Melihat senyum Zahira membuat hatiku yang sempat membara sedikit lebih tenang. Wajahnya yang sangat mirip dengan Zainab terlihat setelah alat bantu napasnya dilepas. Cantik. Sejak dua hari terakhir, jam menjenguk Zahira memang sudah ditambah oleh dokter untukku dan Zainab. Kami diperbolehkan menjenguk tiga kali sehari dengan durasi waktu satu jam. Apalagi, kondisinya yang sudah mulai membaik membuat pengorbanan tidak sia-sia. "Za, Mas mau bicara," ucapku setelah kami keluar dari kamar Zahira. "Bilang aja, Mas. Kok, serius banget, sih?" balasnya dengan senyum. "Sambil makan di kantin, ya. Mas laper.""Memangnya, Mas belum makan siang? Ini sudah hampir Asar, loh.""Tadi, setelah kamu telepon, Mas dipanggil Pak Syamsul. Jadi, belum sempet makan siang.""Ada masalah apa lagi sama Pak Syamsul, Mas?""Gak ada, beliau cuma menanyakan kondisi Zahira."Zainab mengangguk lalu menggamit lenganku. Kami berjalan menuju kantin rumah sakit. Untunglah kalau Zainab percaya dengan alasanku. Aku ma
Baca selengkapnya