Home / Fantasi / An Unidentified Witch / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of An Unidentified Witch: Chapter 11 - Chapter 20

103 Chapters

10. Pengalaman Pertama yang Mengerikan

Karleen ingin cepat sampai di rumah karena hari sudah mulai gelap. Dia berjalan melewati jalan pintas. Jalan pintas ini berada di pemukiman yang tidak dipenuhi oleh penduduk. Karleen berlari berharap agar dia sampai di rumah tepat waktu. Di tengah perjalanan, dia dihadang oleh seorang bapak.-bapak.  “Tuan? Apakah anda baik-baik saja?” Karleen tampak sedikit khawatir dengan bapak itu yang wajahnya sangat pucat. Bapak itu mengangguk dengan perlahan. “Apakah anda membutuhkan sesuatu?” Karleen tampak kasihan dengan bapak itu. Bapak itu menggeleng dengan pelan. Gerakannya seperti patah-patah. “Kalau begitu, saya pergi dulu,” kata Karleen berusaha berjalan meninggalkan bapak itu. Belum sempat kaki Karleen melangkah sempurna, tangan Karleen dicengkram dengan kuat oleh bapak itu. “Astaga! Apa-apaan anda!” Karleen berusaha melepaskan cengkraman bapak itu. D
Read more

11. Tebakan yang Benar

Karleen berjalan terseok-seok ke luar dari ruangan itu. Dia sangat terkejut dengan pemandangan di depannya. Lorong yang panjang dan bersih. Karleen tidak bisa berpikir sedang berada di mana dia. Tangan kiri Karleen menahan ke dinding dan dia berjalan dengan pelan. Dia menggerek kakinya perlahan.Warren dan Gunther tampak berdiri berhadapan di depan jendela besar. Warren melihat kedatangan Karleen. Dia berlari mendekati Karleen dengan ekspresi yang tidak bisa Karleen tebak.“Astaga! Maafkan aku, seharusnya aku menunggumu di depan ruangan itu.”“Ah! Kenapa kau minta maaf? Aku tidak apa-apa,” jawab Karleen ramah.“Sejak kapan kau berbicara dengan informal kepada Kapten?” Gunther memandang Karleen dengan tatapan misterius.“Hahahah, sejak tadi.” Karleen beralibi.“Kapten, bisa kau jelaskan ini? Bahkan untuk mendapatkan kepercayaanmu untuk berbicara tidak formal membutuhkan bertahun-tahun. Dia, perempuan yang baru kau kenal berbicara seperti itu apa kau tidak kesal?” Gunther terlihat sedik
Read more

12. Terbayang-bayang

“Lisette, apa boleh kau temani aku dulu di sini?”Karleen memohon dengan tatapan yang memelas. “Tenang Karleen. Aku akan selalu di sini sampai kau tertidur,” jawab Lisette. “Kau tahu Lisette, aku sangat takut semalam. Aku pikir aku akan mati.” “Karleen, kau tidak mungkin mati karena luka seperti itu. Mungkin kau pingsan karena terkejut ditabrak kuda. Aku yakin dalam dua hari kau akan benar-benar sembuh.” Karleen tersenyum riang mendengarnya. “Terima kasih, Lisette cantik!” “Hmm, Karleen.” “Iya, Lisette?” Jari telunjuk Lisette mengarah kepada jaket hitam yang digantung dengan hanger di depan lemarinya. “Apakah itu jaket orang yang di panti asuhan kemarin?” Karleen mengangguk. “Kenapa tidak langsung kau lipat saja?” Lisette bertanya setelah menujuk jaket milik Warren. “Ah, itu kemarin aku belum sempat melipatnya,” jawab Karleen dengan jujur. “Aku akan mengembalikannya saat kita akan pindah ke asrama militer.” “Kenapa begitu? Memangnya apa hubungan laki-laki itu dengan militer?”
Read more

