Home / Horor / The Blue Eyes / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of The Blue Eyes : Chapter 41 - Chapter 50

58 Chapters

Darah

TBE 41Angin berembus lembut menerpa kulit. Daun-daun bergoyang dan beberapa helai terjatuh serta melayang ke tanah. Kicau burung-burung peliharaan Ayah di samping kanan rumah terdengar hingga ke teras di mana aku dan Risty alias Isti berada. Sejak aku keluar beberapa menit lalu, perempuan bergaun hijau panjang itu belum mengatakan apa-apa. Aku berusaha menahan pandangan agar tetap lurus ke depan meskipun sebenarnya ingin menoleh ke kanan dan memandanginya sampai puas. Aku lupa kapan terakhir kali kami bertemu. Ingatan sebelum berada di Salabintana masih belum kembali sepenuhnya dan itu membuatku gundah karena sangat ingin mengurai semuanya agar dapat menemukan Peter, sebab di masa Haryadi saat inilah ada petunjuk tentang pria tersebut. "Selamat atas pernikahannya, Mas," ucap Isti dengan suara pelan. "Dan ini ada kado dariku," sambungnya sambil mengangkat kotak berukuran cukup besar dari lantai dan meletakkannya di atas meja bulat yang berada di antara kedua kursi yang kami tempati
Read more

Pulang

TBE 42Wajah pucat kesi Viana membuatku iba dan sangat menyesal telah melukai hatinya. Seharusnya semenjak akad, aku harus mengubur dalam-dalam nama Isti. Akan tetapi, semua telah terjadi, dan yang harus dilakukan sekarang adalah membantu Viana memulihkan diri. Perempuan berhidung mancung itu masih marah padaku, karena sejak bangun beberapa belas menit lalu dia sama sekali tidak mau melihatku. Hal itu membuatku merasa kian bersalah, terutama karena mengingat pengorbanannya yang kabur dari rumah hanya karena ingin terus bersamaku. "Vi, mau minum?" tanyaku untuk kesekian kalinya. Namun, dia bergeming. Jangankan untuk menjawab pertanyaan, menoleh pun tidak. "Kamu harus banyak minum, itu kata dokter," sambungku sembari mengangsurkan segelas air.Viana masih bungkam dan aku sudah kehabisan kata-kata untuk memujuknya. Merasa lelah untuk terus bertanya, akhirnya aku berdiri dan meletakkan gelas ke atas lemari kecil di samping kanan ranjang. Aku baru hendak membalikkan badan ketika mendenga
Read more

Maksa

TBE 43Aroma kopi yang harum menguar hingga menyentuh hidung dan membuatku terjaga. Setelah mata membuka, aku memindai sekitar sambil mengumpulkan nyawa yang masih berserakan. Beberapa saat berlalu, pintu kamar terbuka dan Viana melangkah masuk dengan membawa nampan. Perempuan itu meletakkan bawaan di meja rias kemudian membuka bungkusan handuk yang melilit di kepalanya, lalu menggosok-gosok rambut lembap itu dengan gerakan pelan. Sudut bibirku terangkat saat menyaksikan hal itu. Terbayang kembali percintaan kami yang panas sepanjang siang hingga kami kelelahan dan tidur sambil berpelukan dalam satu selimut. Dahaga cintaku belum sepenuhnya terpuaskan dan aku berencana untuk mendapatkannya lagi nanti malam. "Buruan bangun dan mandi, Mas. Ini udah mau magrib," tukas Viana sambil menyisiri rambut. "Memangnya sekarang jam berapa?" tanyaku. "Jam lima lewat. Kalau Mas lama di kamar mandi bisa-bisa waktu Asar lepas. Disatukan dengan Zuhur, tadi kita nggak sempat karena ...." Viana terdia
Read more

