Semua Bab Keris Bunga Bangkai: Bab 81 - Bab 90

197 Bab

81 - Murid-murid Ki Bayanaka

Bayantika menggunakan beberapa harinya menetap di Parlipur untuk memahami lebih jauh tentang kasus Rangkahasa. Dia pun pergi berkunjung ke Wilungarsih, salah satu desa terpinggir di daerah Parlipur, di dekat perbatasan bagian barat daya Kerajaan Marajaya. Berharap dia bisa mempelajari di mana kemungkinan keberadaan Rangkahasa saat ini Desa tersebut merupakan tempat di mana Rangkahasa dilaporkan membantai anak buah Kailash dan mencuri pedang antik saudagar tersebut. Dia berjalan dengan pakaian orang kampung biasa agar lebih mudah berbaur. Hanya saja, sepertinya orang-orang sudah tak lagi menceritakan kasus tersebut meski wajah Rangkahasa masih terpampang di berbagai sudut desa. Tak kunjung mendapatkan apa-apa hanya dengan mencuri dengar, Bayantika pun mulai mencoba memancing obrolan di sebuah warung makan. Namun tiba-tiba saja, dua orang pendekar lebih dulu menanyakan hal serupa pada pemilik warung. “Lho Pak, bukannya ini anak muda yang waktu itu membeli makanan waktu itu di sini?”
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-30
Baca selengkapnya

82 - Percikan Api Kebersamaan

Merasa mereka memiliki keperluan yang sama, kedua pendekar muda itu terus mengajak Bayantika mengobrol sembari meneruskan perjalanan mereka.“Jangan bilang mereka memerintahkan seorang Senopati seperti Kangmas untuk mengusut masalah ini,” tutur Dharma.“Tidak juga, aku hanya penasaran saja. Sebenarnya aku sudah bertemu dengan anak muda ini setahun yang lalu. Aku ingat betul kalau pedang itu adalah miliknya,” balas Bayantika.“Kami pikir juga begitu. Waktu kami melihat pertarungannya di sayembara waktu itu, pemuda itu sudah membawa pedang serupa. Meski tak begitu jelas karena terlilit kain,” jelas Dharma.“Iya, seingatku dia selalu melilit pedangnya dengan kain, tanpa sarung pedang sama sekali,” balas Bayantika lagi.“Ngomong-ngomong, kalian hendak mengajakku ke mana?” ujar Bayantika lanjut bertanya.“Kami ingat sehabis pertarungan itu dia diarak beberapa orang ke rumah salah seorang warga desa. Kami masih ingat tempatnya. Kalau dengan orang itu, tak mungkin dia akan bersikap sok tak m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-30
Baca selengkapnya

83 - Rumah Bersama

Tujuh orang bocah, lima perempuan dan dua laki-laki, sama-sama membawa perbekalan mereka masing-masih menuju ke sebuah sungai yang ada di pinggir hutan. Ketika mereka sampai di tempat biasa mereka berkumpul, mereka menemukan sebuah jubah terjemur di sebuah batu besar.“Itu jubahnya Rangkahasa,” seru seorang bocah perempuan yang paling kecil di antara mereka sembari menunjuk dari kejauhan.“Tapi Rangkahasanya mana?” gumam bocah lainnya penasaran melirik ke sana ke mari.Rangkahasa yang saat ini sedang beristirahat bertengger di sebuah dahan pohon acuh saja dengan kedatangan mereka.“Nanti dia bakalan datang sendiri kalau sudah mencium makanan yang kita bawa,” seru salah seorang bocah laki-laki di antara mereka.Namun bukannya Rangkahasa yang mampir. Akan tetapi, seekor harimau datang, berdiri tegap di sebuah batu besar yang tinggi menatap ke arah mereka dan makanan yang mereka kumpulkan.Sontak saja ketujuh bocah itu berhamburan dan saling berpelukan di bawah pohon.“Jangan lari. Ada y
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-30
Baca selengkapnya