13. Gaun Biru

Karleen terperanjat dari tidurnya. Dia memijat pelipisnya dengan pelan. Mimpi aneh yang masih tergambar jelas di ingatannya, membuat Karleen bergidik ngeri. “Alih-alih aku takut mendapatkan mimpi buruk karena telah diserang demon, aku malah bermimpi mengenai Warren. Ini pasti karena aku selalu terbayang-bayang olehnya. Ah, lukaku!” Karleen melihat lengan kanan dan kakinya secara bergantian. Luka itu telah hilang. Tidak ada satu pun goresan yang tersisa. Karleen yang mengira ini hanya halusinasi semakin berpikiran aneh. “Apa jangan-jangan luka itu hanya halusinasi saja? Atau sebenarnya demon itu tidak ada? Dan semalam itu aku hanya pingsan dan bermimpi buruk kemudian aku ditolong oleh Warren dan Gunther? Atau jangan-jangan aku sudah gila?” Karleen tertawa untuk menenangkan dirinya. Dia mengambil kotak obat di atas nakas kamarnya. Dia membalut kembali bagian terluka dengan perban yang bersih. Tidak mungkin Karleen memberi tahu hal yang tidak masuk akal ini kepada orang tuanya. Karle
Read more

14. Surat Pertama

Lisette menyadari perubahan air muka Karleen. Pipi Karleen bersemburat merah muda terlihat seperti buah persik. Karleen menggelengkan kepalanya dengan kencang. “Karleen, apa kau demam?” Lisette menaruh telapak tangannya di kening Karleen. “Meskipun kau tidak panas, ada baiknya kau melanjutkan istirahatmu. Kalau begitu aku pamit ya! Besok aku ke sini lagi.” Lisette mengusap kepala Karleen gemas. Dia tidak memiliki ide apa yang dirasakan Karleen barusan. “Baiklah, hati-hati! Sampai ketemu besok!” Karleen tersenyum melihat punggung Lisette yang hilang setelah pintu kamar Karleen. “Ah! Aku baru sadar bahwa minggu depan aku sudah harus berada di asrama.” Karleen berdiri dari baringnya dan membuka lemari. Dia berniat untuk memilah baju yang akan dibawanya nanti. Saat membongkar lemari, dia menemukan sebuah kotak. Karleen sudah sangat lama tidak membuka kotak tersebut. Isi kotak itu adalah kalung. Kalung berliontin batu rubi peninggalan orang tuanya. Sewaktu masih di panti asuhan, Karl
Read more

15. Bahasa Kuno

Karleen dan Conrad sudah berada di perpustakaan. Mereka mencari buku yang ingin mereka baca. Karleen terlihat sangat antusias mencari buku baru di rak depan. Sedangkan Conrad sedang berada di rak paling belakang, mencari buku biru yang pernah menarik perhatian Karleen. Dia berencana ingin menimbulkan kembali ketertarikan Karleen terhadap buku itu. Mantera Ajaib yang Mudah, Conrad sangat yakin sekali judul bukunya itu. Dia menyusuri semua rak di bagian belakang. Dengan sampul yang berwarna biru, seharusnya buku itu mudah ditemukan. Usaha Conrad sia-sia ketika beberapa menit telah berlalu dan Karleen datang menghampirinya. “Conrad? Kau belum menemukan buku yang ingin kau baca?” Karleen datang memeluk dua buku yang memiliki sampul yang mirip. Conrad sangat yakin jika buku itu novel bersambung. “Iya, Karleen. Aku kesulitan mencari buku itu.” Conrad menyandar di dinding. Dengan badannya yang tinggi, Conrad masih sibuk mencari-cari buku itu di rak teratas. Betapa senangnya Conrad ketika
Read more

16. Bahasa Kuno 2

Karleen membolak-balik halaman buku. Dia ingin melihat apakah ada sesuatu yang bisa memberikannya petunjuk. Setibanya di halaman paling belakang, Karleen kebingungan karena buku ini tidak pernah ada yang meminjamnya.“Kak, lihat ini! Buku ini tidak ada yang pernah meminjamnya.” Karleen memperlihatkan halaman paling terakhir itu kepada Conrad. Kartu peminjam buku ini yang ditempel pada halaman paling terakhir kosong.“Bagaimana kalau kau jadi yang pertama meminjam buku itu Karleen?”“Eh? Aku kan tidak bisa membacanya, percuma saja dong?”“Tenang, kau bisa belajar nanti. Kalau begitu ayo kita ke depan.” Conrad sudah berdiri, mengambil dua buku yang dibawa Karleen. Dari belakang Karleen hanya mengikuti langkah Conrad sambil memikirkan maksud dari Conrad yang terkesan sengaja menyuruhnya membaca buku itu.Setibanya di depan, mereka menyerahkan tiga buku kepada penjaga perpustakaan. Karleen menyerahkan kartu tanda peminjamnya kepada petugas itu. Saat petugas itu ingin menandai buku biru i
Read more

