Beranda / Romansa / ISTRIKU GILA? / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab ISTRIKU GILA? : Bab 41 - Bab 50

108 Bab

Ketakutan Zaidan

"Boleh aku panggil nama saja? Usia kita sepantaran, kan?" Aku hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan Fatiya. Lagi pula,emang usia kami tidak. jauh berbeda. Sudah di kepala tiga. Dan ini makan siang pertama berdua dengannya karena katering sedang libur. Sebenarnya ingin langsung pulang karena pekerjaanku memang sudah selesai. Namun, ajakan Fatiya kali ini terpaksa kuterima karena sudah sangat sering menolaknya. Sekarang, aku dan Fatiya ada di restoran seberang kantor stasiun televisi. Meskipun sedikit canggung harus duduk berhadapan dengannya, tapi aku mencoba biasa. "Makasih, Dan. Kalau seperti ini, kita bisa lebih enak ngobrolnya. Kayak teman saja."Tiga bulan lebih bekerja sama dengan Fatiya membuat kami lebih akrab. Namun, keakraban kami hanya sebatas teman, tidak lebih. Ya, setelah mendapat persetujuan dari Zainab, aku menerima tawaran untuk menjadi pembawa acara di stasiun televisi tempat Fatiya bekerja. Gajinya yang cukup besar dan jadwalnya yang hanya sekali sepekan mem
Baca selengkapnya

Kondisi Zainab

Aku menunggu di depan ruang operasi dengan cemas. Apalagi saat melihat Zainab didorong masuk ke ruang operasi dalam keadaan tak sadarkan diri. Hanya keselamatannya dan anak kami yang kuharapkan. Usia kehamilannya masih belum cukup bulan membuatku semakin khawatir. Bagaimana anak kami nanti? Kemungkinan akan lahir dalam keadaan prematur. Aku terduduk di lantai bersandar dinding dengan lutut menekuk. Kepala ini hanya mampu terus menunduk sambil menutupi air mata yang terus mengalir di sela lafaz zikir di bibir.Terlalu banyak dosaku pada Zainab karena sampai detik ini aku belum bisa membuatnya bahagia. Bahkan, hanya kesedihan yang selalu kuberikan padanya. Aku sudah membuatnya kehilangan sosok ayah dan masa mudanya. Keselamatannya pun beberapa kali dalam ujung tanduk. Maafkan aku, Za! Aku terlalu lemah menjadi seorang laki-laki. Kamu harus bertahan, Sayang. Beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu dan anak kita. "Dan."Sebuah tepukan di bahu membuatku seketika mendongak. "Zainab, B
Baca selengkapnya

Dukungan

Aku masih terduduk di depan ruang NICU untuk menunggu berita dari dokter yang menangani Zahira. Rasanya sangat sulit dengan kondisi seperti ini. Aku menjadi penyebab kesakitan pada istri dan anakku. Allah ... berikan kesempatan putriku untuk melihat kedua orang tuanya! Berikanlah keselamatan untuk Zahira! "Yang sabar, Dan."Aku menoleh. Handoko sudah duduk di samping kananku. Ada juga Bagas yang masih berdiri di hadapan. Aku menunduk dengan kedua siku bertumpu di atas paha sambil memijit-mijit kepala. "Kenapa semua jadi seperti ini, Han, Gas. Aku gak tahu harus melakukan apa untuk kesembuhan putriku. Dia baru lahir kemarin sore dan pagi ini kondisinya kritis. Aku takut kehilangan dia.""Jangan pesimis, Dan! Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Anakmu pasti kuat, dia sama kuatnya dengan istrimu."Ucapan Handoko sama sekali tidak bisa menenangkan hatiku yang sudah diliputi rasa takut. Aku benar-benar takut jika akan kehilangan bagi mungil tanpa dosa itu. Handoko dan Bagas mene
Baca selengkapnya

