Share

13. Gaun Biru

Penulis: Dhe Blume
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Karleen terperanjat dari tidurnya. Dia memijat pelipisnya dengan pelan. Mimpi aneh yang masih tergambar jelas di ingatannya, membuat Karleen bergidik ngeri.

“Alih-alih aku takut mendapatkan mimpi buruk karena telah diserang demon, aku malah bermimpi mengenai Warren. Ini pasti karena aku selalu terbayang-bayang olehnya. Ah, lukaku!” Karleen melihat lengan kanan dan kakinya secara bergantian. Luka itu telah hilang. Tidak ada satu pun goresan yang tersisa. Karleen yang mengira ini hanya halusinasi semakin berpikiran aneh.

“Apa jangan-jangan luka itu hanya halusinasi saja? Atau sebenarnya demon itu tidak ada? Dan semalam itu aku hanya pingsan dan bermimpi buruk kemudian aku ditolong oleh Warren dan Gunther? Atau jangan-jangan aku sudah gila?” Karleen tertawa untuk menenangkan dirinya.

Dia mengambil kotak obat di atas nakas kamarnya. Dia membalut kembali bagian terluka dengan perban yang bersih. Tidak mungkin Karleen memberi tahu hal yang tidak masuk akal ini kepada orang tuanya. Karle
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • An Unidentified Witch   14. Surat Pertama

    Lisette menyadari perubahan air muka Karleen. Pipi Karleen bersemburat merah muda terlihat seperti buah persik. Karleen menggelengkan kepalanya dengan kencang. “Karleen, apa kau demam?” Lisette menaruh telapak tangannya di kening Karleen. “Meskipun kau tidak panas, ada baiknya kau melanjutkan istirahatmu. Kalau begitu aku pamit ya! Besok aku ke sini lagi.” Lisette mengusap kepala Karleen gemas. Dia tidak memiliki ide apa yang dirasakan Karleen barusan. “Baiklah, hati-hati! Sampai ketemu besok!” Karleen tersenyum melihat punggung Lisette yang hilang setelah pintu kamar Karleen. “Ah! Aku baru sadar bahwa minggu depan aku sudah harus berada di asrama.” Karleen berdiri dari baringnya dan membuka lemari. Dia berniat untuk memilah baju yang akan dibawanya nanti. Saat membongkar lemari, dia menemukan sebuah kotak. Karleen sudah sangat lama tidak membuka kotak tersebut. Isi kotak itu adalah kalung. Kalung berliontin batu rubi peninggalan orang tuanya. Sewaktu masih di panti asuhan, Karl

  • An Unidentified Witch   15. Bahasa Kuno

    Karleen dan Conrad sudah berada di perpustakaan. Mereka mencari buku yang ingin mereka baca. Karleen terlihat sangat antusias mencari buku baru di rak depan. Sedangkan Conrad sedang berada di rak paling belakang, mencari buku biru yang pernah menarik perhatian Karleen. Dia berencana ingin menimbulkan kembali ketertarikan Karleen terhadap buku itu. Mantera Ajaib yang Mudah, Conrad sangat yakin sekali judul bukunya itu. Dia menyusuri semua rak di bagian belakang. Dengan sampul yang berwarna biru, seharusnya buku itu mudah ditemukan. Usaha Conrad sia-sia ketika beberapa menit telah berlalu dan Karleen datang menghampirinya. “Conrad? Kau belum menemukan buku yang ingin kau baca?” Karleen datang memeluk dua buku yang memiliki sampul yang mirip. Conrad sangat yakin jika buku itu novel bersambung. “Iya, Karleen. Aku kesulitan mencari buku itu.” Conrad menyandar di dinding. Dengan badannya yang tinggi, Conrad masih sibuk mencari-cari buku itu di rak teratas. Betapa senangnya Conrad ketika