84 - Kerisnya Siapa

Sementara itu, Senopati Bayantika bersama dua orang murid Ki Bayanaka mendatangi tempat sayembara yang dulu diikuti oleh Rangkahasa. Ketika mereka sampai, dua orang anak buah Kailash datang menghalangi sembari meminta bayaran untuk masuk ke tempat sayembara tersebut. “Lho? Harus membayar sekarang?” tanya Dharma. “Apa maksudmu? Sedari dulu juga memang begini aturannya. Mau ikut sayembara ataupun mau sekadar menonton. Tak mahal, hanya satu keping perak perorang,” jelas penjaga tersebut. Ketiga orang itu pun bingung karena tak satupun dari mereka yang membawa kepingan perak. Meski terlihat seperti orang biasa, mereka hanya membawa kepingan emas. Namun begitu, Kailash yang kebetulan ada di teras rumah langsung mengenali Senopati Bayantika. Dia langsung turun dan menghampirinya. “Wah, Senopati Bayantika. Ada apa jauh-jauh datang ke sini?” tanya Kailash. “Tuan? Bukankah Tuan saudagar yang waktu itu di kediaman Patih Bramanti?” balas Bayantika bertanya pura-pura lupa siapa namanya. “B
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-30
Baca selengkapnya

85 - Ketegasan Senopati Bayantika

Kailash pun terkejut dengan kata-kata serta sikap dingin dari Senopati Bayantika terhadapnya. Dia bukanlah orang bodoh. Sebagai seorang saudagar yang licik, tentunya dia juga sudah pasti bisa membaca kalau semua adalah siasat Senopati Bayantika sendiri.Namun yang namanya pengusaha licik, tak ingin kedoknya terbongkar. Dalam kondisi itu pun dia masih saja naif berpikir bisa mengelak dari tuduhan Bayantika.“Apa maksud Tuan Senopati soal keris milik Tuan itu?” sanggah Kailash masih mencoba berpura-pura tidak tahu apa-apa dengan tampang tak berdosanya.“Tak usah kau bermuka dua di depanku. Kalaupun kau bisa bersilat lidah mengatakan kau tak melakukan apa-apa, aku bisa saja memenggal kepala kalian semua meski kau tak bersalah sekalipun, dan tak akan ada seorangpun di Kerajaan Marajaya ini yang akan membelamu.”“Lebih baik kau permudah saja dirimu sendiri. Bukankah kau seorang pengusaha? Pikirkan lagi untung rugimu dan cobalah untuk membuatnya sedikit lebih mudah bagiku,” balas Bayantika
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-01
Baca selengkapnya

86 - Takdir Dan Pertemuan

Kailash yang merasa harga dirinya direndahkan di depan rumahnya sendiri langsung menghampiri Bayantika dengan wajah geram.“Senopati, jangan lupa kalau aku dan Patih Bramanti sudah menandatangi kontrak perjanjian. Tuan Senopati tak bisa seenaknya bersikap seperti ini padaku,” sergahnya memperlihatkan ketidaksenangannya.Lalu Indra tiba-tiba berjalan ke arah pagar rumah Kailash dan kemudian menempel poster buronan Rangkahasa di salah satu pintu gerbangnya.“Kangmas, masih ada satu poster terpampang di sini,” ujarnya dengan tampang polos tak berdosa.Bayantika pun kembali menoleh ke arah Kailash.“Bukankah aku sudah menitipkan pesan pada anak buahmu?” tanya Bayantika beretorika dengan tatapan merendahkan dari atas kudanya.Kailash tak lagi bisa berkata apa-apa. Wajahnya merah padam, lehernya menggelembung menahan nafas karena saking emosinya, namun terpaksa ditahan semuanya. Dia pun berjalan kembali ke gerbang rumahnya, merobek poster tersebut dan terus masuk ke dalam rumah dengan tak l
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-01
Baca selengkapnya

87 - Dunia Lain

Kedua pendekar itu pun hanya bisa bengong melihat sikap Darmi yang terlalu abai seperti itu.“Jadi namanya Rangkahasa, ya?” gumam Dharma.“Aneh saja kita mencari-cari orang, tapi sama sekali tak tahu namanya. Ya sudah, kita ikuti saja anaknya Pak Darmi itu,” seru Indra.Mereka pun mengikuti dengan sedikit menjaga jarak di belakang, hingga akhirnya Lastini pun bertemu dengan anak-anak desa lainnya, menuntun kedua pemuda itu ke sungai tempat mereka biasa bertemu Rangkahasa.Namun setelah menunggu cukup lama di sana, Rangkahasa tak kunjung muncul. Baik kedua pendekar itu, maupun Lastini beserta teman-temannya nampak kecewa. Setelah cukup lama mendengarkan obrolan kekecewaan anak-anak desa itu, Indra dan Dharma memutuskan untuk menghampiri mereka.“Aaaah, pantas saja. Ternyata ada orang asing mengikuti kita!” seru Arini langsung berlari mendekati teman-temannya, menunjuk-nunjuk ke arah Indra dan Dharma.Keduanya tentu bingung dengan reaksi anak kecil tersebut. Ditambah lagi dengan sikap m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-01
Baca selengkapnya