Penantian

Hanya lima belas menit aku dan Zainab diperbolehkan menjenguk Zahira. Waktu yang terlalu singkat sebenarnya, tapi kami tidak bisa menyangkal karena itu memang untuk kebaikan putri kecilku. Kudorong pelan kursi roda yang diduduki Zainab. Zainab menunduk sangat dalam setelah keluar dari kamar NICU. Aku berjongkok di hadapannya agar bisa melihat wajah cantik yang ditekuk itu. Kuraih jemari Zainab yang saling meremas. Aku tahu kecemasannya."Za, anak kita pasti bisa bertahan." Kukuatkan hati ini dan hatinya dengan kalimat positif. Setelahnya, hanya bisa pasrah pada ketetapan Allah nantinya karena usaha sudah maksimal. Zainab menangis tanpa suara. Hanya air mata yang terus menetes dan membasahi telapak tangan kami. "Kita juga harus kuat, Za. Zahira butuh orang tua yang kuat untuk bisa menguatkannya."Zainab mendongak dan menatapku sayu. Aku pun setengah berdiri, lalu memeluknya dengan hangat. Astagfirullah .... Dada ini terasa sangat sesak menahan rasa pedih saat melihat Zainab menan
Baca selengkapnya

Menipis

"Pak Zaidan gak bisa seenaknya mengundurkan diri. Bapak sudah menandatangani perjanjian kontrak selama satu tahun. Pak Zaidan pasti juga sudah tahu apa prosedurnya jika mengundurkan diri sebelum waktu perjanjian kontrak berakhir, bukan?"Pak Randi tampak tidak menerima surat pengunduran diriku. "Saya sudah tahu konsekuensinya, Pak. Saya akan membayarkan penalti yang sudah menjadi peraturan dalam surat perjanjian kontrak kerja saya.""Apa Pak Zaidan yakin? Itu jumlahnya cukup besar, sementara saya juga tahu kalau Pak Zaidan sedang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk putri Bapak."Ah, ternyata Pak Randi sudah tahu tentang Zahira. Namun, itu malah dia gunakan untuk membuatku mengubah pikiran. "Maaf, Pak. Saya masih punya tabungan jika hanya untuk biaya rumah sakit anak saya. Saya mengundurkan diri ini juga demi keluarga. Saya tidak ingin keluarga saya semakin hancur karena berita miring tentang saya."Setelah beberapa lama, akhirnya Pak Randi menerima surat pengunduran diriku dan
Baca selengkapnya

Ternyata Dia

Setelah kembali dari toilet, aku melihat Zainab sedang berbicara dengan dokter di depan ruang rawat Zahira. Aku pun mendekat dan ikut mendengarkan apa yang dikatakan oleh dokter. Tidak ada perkembangan berarti pada kondisi Zahira, tapi yang terpenting kondisinya tidak menurun. Zainab sudah cukup tegar untuk melihat kondisi putri kami. Tidak ada lagi air mata yang harus terbuang. Dan waktu lima belas menit kami gunakan sebaik mungkin untuk menyalurkan kekuatan lewat sentuhan dan doa untuk Zahira. Kamu pasti segera sembuh, Nak. "Ayo, pulang, Za!" ajakku setelah keluar dari ruang rawat Zahira. Zainab diam, membisu. Dia pun enggan menatapku. Sepertinya, dia marah karena ucapanku. Namun, tindakannya memang salah. Kali ini, aku tidak akan minta maaf. Zainab-lah yang harus minta maaf padaku. "Ayo, pulang!" ajakku lagi. "Saya masih mau di sini menemani anak saya."Astagfirullah ... Lagi-lagi Zainab menyebut dirinya dengan 'saya'. Pasti selalu seperti itu kalau ada yang tidak sesuai deng
Baca selengkapnya

Tidak Percaya

Melihat senyum Zahira membuat hatiku yang sempat membara sedikit lebih tenang. Wajahnya yang sangat mirip dengan Zainab terlihat setelah alat bantu napasnya dilepas. Cantik. Sejak dua hari terakhir, jam menjenguk Zahira memang sudah ditambah oleh dokter untukku dan Zainab. Kami diperbolehkan menjenguk tiga kali sehari dengan durasi waktu satu jam. Apalagi, kondisinya yang sudah mulai membaik membuat pengorbanan tidak sia-sia. "Za, Mas mau bicara," ucapku setelah kami keluar dari kamar Zahira. "Bilang aja, Mas. Kok, serius banget, sih?" balasnya dengan senyum. "Sambil makan di kantin, ya. Mas laper.""Memangnya, Mas belum makan siang? Ini sudah hampir Asar, loh.""Tadi, setelah kamu telepon, Mas dipanggil Pak Syamsul. Jadi, belum sempet makan siang.""Ada masalah apa lagi sama Pak Syamsul, Mas?""Gak ada, beliau cuma menanyakan kondisi Zahira."Zainab mengangguk lalu menggamit lenganku. Kami berjalan menuju kantin rumah sakit. Untunglah kalau Zainab percaya dengan alasanku. Aku ma
Baca selengkapnya