  • An Unidentified Witch   16. Bahasa Kuno 2

    Karleen membolak-balik halaman buku. Dia ingin melihat apakah ada sesuatu yang bisa memberikannya petunjuk. Setibanya di halaman paling belakang, Karleen kebingungan karena buku ini tidak pernah ada yang meminjamnya.“Kak, lihat ini! Buku ini tidak ada yang pernah meminjamnya.” Karleen memperlihatkan halaman paling terakhir itu kepada Conrad. Kartu peminjam buku ini yang ditempel pada halaman paling terakhir kosong.“Bagaimana kalau kau jadi yang pertama meminjam buku itu Karleen?”“Eh? Aku kan tidak bisa membacanya, percuma saja dong?”“Tenang, kau bisa belajar nanti. Kalau begitu ayo kita ke depan.” Conrad sudah berdiri, mengambil dua buku yang dibawa Karleen. Dari belakang Karleen hanya mengikuti langkah Conrad sambil memikirkan maksud dari Conrad yang terkesan sengaja menyuruhnya membaca buku itu.Setibanya di depan, mereka menyerahkan tiga buku kepada penjaga perpustakaan. Karleen menyerahkan kartu tanda peminjamnya kepada petugas itu. Saat petugas itu ingin menandai buku biru i

  • An Unidentified Witch   17. Perasaan yang Belum Pasti

    Edwyn mendekati Lisette yang sedang duduk depan toko keluarganya. Seperti biasa Lisette membawa buku sketsanya dan mengambar berbagai hal. Dia sangat fokus menggoreskan pensilnya sehingga Lisette tidak sadar Edwyn sudah duduk di sampingnya.“Lisette, tumben kau kemari? Kau sedang bosan, ya?” Edwyn mengintip. Melihat apa yang sedang Lisette gambar.“Tidak ada. Aku hanya ingin berbicara sesuatu kepadamu.” Lisette masih menggambar.“Berbicara tentang apa? Penting atau tidak? Kalau tidak, aku ingin masuk, sampai jumpa.”“Ini tentang Karleen.” Kaki Edwyn seperti membeku. Dia tidak jadi beranjak dari duduknya.“Baiklah Lisette. Apa itu?” Lisette menutup buku sketsanya.“Kau ingin kita bicara di sini saja?” Lisette mengedarkan pandangannya. Seperti sedang waspada terhadap sesuatu.“Ayo kita mengobrol di dalam.” Lisette mengikuti langkah Edwyn. Lisette terlihat sedikit ragu untuk membicarakan hal mengenai Karleen kepada Edwyn. Akan tetapi, Lisette sebagai sahabat harus membicarakan hal ini ag

  • An Unidentified Witch   18. Tepian Danau

    Karleen berteriak kencang karena dia tidak bisa mengontrol kecepatan Apsel dengan baik. Conrad yang duduk di belakangnya hanya tertawa mendengar teriakan Karleen yang terdengar cempreng. Dari belakang dia mengambil alih tali kemudi. Tak lama kemudian mereka sampai di danau. Tidak seperti waktu itu, danau sekarang tidak lagi membeku. Karleen dengan semangat loncat dari pelana. Conrad tidak henti-hentinya tertawa melihat tingkah Karleen. “Karleen, hati-hati!” Karleen tidak menghiraukan ucapan Conrad. Dia berlari menuju tepian danau. Sesekali dia cekikikan karena merasa senang. Karleen menghirup udara segar dengan dalam sambil menutup matanya. Hatinya merasa tenang dan tenteram. Rasa bersalah karena dia terpaksa membohongi keluarga dan sahabatnya sedikit memudar. Terlebih lagi setelah mendengar ucapan Conrad tadi sebelum mereka pergi ke perpustakaan. Conrad yang sudah turun dari pelana Apsel mendekati Karleen yang sedang jongkok di tepi danau. “Kau terlihat sangat senang, huh?” “Aku s

  • An Unidentified Witch   19. Tepian Danau 2

    “Kalau kau tidak keberatan apakah kau bisa memberitahu siapa laki-laki itu, Karleen?” Conrad menatap Karleen dengan serius. Bisa Conrad lihat bahwa Karleen sedikit tersipu malu. Karleen mengatur napasnya menjadi lebih teratur. Dia tidak tahu mengapa dadanya tiba-tiba menjadi sesak. “L-laki-laki itu adalah kapten di Militer Kassel.” Karleen menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak ingin Conrad melihat wajahnya yang memerah. Conrad tidak tahu harus bereaksi apa. Dia membuang napasnya kasar. Bukan haknya mengatur siapa orang yang harus Karleen sukai. “Boleh aku mengetahui namanya siapa?” Conrad masih terus berpura-pura tidak tahu. “Namanya Warren.” Karleen menahan senyumnya. Dia tidak tahu mengapa saat berbicara kepada Conrad rasanya sangat senang. Bukan berarti dia tidak senang berbicara kepada orang tua dan sahabatnya. Rasanya berbeda ketika Karleen berbicara kepada Conrad yang sudah dia anggap sebagai kakaknya. “Namanya yang bagus. Kenapa kau bisa berpikir kau menyukain