88 - Gertakan

Melihat kondisi Dharma yang seperti itu, Indra memutuskan untuk keluar saja dari hutan. Namun justru ketika mereka hendak keluar dari hutan, mereka menemukan Rangkahasa sedang duduk bersandar di bawah sebuah pohon di kejauhan.Indra yang lebih dulu menyadarinya, langsung menahan Dharma. Dia khawatir Rangkahasa akan salah paham menyangka mereka adalah orang yang akan memburunya.“Apa itu dia?” tanya Dharma.“Sepertinya begitu. Sebaiknya kamu tahan sebisanya aura dan tenaga dalammu. Aku tak ingin nanti dia salah paham dengan maksud kedatangan kita,” seru Indra mengingatkan.Mereka pun berjalan dengan sebiasa mungkin, tidak diam-diam, tidak pula secara tiba-tiba. Namun walau mereka masih jauh, Rangkahasa langsung kembali terjaga dan menoleh ke arah mereka berdua sembari kembali memegang gagang pedangnya.Ketika dia tahu yang mendatanginya bukanlah dedemit, Rangkahasa mengurangi sedikit kewaspadaannya.“Maaf jika kedatangan kami mengganggu. Apa benar kamu pendekar yang bernama Rangkahasa?
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-02
Baca selengkapnya

89 - Meringankan Beban

Setelah Rangkahasa berjalan cukup jauh, baru Indra mulai kembali mengikutinya. Sementara itu Dharma semakin tak sabaran saja, kenapa Indra masih diam saja, belum juga terlihat mencoba untuk menghetikan Rangkahasa. “Kenapa Kangmas tak jelaskan saja maksud kedatangan kita?” tanya Dharma. “Apa kau benar-benar tak penasaran? Soal bangkai berserakan yang kita temukan, dan juga soal Kangmas Bayantika yang begitu tertarik dengannya? Siapa tahu benar-benar ada banyak dedemit di hutan ini,” balas Indra menanggapi. “Penasaran sih. Tapi perutku kosong sedari tadi, lagi pula tidak lama lagi tempat ini akan semakin gelap,” balas Dharma mulai mengeluh. Meski begitu, dia tetap saja mengikuti Indra yang mengikuti Rangkahasa. Hingga hari sudah mulai senja, Indra melihat dari kejauhan Rangkahasa yang tiba-tiba berhenti. Indra meneruskan langkahnya, berpikir mungkin Rangkahasa memang sedang memancing dirinya untuk menghampirinya lebih dekat. Merasa seperti sedang ditantang, Indra mencabut pedangny
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-02
Baca selengkapnya

90 - Di Ambang Batas

Untung bagi mereka, jumlah dedemit malam itu tak sebanyak yang sebelum-sebelumnya yang dihadapi Rangkahasa. Dia sudah terlalu banyak membasmi makhluk-makhluk jahat tersebut beberapa hari belakangan di tempat yang sama.Namun tetap saja, Indra dan Dharma kewalahan harus terus-terusan menebas kuat-kuat, tak cukup hanya sekadar menyayat luka saja. Mereka memiliki teknik berpedang yang sangat bagus, namun kekuatan dan daya tahan mereka diuji semalaman suntuk. Belum lagi rasa haus dan lapar yang ditahan oleh Dharma yang sudah mengosongkan isi lambungnya tadi siang.Sebenarnya mereka bisa saja pergi, membiarkan Rangkahasa berurusan dengan dedemit itu sendirian. Hanya saja, melihat Rangkahasa yang masih nampak beringas membantai dedemit itu, mereka tak sudi mengalah barang sedikitpun. Tak sudi meninggalkan tempat itu barang sejengkal.“Hey, Dharma! Berhati-hatilah!” seru Indra menarik Dharma dan menyelamatkannya dari serangan tentakel dari satu dedemit di belakangnya.Setelah itu Indra langs
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
20
DMCA.com Protection Status