Semua Bab An Unidentified Witch: Bab 91 - Bab 100

103 Bab

90. Berlatih Pedang Kembali

Pagi-pagi sekali Karleen tanpa ditemani oleh Lisette sudah menuruni tangga. Sesuai jadwal, dia akan berlatih pedang bersama Warren sebelum upacara peresmian hari ini dimulai. Bunyi gesekan pedang terdengar saat kaki Karleen menginjaki lapangan. Warren dan Gunther belum sadar atas kedatangannya. Karleen berdecak kagum melihat kepiwaian Warren dan Gunter. Meski sudah dua hari yang lalu Karleen melihat mereka duel, Karleen masih kagum dengan permainan mereka. Karleen bertepuk tangan dengan semangat. Wajah Warren yang dipenuhi oleh peluh langsung tertuju menuju Karleen. “Karleen, apa yang kau lakukan di pagi buta seperti ini? Apakah kau rindu kepadaku?” Rahang Karleen turun. Dia tidak menyangka hal yang seperti itu akan keluar dari mulut Warren. Begitupula dengan Gunther, dia menahan tawanya. Karleen dan Gunther saling melempar pandangan. “Kalian!” lirih Warren pelan yang setelahnya menghampiri Karlee
Baca selengkapnya

91. Kepikiran

Lisette menghentak-hentakan kakinya. Sudah berpuluh menit dia menunggu Karleen di depan pintu kamarnya. Dengan wajah yang kusut dia hendak kembali ke kamarnya dan bersiap untuk sarapan sendiri. Namun, sosok Karleen muncul dari tangga. Membuat Lisette berteriak dan berlari memeluk Karleen. “Pantas saja aku menunggumu di depan kamar, kau tidak keluar-keluar!” tukas Lisette. “Dari mana saja kau, Karleen? Jangan bilang kau diam-diam menemui Kapten Warren?” selidik Lisette. Dia merenggangkan pelukannya dan menatap wajah Karleen dengan serius. “Ah, maafkan aku Lisette. Benar, aku menemui Warren tapi untuk berlatih pedang. Bukan karena hal  lain,” jawab Karleen jujur dengan volume pelan. Dia tidak ingin ada yang mendengar jawabannya barusan. “Haa, baiklah. Kau mengagetkanku saja. Kalau begitu, setelah ini ayo kita turun. Aku sudah sangat penasaran dengan menu s
Baca selengkapnya

92. Kemiripan dengan si Aura Merah

Suara terompet yang asing terdengar di penjuru kompleks militer. Para calon prajurit tergesa-gesa menuju lapangan yang berada di tengah-tengah kompleks. Karleen dan Lisette sudah tiba di lapangan sebelum para prajurit lainnya datang. Mereka berpisah ketika regu masing-masing sudah berbaris. Lisette mengepalkan tangannya, menyemangati Karleen. Begitu pula dengan Karleen. Dia melakukan hal yang sama. Tidak banyak berbeda dari upacara sebelumnya. Ada protokoler yang membuka upacara dengan membacakan berbagai pembukaan. Namun, yang paling menyita perhatian Karleen adalah, terdapat beberapa prajurit yang mengenakan seragam putih dengan motif yang berbeda dari seragam calon prajurit dan juga prajurit. Seragam putih yang dihiasi dengan motif berwarna emas. Memberikan kesan yang sangat elegan ketika dikenakan. Karleen terpana ketika melihat seragam itu yang bersinar terkena cahaya matahari. Meski menyilaukan mata, Karleen terus saja menatapnya. Dia menduga-duga apa yang membuat prajurit itu
Baca selengkapnya