  • An Unidentified Witch   20. Kedatangan yang Mendadak

    Karleen sangat terkejut ketika masuk ke dalam toko roti. Ada satu sosok yang tidak asing sedang duduk bertiga dengan ibunya. Karleen merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia memeluk erat empat buku di depan dadanya. Karleen menatap Conrad yang ikut masuk bersamanya. Seakan memberi tatapan dia tidak siap untuk menghadapi Warren.“Karleen, kau sudah tiba sayang?” Nyonya Becker menyambut Karleen yang sedang berdiri mematung menghadap ke arah mereka.“Ibu, kita kedatangan tamu, ya?” Karleen mengakhiri perkataannya dengan kekehan kecil. Warren membalikkan badannya dan menatap tajam ke arah Karleen. Karleen langsung membuang pandangannya ke lantai.“Karleen, mereka dari pihak militer ingin menginformasikan sesuatu yang penting kepadamu.” Nyonya Becker seperti menginstruksikan Karleen untuk duduk di bangku yang sedang didudukinya. Karleen dengan canggung berjalan perlahan dan duduk di sampingnya. Ibunya permisi kembali ke dapur. Conrad yang memperhatikan dari belakang ikut duduk di bangku

  • An Unidentified Witch   21. Penolakan Penawaran

    “Ah, maafkan saya sebelumnya. Tetapi saya tidak bisa menerima tawaran anda. Saya merasa tidak pantas memberikan pidato singkat sebagai calon prajurit. Akan lebih jika saya tidak perlu berpidato karena akan membuat suasana upacara pembukaan tidak bagus. Karena saya bukan siapa-siapa,” jelas Karleen sambil tersenyum.Sebenarnya dia tidak tahu pasti apa yang dikatakannya tadi. Dia tidak tahu apakah itu bisa dikatakan sebagai alasan yang bagus menolak penawaran dari pihak militer. Dirinya sangat tidak menyangka akan kedatangan Kapten dan Komandan dan menawarkan dirinya untuk berpidato secara langsung.“Alasan lebih jelasnya kau tidak mau berpidato singkat apa, Nona?” Giliran Warren yang bertanya. Conrad memerhatikan wajah Karleen yang terlihat sangat kacau.“Ah, itu karena saya tidak suka menjadi pusat perhatian.” Jawaban Karleen membuat Warren semakin intens memandang wajahnya. Karleen menunduk malu.“Baiklah, jika Nona Karleen tidak mau memberi pidato kami tidak akan memaksa. Apakah ad

Bab terbaru

  • An Unidentified Witch   102. Perasaan Yang Jujur

    Dengan langkah yang tergesa-gesa, Warren menuju perpustakaan. Makanan yang dibawanya tidak terlalu banyak. Dia yakin Karleen tidak akan makan dengan banyak. Warren tidak menghiraukan imbauan di perpustakaan yang melarang pengunjung untuk membawa makanan. Penjaga perpustakaan juga tidak terlihat di meja resepsionis. Mata Warren sibuk berpendar mencari keberadaan Karleen. Warren melihat Karleen yang sedang duduk bersama dengan perempuan yang tidak dia kenali. Dia langsung menghampiri Karleen.“Astaga, Karleen!” ucap Warren dengan cemasnya. Mata Karleen membulat ketika melihat Warren ada di hadapannya.“Mengapa Anda ada di sini, Kapten?” Karleen berusaha untuk seformal ini menjawab ucapan Warren. Dia takut Rachel akan salah paham.“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Mengapa kau ada di sini alih-alih untuk sarapan di kantin?” Warren menanyakan sesuatu yang sudah diketahuinya. Karleen m

