Home / Young Adult / Terjerat Gairah Arjuna / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Terjerat Gairah Arjuna: Chapter 61 - Chapter 70

102 Chapters

61. A piteous thing, a hideous thing

Apron cokelat membalut rapi badan si adam di balik meja barrier hitam. Berdiri tegap, hanya kepala yang menunduk dalam. Netranya mengamati gelas yang berputar di tangan. Pikiran melayang dengan sayap-sayap tak bertuan. Juna kembali ke Semarang untuk keluar dari kesedihan. Tidak tahunya malah masuk ke jurang menyakitkan. Dan lagi-lagi di perpotongan usia dua puluh tahunnya ia harus menghadapi hal-hal tak terduga sendirian. Benar-benar terasa sendiri sebab hati seolah dikhianati.Oleh siapapun, semua orang. Termasuk mereka yang datang ke hadapannya sekarang. Empat pemuda yang melangkah melewati pintu kaca dengan bunyi genta. Mendekat pada Juna dan melempar sapaan ceria. "Ck!" decakan pelan keluar dari bibir ranum si barista. "Aloha!" pekik Kamal sambil melambaikan kedua tangan pada Juna. Rambut blonde menjadi gaya dia di masa libur semester kali ini. Valid sebagai pemuda blasteran yang menarik perhatian banyak orang. Terlebih dengan sifatnya yang polos macam serat kapas di angkasa.
last updateLast Updated : 2022-08-15
Read more

62. Sudut pandang teman

Satu dari tujuh persen populasi pemilik sifat unik ini adalah Arjuna Abisatya. Pemuda yang banyak mengandalkan pikiran dan rasa. Menarik, mandiri, penuh semangat, dan senantiasa berbelas kasihan. Hingga iba tak tahunya menjadi momok yang membuat perkara—jikalau tak disalurkan dengan benar. "Ck! Mending baku hantam daripada diam-diaman kayak perawan gini!" kata Banu yang menghempaskan ponsel ke lantai. Ia kemudian menabrakkan punggung ke ranjang kayu di belakangnya. "Lo juga tahu dia nggak bakal pakai otot ke orang-orang terdekatnya," sahut si adam yang bersandar pada dinding kamar. Sena sebagai sang pemilik ruang itu duduk di ranjang sambil memainkan kolor dari celana yang ia kenakan. "Sorry, I don't know what's his problem, selain kios ayahnya yang terbakar dan kakak ajaibnya." Kamal yang memeluk bantal di samping Sena pun bertanya-tanya. "Karena kakek Arin meninggal dan nggak ada yang bagi kabar ke dia," balas Tara yang duduk dengan siku bertumpu pada sebuah meja pendek di lanta
last updateLast Updated : 2022-08-19
Read more

63. Offer help

"Oke! Bagus! Kita sampai di sini saja hari ini," ucap si pemegang kamera. Di tengah kumpulan kain yang menjuntai sana-sini, perempuan dengan gaun putih tanpa lengan itu bangkit. Tadinya ia harus duduk di atas tipisnya alas, berpose, dan mengikuti arahan sang fotografer. Usai dinyatakan pekerjaan berakhir, Arin pun mengembangkan senyuman seperti biasa, tanda keramahan. "Kamu boleh pulang, Rin," imbuh pria bergaris wajah kotak itu. "Terima kasih," balas Arin sembari melangkah ke bilik ganti. Ia harus mengenakan pakaiannya sendiri untuk pergi. Di petak itu, sebuah cermin luas menampilkan bayangan sang puan. Bergeming sejemang, Arin menatap lukisan dirinya lantas memutar badan beberapa kali. Ia rasa gaun itu cantik. Sesuai konsep hari ini, ombak dan laut. Kain-kain biru tadi ditata bergelombang seperti gulungan ombak. Arin bukan menjadi duyung, ia adalah mutiara di dasar lautan. Yang begitu berharga dan terlampau anggun untuk disentuh. "Oke, pulang!" gumam taruni itu sambil menggelen
last updateLast Updated : 2022-08-22
Read more