Berdamai

Pandangan ini tak lepas memandang wajah Zainab yang sedang tertidur dengan pulas. Sekitar pukul satu malam dia baru bisa senyenyak itu setelah Zahira rewel dan tidak lepas dari gendongannya sejak selepas Isya. Berulang kali aku mau mengambil alih Zahira, tapi selalu ditolak. "Mas sudah capek seharian kerja, biar saja Zahira sama aku."Selalu itu yang diucapkannya setiap malam. "Zahira kenapa rewel, Nak? Kasihan Mama, Sayang. Mama kecapekan jagain kamu." Kutimang Zahira dalam gendongan. Hampir saja dia menangis jika aku tidak buru-buru menggendongnya. Alhamdulillah, Zahira anteng setelah diberikan susu dan terpaksa aku tidur dengan posisi duduk sambil menggendong karena Zahira enggan ditidurkan. Mungkin seperti ini kesusahan Zainab setiap hari. Aku terbangun saat mendengar kumandang azan. Sepertinya sudah Subuh. Namun, posisi tidurku tidak seperti semalam dan Zahira tidak ada di gendongan. Aku mengedarkan pandangan dalam kamar ini. Lega setelah melihat Zahira tidur dengan Zainab di
Baca selengkapnya

Kejutan

Aku mendapati Zainab sudah tertidur pulas saat keluar dari kamar mandi. Dia pasti lelah setelah hak kami sama-sama tertunaikan. Namun, dia sudah mandi terlebih dahulu sebelum akhirnya terlelap.Kutinggalkan kamar menuju lantai bawah. Bu Padma sudah hampir selesai menyiapkan makan siang untuk kami. Cukup banyak menu makanan yang dihidangkannya. Padahal, hanya aku dan Zainab saja yang akan makan. "Masaknya banyak sekali, Bu," ujarku seraya menghampiri Bu Padma di dapur. Aku mengambil air dingin dari kulkas. "Uang yang Mas Zaidan kasih, banyak. Saya sudah belanja sebanyak ini saja, uangnya masih," tuturnya. Aku tersenyum sekilas. "Kue ulang tahunnya sudah dipesan kan, Bu?""Sudah, Mas Zaidan. Tadi pihak toko kue sudah kasih kabar kalau sedang dalam perjalanan."Meskipun belum mengenal lama dengan Bu Padma, aku bisa nyaman membiarkannya bekerja dan menempati rumah ini. Dia memang rekomendasi dari Pak RT dan majikannya yang lama. Sudah sejak awal menikah mereka ikut dengan majikannya ya
Baca selengkapnya

Kedatangan Maira

Selepas makan siang, Zainab meminta untuk kembali ke rumah sakit. Meskipun ingin lebih lama punya waktu berdua, aku juga tidak bisa mengabaikan Ibu dan Zahira. Lagi pula, tadi Zainab hanya meninggalkan dua botol ASI untuk Zahira. Takutnya jika putri kecil kami sudah kelaparan lagi. Sesuai instruksi dokter, Zahira memang harus diberi susu khusus bayi prematur, tetapi harus diselingi dengan ASI. Dan setelah dipindahkan dari ruang NICU, Zainab diminta untuk memberikan ASI eksklusif. Zainab kembali tertidur saat perjalanan ke rumah sakit. Sepertinya dia sangat kelelahan. Sampai di tempat parkir rumah sakit, aku tidak langsung membangunkannya. Melihat wajah damai Zainab saat tidur juga membuat hatiku tenang. Namun, meskipun aku tidak membangunkannya, Zainab malah sudah membuka mata. Seperti ada alarm bawah sadar yang membuatnya terbangun. "Sudah sampai ya, Mas? Kenapa gak bangunin aku? Malah lihatin aku sampe segitunya." Aku kepergok memperhatikannya dari jarak sangat dekat. Namun, aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status