  • An Unidentified Witch   101. Suasana Hati Karleen

    Edwyn mendekati Lisette yang sedang sarapan sendirian di kantin. Dia tidak menemukan Karleen sejauh matanya berpendar. Edwyn yang awalnya duduk bersama teman-temannya memutuskan untuk menemani Lisette, “Hai, Lisette! Mengapa kau sarapan sendirian? Dimana Karleen?” sapa Edwyn yang kemudian duduk di samping Lisette. “Oh, hai, Edwyn! Karleen sedang tidak berselera makan. Dia sedang berada di perpustakaan sekarang. Aku tebak dia sedang mencari novel romansa klasik dan kebingungan ingin membaca yang mana,” jawab Lisette yang kemudian terkekeh. “Oh, ya? Memangnya kenapa Karleen tidak bernafsu untuk sarapan? Apakah dia sedang ada masalah?” Edwyn belum memakan sarapannya. “Sepertinya iya, tampaknya dia sering memendam perasaannya akhir-akhir ini. Dia tadi hanya mengatakan bahwa dia malas untuk sarapan, tetapi aku tidak mempercayainya. Meskipun aku sudah mengatakan padanya aku akan selalu mendengarkan ceritanya, Karleen terlihat enggan menceritakannya kepadaku.” Lisette menenggak minumanny

  • An Unidentified Witch   100. Teman Baru di Perpustakaan

    Di pagi hari seperti ini, koridor terasa sangat sepi. Entah itu hanya perasaan Karleen saja, atau koridor benar-benar sepi. Karleen bergegas melangkah menuju asrama. Hingga sebuah genggaman pada lengannya membuat Karleen berhenti. Karleen reflek menipis kuat tangan itu. “Sebuah reflek yang sangat bagus,” ucap seseorang diikuti dengan tepuk tangan yang ringan. Karleen mendongak melihat sosok tersebut. Laki-laki berambut pirang yang sangat enggan dia temui. “Salam Komandan!” Karleen memberi salut. “Tidak perlu formal begitu, Karleen. Sekarang hanya ada kita berdua di sini.” Karleen mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Jaye. “Mana mungkin saya bersikap seperti itu Komandan. Maafkan juga atas tindakan saya tadi yang menipis tangan Komandan,” jawab Karleen. Bibir Jaye menyunggingkan senyuman. “Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku a

  • An Unidentified Witch   99. Latihan Pertama Karleen Setelah Sekian Lama

    Pagi-pagi sekali Karleen sudah bersiap-siap untuk berlatih pedang bersama Warren. Rasanya seperti sudah sangat lama dirinya tidak berlatih pedang. Karleen mengenakan celana panjang berwarna hitam dan gaun sebetis miliknya. Tidak lupa pula dia menguncir rambut hitam legamnya. Sambil tersenyum riang, Karleen menyusuri tangga. Dia sudah tidak sabar lagi. Entah ekspresi apa yang harus dia tunjukkan kepada Warren sesampainya dia di sana.Tangan Karleen mengayun bebas. Senyuman lebarnya dibalas oleh senyum Warren yang jarang dia lihat. Entah mengapa ada rasa hangat yang memenuhi hatinya. Sambil berlari kencang dia menghampiri Warren yang memegang dua pedang kayu. Karleen tidak mengerti mengapa dia berlari seperti ini. Warren seketika meletak dua pedang kayu itu ke atas tanah. Dia membuka kedua lengannya lebar-lebar. Meraih badan mungil Karleen dan merengkuhnya. Karleen menahan napas ketika wajahnya bersentuhan dengan badan Warren. Karleen tidak menyangka

  • An Unidentified Witch   98. Dua Persoalan yang Berbeda

    Gunther langsung membaringkan dirinya setelah tiba di ruangan Warren. Conrad tidak mau membuka portal untuk mereka kembali. Dia malah menyuruh Gunther untuk sering-sering latihan teleportasi. Warren tampak tenang, dia tidak sesyok saat pertama tadi. Mereka menghabiskan waktu hampir dua jam berbincang-bincang di kastil tadi.“Kira-kira Karleen sedang apa ya?” tanya Warren spontan. Gunther tersenyum tipis mendengarnya.“Apa kau sudah rindu dengan Karleen, Kapten?”“Hmm, bukan rindu. Aku sangat rindu,” jawab Warren sambil memikirkan Karleen.Gunther mendadak geli mendengarnya.“Bagaimana kalau aku tidak ikut latihan untuk besok, Kapten? Aku tidak memiliki semangat untuk latihan besok pagi bersamamu. Lagipula aku sangat peka, aku tahu bahwa kau ingin bersama Karleen.”Muka Warren merah. Gunther t