17. Perasaan yang Belum Pasti

Edwyn mendekati Lisette yang sedang duduk depan toko keluarganya. Seperti biasa Lisette membawa buku sketsanya dan mengambar berbagai hal. Dia sangat fokus menggoreskan pensilnya sehingga Lisette tidak sadar Edwyn sudah duduk di sampingnya.“Lisette, tumben kau kemari? Kau sedang bosan, ya?” Edwyn mengintip. Melihat apa yang sedang Lisette gambar.“Tidak ada. Aku hanya ingin berbicara sesuatu kepadamu.” Lisette masih menggambar.“Berbicara tentang apa? Penting atau tidak? Kalau tidak, aku ingin masuk, sampai jumpa.”“Ini tentang Karleen.” Kaki Edwyn seperti membeku. Dia tidak jadi beranjak dari duduknya.“Baiklah Lisette. Apa itu?” Lisette menutup buku sketsanya.“Kau ingin kita bicara di sini saja?” Lisette mengedarkan pandangannya. Seperti sedang waspada terhadap sesuatu.“Ayo kita mengobrol di dalam.” Lisette mengikuti langkah Edwyn. Lisette terlihat sedikit ragu untuk membicarakan hal mengenai Karleen kepada Edwyn. Akan tetapi, Lisette sebagai sahabat harus membicarakan hal ini ag
Read more

18. Tepian Danau

Karleen berteriak kencang karena dia tidak bisa mengontrol kecepatan Apsel dengan baik. Conrad yang duduk di belakangnya hanya tertawa mendengar teriakan Karleen yang terdengar cempreng. Dari belakang dia mengambil alih tali kemudi. Tak lama kemudian mereka sampai di danau. Tidak seperti waktu itu, danau sekarang tidak lagi membeku. Karleen dengan semangat loncat dari pelana. Conrad tidak henti-hentinya tertawa melihat tingkah Karleen. “Karleen, hati-hati!” Karleen tidak menghiraukan ucapan Conrad. Dia berlari menuju tepian danau. Sesekali dia cekikikan karena merasa senang. Karleen menghirup udara segar dengan dalam sambil menutup matanya. Hatinya merasa tenang dan tenteram. Rasa bersalah karena dia terpaksa membohongi keluarga dan sahabatnya sedikit memudar. Terlebih lagi setelah mendengar ucapan Conrad tadi sebelum mereka pergi ke perpustakaan. Conrad yang sudah turun dari pelana Apsel mendekati Karleen yang sedang jongkok di tepi danau. “Kau terlihat sangat senang, huh?” “Aku s
Read more

19. Tepian Danau 2

“Kalau kau tidak keberatan apakah kau bisa memberitahu siapa laki-laki itu, Karleen?” Conrad menatap Karleen dengan serius. Bisa Conrad lihat bahwa Karleen sedikit tersipu malu. Karleen mengatur napasnya menjadi lebih teratur. Dia tidak tahu mengapa dadanya tiba-tiba menjadi sesak. “L-laki-laki itu adalah kapten di Militer Kassel.” Karleen menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak ingin Conrad melihat wajahnya yang memerah. Conrad tidak tahu harus bereaksi apa. Dia membuang napasnya kasar. Bukan haknya mengatur siapa orang yang harus Karleen sukai. “Boleh aku mengetahui namanya siapa?” Conrad masih terus berpura-pura tidak tahu. “Namanya Warren.” Karleen menahan senyumnya. Dia tidak tahu mengapa saat berbicara kepada Conrad rasanya sangat senang. Bukan berarti dia tidak senang berbicara kepada orang tua dan sahabatnya. Rasanya berbeda ketika Karleen berbicara kepada Conrad yang sudah dia anggap sebagai kakaknya. “Namanya yang bagus. Kenapa kau bisa berpikir kau menyukain
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status