93. Insiden di Perpustakaan

Karleen berpamitan kepada kedua sahabatnya untuk pergi menuju perpustakaan. Karleen pikir karena baru saja menyelesaikan upacara peresmian, para calon prajurit pasti sibuk untuk beristirahat dan mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran. Ada beberapa hal yang ingin Karleen cari. Pertama mengenai bahasa Kuno. Yang kedua mengenai sejarah sihir dan penyihir. Jika ada buku yang menjelaskan itu, Karleen akan segera meminjamnya. Dia harus menelaah hal yang menjadi rasa penasarannya. Karleen tidak mungkin harus menunggu penjelasan yang detail dari Conrad. Apalagi dengan jadwal Karleen yang kedepannya akan sangat sibuk. Pasti tidak akan ada waktu untuk bertemu dengan Conrad dan membicarakannya. Karleen yang masih mengenakan seragam putih itu berkeliling menyusuri rak-rak. Dia membaca plang keterangan rak. Sangat sulit mencari buku yang diinginkannya. Jenis buku seperti itu pasti jarang ada yang ingin membacanya.  Karl
Baca selengkapnya

94. Kenan dan Rasa Penasarannya

Pagi buta sekali Kenan telah bangun. Dalam senyap dia menyelinap ke dalam ruangan Conrad. Ada hal penting yang harus Kenan baca. Dokumen rahasia yang disimpan oleh Conrad. Kenan sudah tahu bahwasannya Conrad selalu mengunci ruangannya. Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan perkakas yang sekiranya diperlukan untuk mencongkel lubang kunci. Kenan lupa, tidak sesimpel itu Conrad mengunci ruangannya. Sihir yang belum pernah Kenan pelajari menyegel pintu ruangan Conrad. Kenan mendengus kesal. Usahanya sia-sia membawa perkakas untuk membuka pintu ruangan Conrad dengan paksa. Kenan mencoba sihirnya. Lagi-lagi dia mendengus kesal. Sihirnya belum sanggup untuk menyamai sihir segel milik Conrad. Kenan mencoba berulang kali. Bukannya berhasil, sihirnya malah meleset dan menyebabkan percikan api.  Bau gosong menyerbak. Entah berapa kali dan seberapa kuat sihir yang Kenan coba. Kenan panik dan segera memadamkan api. Hanya saja
Baca selengkapnya

95. Amarah dan Senyuman

Jaye meninggalkan perpustakaan dengan amarah. Dia tidak menyangka akan ada perempuan yang tidak nyaman berkomunikasi dengannya. Belum lagi ekspresi wajah yang tunjukkan oleh Karleen sangat memuakkan baginya. Selama ini semua perempuan yang diajak bercerita dengannya pasti berekspresi senang dan malu-malu. “Kau berniat untuk pura-pura sulit didekati, huh!” dengus Jaye. Masih dalam amarah, Jaye berjalan cepat menuju ruangannya. Dia harus memikirkan matang-matang rencana yang telah dibicarakan Hylda kepada dirinya. Yang perlu dilakukan Jaye adalah bersabar. Dia tidak boleh cepat-cepat mengambil langkah. Harus banyak pertimbangan dan proses dalam rencana ini. Yang pasti, tujuan akhirnya adalah Karleen akan berada di genggamannya. Jaye mengambil bolpen dan menarik kertasnya asal. Dia menuangkan ide di dalam kepalanya ke atas kertas itu. sambil menyeringai, Jaye memandangi wajah Karleen. Ingin sekali dia melihat wa
Baca selengkapnya

96. Teleportasi Pertama Warren

 Conrad menghela napasnya panjang. Dia membereskan dokumen-dokumen yang baru saja selesai dia kerjakan. Kini saatnya menulis surat untuk Gunther. Conrad mengambil kertas dan bolpen. Dia lupa apa saja yang ingin dia tulis untuk Gunther. “Haaa, aku lupa apa saja yang harus kutulis di surat ini,” keluh Conrad. Pikiran Conrad saat ini sangat kacau. Dia tidak bisa menebak apa yang dirasakan Kenan setelah mengetahui kondisi dirinya dan Karleen tidak aman. “Aku akan menanyakan kabarnya dan Warren terlebih dahulu, bagaimana kondisi di kompleks  militer, bagaimana Karleen di sana, dan bagaimana perkembangan demon di sana. Aku juga harus menuliskan bahwa demon sudah jarang muncul di daerah sini.” Conrad dengan rapi menuliskan semua itu dalam rangkaian kalimat. Dia tidak perlu berlama-lama, menyimpan surat itu. Bersamaan dengan surat Karleen dan buku yang dia beri untuk Karleen, Conrad 
Baca selengkapnya