64. Relasi

Maksud baik Sena dan Lila adalah memberi uluran tangan ketika teman terdekat mereka tengah ditimpa masalah. Ya, walaupun ini kaitannya dengan romansa yang begitu pribadi, tetapi kedua orang itu berniat membantu untuk hal-hal yang masih wajar mereka jangkau. Ambil contoh seperti menyiapkan tempat pertemuan atau mungkin mengajukan sekecap saran agar Arin dan Juna bisa berbaikan.Sayangnya sang puan menolak halus penawaran itu. Sementara untuk pihak taruna, Sena baru akan mencobanya malam ini.Saat ketika manusia sedang nyaman-nyamannya berbaring di ranjang, di bawah bohlam dengan nyanyian binatang malam. Pemuda berlesung pipi itu baru saja memasuki kamar indekos dan menekan saklar. Usai keluar dari rumah Arin, ia mengantar Lila, dan sekarang baru bisa dipeluk kamar. Sena menyimpan kunci motor dan duduk di tepi tempat tidur. Tangannya sudah aktif menggulir layar ponsel. Beragam aplikasi dilewati, akhirnya ikon bulat warna hijau ditekan. "Oh iya, di mana kertasnya?" gumam Sena sendirian
last updateLast Updated : 2022-08-26
Read more

65. Only one chance

Dari tirai jendela yang tak sempurna tertutup, nampak biru yang perlahan mengikis kabut putih di angkasa. Gerak yang begitu lamat. Dibantu cahaya sang rawi membawa kabar bahwa pagi telah datang. Dan waktu terus berputar. Padahal tak semua orang sudah siap menghadapi kenyataan.Persis seperti sebongkah insan di balik selimut tebal. Kali ini kain itu menutup badan bongsornya kecuali kepala. Sehingga terlihatlah rupa bare face yang menghadap ke kiri. Masih terpejam dengan bulu lentik di garis mata, bibir berisinya mengatup baik, sementara ritme napas konstan keluar-masuk dari indera penciuman. Sebuah ketampanan paripurna yang disematkan semesta pada Juna. "Agh," lenguhnya kala meregangkan kedua tangan hingga lepas dari hangatnya selimut. Berusaha membuka mata, ia juga mencari-cari ponselnya. Dengan celah sipit Juna mendapati kini pukul 6:48 pagi. Ia menaruh lagi benda pipih itu di ranjang. Kembali memejam, memoar belum mengembalikan ingatan Juna bahwa ini hari yang cukup penting.Perga
last updateLast Updated : 2022-08-29
Read more

66. Celah konklusi

"Arjuna, kenapa kamu ingin menjadi model di sini?" Kalimat tersebut lepas dari lisan si pria. Seketika pikiran Juna loading lama. Tapi ada sel-sel yang masih sadar dan menamparnya diam-diam menuju kenyataan. Ia ingat pepatah bahwa kaldu yang dimasak terlalu lama maka akan rusak. Jadi Juna jawab saja secepatnya, syukur jika tepat. "Untuk melatih skill modeling. Akhir-akhir ini saya sering bingung soal penampilan dan tertarik untuk belajar mengubahnya ke mode yang lebih rapi dan tetap unik. Ah... ada yang bilang kalau gaya saya unik karena anting ini," Juna pun menunjuk telinganya sendiri. Rumpun kata pada kalimat terakhir itu datang begitu saja. Mereka menyisip dalam memoar Juna. Lantas seenaknya menggerakkan bibir si adam untuk bersuara. "Oke! Sekarang langsung praktik.""Ya?"Kelanjutan dari wawancara ini sungguh di luar ekspetasi Juna. Dikira akan banyak pertanyaan, tapi apakah benar hanya satu saja untuk kali ini? Juna sangsi. "Pilih pakaian yang menarik dan buat satu style s
last updateLast Updated : 2022-09-02
Read more

67. Later and later

Suara jangkrik, semilir angin, serta gemuruh dari gelapnya dirgantara. Orang menebak malam ini hujan akan turun tanpa ampun. Melanjutkan tugas musim menumpahkan air ke bumi. Memberi ketenangan sekaligus hal yang sulit bagi mereka yang tak siap sedia. Sebab beberapa hal memang datang tiba-tiba. Tanpa diundang. Seperti empat pemuda tampan di depan kamar. Sosok yang baru saja melepas pelindung kepala dan turun dari motornya itu belum mendapati adanya para perusuh di lantai dua. Ia yang bernama Juna kini melangkah di parkiran indekos dengan kedua tangan tenggelam dalam saku celana. Terus menunduk, lalu rumpun jari kanan mengacak rambut. Yang berputar dalam gulungan film lawas adalah kejadian di tempat kerja. "Ck!" decaknya pelan. Frustasi dengan romansa. Sudah coba-coba dan merasakan pahit begini, tapi jujur ia enggan menyesali. Bagaimana pun juga ini salah satu cara membuka pikirannya. Cara untuk belajar memahami satu sama lain. Meski hingga sekarang Juna belum bisa mengerti jalan pik
last updateLast Updated : 2022-09-05
Read more

