan Warren membuat Karleen bertanya-tanya apakah laki-laki itu memang sepantaran dirinya atau lebih tua darinya. Mereka sampai di sebuah kafe yang lumayan luas. Dengan interiornya yang klasik, memberikan suasana yang nyaman bagi Karleen. Kenan langsung melihat-lihat buku menu yang terpampang di atas meja. “Kau ingin pesan apa?” tanya Kenan. Karleen bergedik setelah mendengar pertanyaan Kenan. “Mengapa kau bertanya? Kau ingin menrakrirku, huh?”&nbs
Read more

72. Akibat Ulah Kenan

Kenan berusaha menenangkan dirinya. Jarinya mengelap darah segar yang keluar dari hidung Karleen. Karleen tidak hanya mimisan, dia juga batuk-batuk. Bahkan batuknya semakin parah karena mengeluarkan darah. Darah dari batuk Karleen meninggalkan banyak bercak merah pada kemejanya. Pelayan dan pekerja di kafe itu terlihat panik melihat kondisi Karleen. Tidak lama berselang, Karleen kehilangan kesadarannya. Kenan meminta pertolongan kepada pekerja di kafe tersebut. Mereka tampak sedikit bingung mengatasi kondisi yang dialami Karleen. Conrad yang tahu siatusi seperti ini akan terjadi, masuk ke dalam kafe. Dia meninggalkan belanjaan Kenan di toko baju tadi. “Karleen!” panggil Conrad dengan panik. Dia langsung menggendong Karleen yang semula berada di pangkuan Kenan. “Kau! Jangan dekati Karleen!” ucap Conrad dengan lantang. Kenan terkejut karena Conrad terlihat sangat marah. Conrad m
Read more

73. Perasaan Bersalah

Lisette yang mendengar sedikit keributan di belakangnya, membalikkan badan. Dia tidak menyangka Edwyn akan menyerang laki-laki berambut perak itu. “Edwyn!” teriak Lisette. Conrad yang tidak perlu menebak apa yang terjadi, sudah tahu kejadian itu akan terjadi. Sahabatnya Karleen, Edwyn pasti sepenuhnya menyalahkan Kenan. Apalagi mereka bertiga sudah bersama-sama sejak kecil. Mereka pasti tahu bahwa Karleen jarang sekali sakit dan tidak memiliki penyakit apapun. “Edwyn! Apa yang kau lakukan kepada Tuan ini?” tanya Lisette yang sedikit khawatir dengan kondisi Kenan. “Dia pantas mendapatkan tinjuan itu Lisette! Bagaimana bisa orang yang baru saja dikenal oleh Karleen, langsung memeluk Karleen?” Lisette tidak mengerti dengan ucapan Edwyn. “Maksudmu, dia memeluk Karleen?” tanya Lisette memastikan. “Iya, dia mengaku sendiri sendiri setelah aku tanya.&rdq
Read more

74. Kemarahan yang Tertahan

Kenan duduk termangu di koridor rumah sakit. Kedua tangannya mengepal. Jika saja dia tidak bertindak impulsif untuk memeluk Karleen, pasti Karleen tidak akan seperti ini. Dia sangat berharap Karleen bisa pulih dengan cepat. Ada  banyak hal yang ingin dia katakan kepada kembarannya itu. Dadanya merasa sesak. Jika Conrad sudah mengenal Karleen sejak lama dan mengetahui bahwa Karleen merupakan kembarannya, mengapa Conrad menutup kebenaran itu dari dirinya? Ingin rasanya Kenan marah kepada Conrad. Jika Kenan tidak pernah bermimpi mengenai Karleen kecil, maka Kenan tidak akan pernah tahu bahwa dirinya memiliki saudara kembar. Kenan berusaha mengingat-ingat kembali segala kejanggalan selama hidupnya di kastil. Ada banyak keanehan yang dia alami dan tidak mungkin pernah dialami oleh anak-anak lain sebayanya. Sejak kecil dia hanya berada di kastil saja. Conrad tidak memperbolehkan Kenan untuk keluar dari kastil. Kenan juga dilarang untuk bermai
Read more

75. Kekhawatiran

“Kau tidak usah khawatir, kondisi Karleen tidak parah. Dia sudah diberi injeksi dan hanya butuh istirahat saja,” jelas Conrad. Kenan tersenyum tipis. “Kau, apa yang sudah kau katakan kepada Karleen?” tanya Conrad dengan intonasi yang berbeda dengan sebelumnya. “A-aku bilang bahwa aku adalah kembarannya.” Conrad berdecak sebal mendengar jawaban Kenan. “Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu kepada orang yang baru pertama kali kau temui? Apa yang mendorong dirimu untuk mengatakan itu, hah? Kau kira dia akan percaya dengan kata-katamu?” “Kak, bukankah aku yang seharusnya bertanya. Bagaimana bisa kau menutupi kenyataan bahwa aku adalah saudara kembar Karleen?” Pupil mata Conrad membesar. “K-kau!” Conrad tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. “Aku sudah sangat yakin bahwa dia ada
Read more