Balasan Buatmu

TBE 44Mobil baru saja memasuki pekarangan rumah besar itu ketika belasan pekerja di bagian depan serentak berdiri dan mendekat. Viana turun sesaat setelah kendaraan berhenti di bawah pohon yang dulu menjadi tempat sandaran motorku dan menyalami orang-orang tersebut. Seorang perempuan dewasa menghambur dari dalam rumah dan lari hingga tiba di hadapan kami dan saling berpelukan dengan Viana. Selama beberapa saat suasana hening itu diisi dengan isak tangis kedua saudara yang sudah berpisah sekian bulan dan aku benar-benar terenyuh menjadi saksi peristiwa itu. Menjadi anak tunggal aku selalu sendirian dan baru merasa memiliki saudara setelah tinggal bersama orang tuanya Lidya. Sekarang aku menyadari bagaimana rindunya kedua perempuan tersebut yang tidak pernah terpisahkan dari Viana baru lahir.Nining tetap menempel pada adiknya seolah-olah tidak mau berpisah lagi dengan Viana. Beberapa menit berlalu barulah Nining mengajak kami memasuki rumah, sedangkan beberapa pekerja membantu menur
Read more

Pergilah

TBE 45Aku terus memperhatikan pria yang tengah mengintip ke bagian dalam mobil. Terdorong rasa penasaran akhirnya aku membuka pintu depan dan maju menghampirinya yang sontak berbalik. Selama beberapa detik kami saling beradu pandang dengan sorot mata nyaris sama, yaitu sangat tajam dan seolah-olah hendak menguliti lawan. Deru angin menampar wajah. Gesekan dedaunan terdengar jelas meskipun pandanganku tetap terkunci pada pria tersebut. Dinginnya udara malam seakan-akan tidak terasa di kulit karena hatiku telanjur panas oleh amarah pada makhluk abadi yang menjadi biang keladi dari semua peristiwa buruk di sekitarku. "We ontmoeten elkaar weer, meneer Haryadi," ucap pria bertubuh tinggi besar itu. (Kita bertemu lagi, Tuan Haryadi) "En dit is de laatste keer dat we elkaar ontmoeten," jawabku. (Dan ini terakhir kalinya kita bertemu)"Is dat zo? Het lijkt erop dat je er alle vertrouwen in hebt om mij te verslaan." (Begitukah? Sepertinya Anda sangat percaya diri untuk bisa mengalahkan sa
Read more

Pria Kesepian

TBE 46"Jadi, kakek Haryadi dan Viana tidak pernah kembali ke Bogor lagi?" tanya Risty, sesaat setelah aku selesai bercerita."Iya, waktu dijemput keluarganya itu mereka menolak untuk pulang karena kondisi kesehatan Viana yang belum pulih. Mereka tidak menduga kalau tusukan itu mengenai organ tubuh penting yang menyebabkan Viana sulit bergerak selama beberapa bulan. Setelah dinyatakan pulih oleh dokter, Viana masih sering kesakitan hingga banyak beristirahat," terangku. "Dan sejak itu Peter menghilang," timpal Johan. "Betul, bahkan kakek pun tidak bisa menemukannya. Selain itu Yayan juga berubah, dia tidak lagi berani bertindak kasar pada kedua adiknya. Tapi ternyata hal itu tidak berlangsung lama, rupanya dia tengah menyusun rencana untuk menjebak kakek," jawabku. "Menjebak gimana?" desak Farid. "Dikunci di perpustakaan bareng Sari," ungkapku. "Oh, jadi itu rencananya Yayan, kupikir triknya Peter," sela Opick. "Awalnya aku juga mikir gitu, tapi makin ke sini aku makin yakin kal
Read more

Jarang Bilang Sayang

TBE 47Sepanjang hari itu otakku berputar untuk menggali ingatan di mana aku pernah bertemu dengan kedua pria yang merupakan manajer dan asistennya Robi. Namun, kian keras berusaha mengingat maka kepalaku akan sakit hingga akhirnya kegiatan menekan otak itu dihentikan. Langit siang sudah berubah menjadi senja kala aku tersadar akan waktu. Bergegas aku membereskan meja dan berdiri. Jalan menuju pintu dan mengambil remot penyejuk udara sebelum mematikan benda itu serta dilanjutkan dengan menekan sakelar lampu. Aku mengayunkan tungkai ke luar dan menutup pintu. Koridor yang lengang terasa aneh dan hal itu sering dirasakan beberapa hari terakhir. Aku memindai sekitar untuk memastikan tidak ada penampakan sebelum menggeser tubuh dan menyusuri lorong terang. Kala memasuki lift, tiba-tiba lampu di sepanjang koridor itu berkedip-kedip. Aku menekan tombol agar pintu lift menutup dan berharap benda besi ini bisa segera turun serta tiba di lantai lobi. Kala pintu elevator terbuka, kondisi ya
Read more