  • An Unidentified Witch   97. Obrolan Mereka Mengenai Karleen

    “Sebentar, coba kau tersenyum,” perintah Warren. Kenan dengan polosnya mengikuti perkataan Warren tanpa membantah.“Lebih lebar lagi.” Kenan tersenyum sangat lebar.“Lesung pipimu ada, tetapi tidak sejelas milik Karleen,” tukas Warren. Conrad dan Gunther melemparkan pandangan.“Sejak kapan Karleen memiliki lesung pipi?” tanya Conrad. Gunther menaikkan bahunya.“Aku mengetahuinya sejak kecil. Dia selalu tertawa lebar dan lesung pipinya akan terlihat jelas. Namun, aku jarang melihat lesung pipinya seperti saat kami waktu kecil. Karleen jarang sekali tertawa dengan lebar.”Kenan hanya memanggut. “Apa kau sudah percaya aku adalah saudara kembarnya Karleen?” tanya Kenan. Warren mengangguk.“Kau akan menjadi adik iparku,” ucap Warren tanpa sadar. Mereka bertiga terkejut dengan apa y

  • An Unidentified Witch   96. Teleportasi Pertama Warren

    Conrad menghela napasnya panjang. Dia membereskan dokumen-dokumen yang baru saja selesai dia kerjakan. Kini saatnya menulis surat untuk Gunther. Conrad mengambil kertas dan bolpen. Dia lupa apa saja yang ingin dia tulis untuk Gunther.“Haaa, aku lupa apa saja yang harus kutulis di surat ini,” keluh Conrad. Pikiran Conrad saat ini sangat kacau. Dia tidak bisa menebak apa yang dirasakan Kenan setelah mengetahui kondisi dirinya dan Karleen tidak aman.“Aku akan menanyakan kabarnya dan Warren terlebih dahulu, bagaimana kondisi di kompleks militer, bagaimana Karleen di sana, dan bagaimana perkembangan demon di sana. Aku juga harus menuliskan bahwa demon sudah jarang muncul di daerah sini.”Conrad dengan rapi menuliskan semua itu dalam rangkaian kalimat. Dia tidak perlu berlama-lama, menyimpan surat itu. Bersamaan dengan surat Karleen dan buku yang dia beri untuk Karleen, Conrad 

  • An Unidentified Witch   95. Amarah dan Senyuman

    Jaye meninggalkan perpustakaan dengan amarah. Dia tidak menyangka akan ada perempuan yang tidak nyaman berkomunikasi dengannya. Belum lagi ekspresi wajah yang tunjukkan oleh Karleen sangat memuakkan baginya. Selama ini semua perempuan yang diajak bercerita dengannya pasti berekspresi senang dan malu-malu.“Kau berniat untuk pura-pura sulit didekati, huh!” dengus Jaye.Masih dalam amarah, Jaye berjalan cepat menuju ruangannya. Dia harus memikirkan matang-matang rencana yang telah dibicarakan Hylda kepada dirinya. Yang perlu dilakukan Jaye adalah bersabar. Dia tidak boleh cepat-cepat mengambil langkah. Harus banyak pertimbangan dan proses dalam rencana ini. Yang pasti, tujuan akhirnya adalah Karleen akan berada di genggamannya.Jaye mengambil bolpen dan menarik kertasnya asal. Dia menuangkan ide di dalam kepalanya ke atas kertas itu. sambil menyeringai, Jaye memandangi wajah Karleen. Ingin sekali dia melihat wa

  • An Unidentified Witch   94. Kenan dan Rasa Penasarannya

    Pagi buta sekali Kenan telah bangun. Dalam senyap dia menyelinap ke dalam ruangan Conrad. Ada hal penting yang harus Kenan baca. Dokumen rahasia yang disimpan oleh Conrad. Kenan sudah tahu bahwasannya Conrad selalu mengunci ruangannya. Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan perkakas yang sekiranya diperlukan untuk mencongkel lubang kunci.Kenan lupa, tidak sesimpel itu Conrad mengunci ruangannya. Sihir yang belum pernah Kenan pelajari menyegel pintu ruangan Conrad. Kenan mendengus kesal. Usahanya sia-sia membawa perkakas untuk membuka pintu ruangan Conrad dengan paksa.Kenan mencoba sihirnya. Lagi-lagi dia mendengus kesal. Sihirnya belum sanggup untuk menyamai sihir segel milik Conrad. Kenan mencoba berulang kali. Bukannya berhasil, sihirnya malah meleset dan menyebabkan percikan api.Bau gosong menyerbak. Entah berapa kali dan seberapa kuat sihir yang Kenan coba. Kenan panik dan segera memadamkan api. Hanya saja

DMCA.com Protection Status