97. Obrolan Mereka Mengenai Karleen

“Sebentar, coba kau tersenyum,” perintah Warren. Kenan dengan polosnya mengikuti perkataan Warren tanpa membantah. “Lebih lebar lagi.” Kenan tersenyum sangat lebar. “Lesung pipimu ada, tetapi tidak sejelas milik Karleen,” tukas Warren. Conrad dan Gunther melemparkan pandangan. “Sejak kapan Karleen memiliki lesung pipi?” tanya Conrad. Gunther menaikkan bahunya. “Aku mengetahuinya sejak kecil. Dia selalu tertawa lebar dan lesung pipinya akan terlihat jelas. Namun, aku jarang melihat lesung pipinya seperti saat kami waktu kecil. Karleen jarang sekali tertawa dengan lebar.” Kenan hanya memanggut. “Apa kau sudah percaya aku adalah saudara kembarnya Karleen?” tanya Kenan. Warren mengangguk. “Kau akan menjadi adik iparku,” ucap Warren tanpa sadar. Mereka bertiga terkejut dengan apa y
Baca selengkapnya

98. Dua Persoalan yang Berbeda

 Gunther langsung membaringkan dirinya setelah tiba di ruangan Warren. Conrad tidak mau membuka portal untuk mereka kembali. Dia malah menyuruh Gunther untuk sering-sering latihan teleportasi. Warren tampak tenang, dia tidak sesyok saat pertama tadi. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam berbincang-bincang di kastil tadi. “Kira-kira Karleen sedang apa ya?” tanya Warren spontan.  Gunther tersenyum tipis mendengarnya. “Apa kau sudah rindu dengan Karleen, Kapten?” “Hmm, bukan rindu. Aku sangat rindu,” jawab Warren sambil memikirkan Karleen. Gunther mendadak geli mendengarnya. “Bagaimana kalau aku tidak ikut latihan untuk besok, Kapten? Aku tidak memiliki semangat untuk latihan besok pagi bersamamu. Lagipula aku sangat peka, aku tahu bahwa kau ingin bersama Karleen.” Muka Warren merah. Gunther t
Baca selengkapnya

99. Latihan Pertama Karleen Setelah Sekian Lama

 Pagi-pagi sekali Karleen sudah bersiap-siap untuk berlatih pedang bersama Warren. Rasanya seperti sudah sangat lama dirinya tidak berlatih pedang. Karleen mengenakan celana panjang berwarna hitam dan gaun sebetis miliknya. Tidak lupa pula dia menguncir rambut hitam legamnya. Sambil tersenyum riang, Karleen menyusuri tangga. Dia sudah tidak sabar lagi. Entah ekspresi apa yang harus dia tunjukkan kepada Warren sesampainya dia di sana. Tangan Karleen mengayun bebas. Senyuman lebarnya dibalas oleh senyum Warren yang jarang dia lihat. Entah mengapa ada rasa hangat yang memenuhi hatinya. Sambil berlari kencang dia menghampiri Warren yang memegang dua pedang kayu. Karleen tidak mengerti mengapa dia berlari seperti ini. Warren seketika meletak dua pedang kayu itu ke atas tanah. Dia membuka kedua lengannya lebar-lebar. Meraih badan mungil Karleen dan merengkuhnya. Karleen menahan napas ketika wajahnya bersentuhan dengan badan Warren. Karleen tidak menyangka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status