76. Celah Dimensi

Warren dan Gunther berhenti di sebuah celah yang mulai menyatu. Mereka berdua melempar pandangan, bingung dengan apa yang mereka lihat. Celah itu seperti dibuka dengan sengaja. Demon yang mereka ikuti tadi, menghilang ke dalam celah itu. Warren menduga, celah ini dibuat sengaja oleh dalang kejadian ini. Gunther yang penasaran, memberanikan untuk mengintip sedikit ke dalam celah. Belum sempat matanya menangkap sesuatu, Warren menarik Gunther. “Hei, apa yang ingin kau lakukan? Jangan terlalu dekat dengan celah itu! Jika demon yang lain bisa mencium bau manusia, mereka akan keluar secara berbondong!” Gunther menurut, dia melangkah mundur. Sejak turun membasmi demon bersama Warren di bawah pasukan rahasia, Gunther tidak tahu asal muasal demon itu. Bahkan awalnya Gunther menganggap bahwa makhluk mitologi seperti itu benar-benar mustahil keberadaannya. “Kapten! Apakah di masa yang akan da
Read more

77. Cerita dari Pak Tua

Letnan Jenderal bersama ketujuh bawahannya sudah sampai di sebuah markas yang jauh dari kota. Orang yang dipanggil dengan sebutan Pak Tua itu sudah menunggu kehadiran mereka. Gelak tawa yang patah-patah menjadi salam pembuka sesaat mereka sampai di markas. “Kalian pasti tidak menemukannya,” ucapnya. “Sejak 18 tahun yang lalu, aku ingin mencari-cari mereka tapi tidak kunjung ketemu juga.” “Mereka? Maksud Pak Tua aura merah itu lebih dari pada satu orang?” tanya Luigi yang penasran dengan maksud Pak Tua. “Mereka adalah kembar, laki-laki dan perempuan.” Mata Luigi terlihat berbinar. Dia merasa memiliki secercah harapan lagi. Jika mereka berhasil menangkap dua aura merah itu, Luigi yakin cita-cita keluarganya dan Pak Tua akan terwujud. “Kau melihat rupa anak itu?” tanya Pak Tua kepada Luigi.&ldqu
Read more

78. Cerita dari Pak Tua 2

Pak Tua meneruskan ceritanya. Tidak hanya Luigi yang mendengarkan cerita itu dengan serius, ketujuh bawahan Luigi juga mendengar ceritanya lamat-lamat. “Setelah melakukan berbagai persiapan, semua anggota klan Freiberg dan Buhler berkumpul. Mereka berdoa dan memberikan darah segar mereka dengan melukai telapak tangan mereka. Darah itu langsung mereka alirkan di celah-celah antar dimensi. Hampir semua warga menyaksikan kejadian itu. Celah yang sudah dialiri oleh darah segar mengeluarkan cahaya. Kejadian itu tidak bisa dilupakan pada warga. Celah itu sukses tersegel. Semua orang yang melihat itu bersorak-sorai. Mereka bersuka cita karena tidak akan ada lagi yang mengganggu mereka. Darah segar yang telah dialirkan, tidak tahu bagaimana caranya, berkumpul di sebuah titik yang sama. Darah itu rupanya tidak hilang setelah berhasil menyegel celah. Orang-orang yang berada di tempat itu satu per satu pergi. Hanya beberapa orang yang tetap di te
Read more

79. Perhatian Warren

Warren dan Gunther memasukkan kuda mereka ke kandang. Perasaan Warren setelah sampai di militer merasa tidak enak. Dia seperti merasa ada sesuatu yang janggal terjadi. Gunther yang kelelahan karena latihan pedang pagi tadi dan berkuda berkilo-kilo meter merenggangkan kedua tangannya. “Kapten, apa kau tidak merasa lelah?” tanya Gunther yang masih menggerakkan sendi-sendi di tubuhnya. Warren tidak menjawab pertanyaan Gunther. Dia sibuk dalam pikirannya. “Kapten, kau tidak perlu memikirkan masalah tadi. Kita pasti bisa menyelesaikannya bersama. Masalah demon itu tidak bisa hanya dipikirkan seorang diri. Kita harus-” “Shhh! Tidak perlu banyak bicara. Aku tidak sedang memikirkan demon, aku sedang memikirkan Karleen.”“Astaga! Baru beberapa jam setelah kita bertemu Karleen, kau suda merindukannya? Ckckck, benar-benar. Orang yang jatuh cita memang seperti itu, ya.” Gunther
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status