68. Keputusan

Ada yang berkalung selendang motif di atas jubah denim dan berdiri dengan tangan di saku celana. Ada yang berkemeja hitam nan longgar dan dengan beraninya mengalungkan papan kumpulan pin di dada. Ada yang mengenakan sapu tangan di leher dan bermain-main dengan banyaknya kaca mata warna-warni. Ada pula yang bergaya dengan simple-nya membalutkan outer oversize di tubuh dan melangkah menjauh. Namun, pandangnya tak lepas dari bidikan kamera."Kupikir ini yang menarik. Anak ini punya karisma sendiri," ucap pria berkonfigurasi persegi pada beberapa karyawan di studionya. Salah satu pelamar yang hasil pemotretannya kini terpampang di layar monitor ekstra lebar dapat dilihat pada CV sederhana atas nama Arjuna Abisatya. Selembar kertas itu kemudian ditaruh terpisah dari kumpulannya. Pertanda bahwa orang-orang dengan ID card studio itu akan mempertimbangkan atau bahkan menyetujui pendapat bosnya. Remote kecil yang ditekan lantas kembali menampilkan foto pelamar pertama. Sang pemilik studio
last updateLast Updated : 2022-09-09
Read more

69. First kiss

"Sudah datang? Good, rajin."Sapaan pertama begitu ramah menyapa rungu Juna. Vibes semangat pun menular. Terlebih kala melihat sang bos dan karyawan lainnya sibuk sekaligus nampak enjoy dengan pekerjaan mereka di siang bolong ini. "Duduk dulu sana, atau mau langsung ganti pakaian?" pemimpin studio foto itu menawarkan pilihan. Sebab merasa sedang berada di antah-berantah, asing dengan segala hal, Juna bingung jadinya. Jujur, ia lebih suka langsung diberi satu tugas yang pasti daripada menjatuhkan pilihan pada opsi. Tapi, ya mau bagaimana lagi?"Kalau berganti pakaian?" ucap Juna pelan dan hati-hati. "Oke, di sana. Tanyakan pada mbak-mbak itu. Kita bisa langsung mulai setelah kamu selesai," papar pria berwajah persegi itu.Juna mengangguk setuju. Ketika bosnya kembali sibuk mempersiapkan kamera, si pemuda lantas pergi menuju wanita yang menggantung baju serta celana. Beragam model dan aksesoris yang berkilau, entah mengapa Juna hampir larut ketika menatapnya sambil mendekat. "Permi
last updateLast Updated : 2022-09-12
Read more

70. Konversasi malam

Katanya, individu itu punya kuantitas tertentu tentang masa konflik dengan diri sendiri pun atau antara dia dan orang lainnya. Ada perasaan, ada firasat, ada otak yang silih ganti menguasai keputusan manusia. Lantas pada akhirnya semua berakhir dengan perilaku dan juga lisan yang bicara. "Maafin aku."Dua patah kata keluar dari mulut si adam. Bilah daging ranum itu beberapa waktu lalu mendarat di permukaan bibir sang puan. Untuk pertama kalinya, dan tentu membuat Arina susah payah menata suasana hatinya. Belum lagi tingkah Arjuna yang menyeretnya hingga berakhir di petak kecil tempat lelaki itu tinggal. "Perihal yang mana?" tanya Arin. Sama-sama duduk di lantai, kedua tangannya terlipat di depan dada. Pandangannya fokus pada Juna. Meski dari luar nampak tenang, jangan tanya soal lapisan hati terdalam. Diberi pertanyaan sedemikian, Juna yang sejak tadi menunduk lalu melirik kekasihnya. Secepat kilat mengalihkan pandang, ia kesulitan menyusun rumpun kata. "Semuanya," lirihnya. Arin
last updateLast Updated : 2022-09-16
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status