Pernikahan Impian

TBE 48Viana merentangkan jemari tangan kanan dan menggeleng, seakan-akan menolakku untuk mendekatinya. Aku berhenti dua langkah darinya dan mengulurkan tangan untuk menggapainya, tetapi Viana menarik tangannya dan memandangiku dengan tatapan sendu. "Vi," panggilku. "Kemarilah," lanjutku. "Tidak bisa, badanmu memunculkan hawa panas yang buat aku lemah," jawabnya. "Oh, iya, aku lupa." Aku menghentikan mengucap doa dalam hati sambil mengusap-usap tangan dan kaki. "Sekarang udah bisa," tukasku. "Naiklah ke kamarmu, aku akan menunggu di sana." Belum sempat aku menjawab, Viana sudah telanjur menghilang dan hanya menyisakan kabut tipis. Kala suara Dani memanggil, saat itulah baru kusadari alasan Viana menghilang."Mas ngobrol sama siapa?" tanya Dani saat aku menyambanginya. "Nggak ngobrol, cuma lagi latihan pidato," kilahku. "Pidato?" Pria yang usianya lebih muda tujuh tahun dariku itu mengerutkan dahi. "Buat presentasi." Dani manggut-manggut sembari berbalik dan jalan menjauh. Aku
Read more

Menguasai Hati Sepenuhnya

TBE 49Aku mengamati saat Risty jalan memasuki kamar mandi sambil menunduk. Senyumanku mengembang karena merasa bila gadis itu tengah malu padaku, hal yang lumrah terjadi pada pasangan pengantin baru. Kilasan kenangan saat menikahi Viana dan Dewi berkelebatan silih berganti. Aku sangat berharap bisa melupakan wajah mereka nanti bila tiba waktunya aku menjemput hak sebagai seorang suami pada Risty. Aku berpindah ke ujung kanan ruangan dan menghamparkan dua sajadah. Sambil menunggu Risty, aku berzikir sambil memejamkan mata. Kemudian berdoa setulus hati agar pernikahan ini menjadi yang terakhir untukku, dan tidak ada lagi masalah berat yang akan menghadang di depan sana. Risty keluar dan mengenakan mukena. Dia menempati sajadah di belakang. Aku berdiri dan memulai salat berjemaah pertama kami sebagai pasangan suami istri. Rasa haru yang menyeruak membuat suaraku sedikit bergetar pada awalnya, sebelum kemudian lancar hingga salat usai. "Mas mau dibuatin minuman apa? Aku mau ke dapur,
Read more

Kain Biru Berkibar Dekat Jendela

TBE 50Aku menyusuri lorong remang-remang dengan banyak pintu di kanan dan kiri. Sekali-sekali tangan ditempelkan ke dinding untuk menahan tubuh yang letih. Pandangan kian mengabut dan menjadikanku kesulitan melihat jelas. Hawa dingin kian terasa di tengkuk dan membuatku yakin bila sudah hampir sampai ke ujung. Beberapa langkah dari sebuah lengkungan putih, aku berhenti dan mengatur napas. Kala hati sudah mantap aku meneruskan langkah memasuki suatu area terang dan berhenti sesaat untuk memindai sekitar. Sayup-sayup terdengar suara lembut memanggil. Aku menguatkan diri terus melangkah meskipun sedikit terseok. Lantai berguncang, kian lama kian kencang. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena takut melihat siapa yang mengikuti. "Kamu tidak akan bisa lari dariku, Haryadi!" seru seseorang dengan suara berat dan bergaung di belakang. Aku tidak memedulikan seruan itu dan sekuat tenaga mempercepat langkah sambil berpegangan ke beberapa benda yang berada di sepanjang lorong terang. Soso
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status