Sebagian besar para tahanan itu masih nampak khawatir dan juga penuh harap. Namun satu orang di antara mereka terlihat tidak senang dan dia pun mulai menggerutu. “Enaknya jadi anak dari prajurit yang berpangkat,” cetusnya. Kata-kata itu terkesan sedang menyindir Senopati Mahandaka, satu-satunya komandan mereka yang tersisa saat ini. Meski begitu, Mahandaka diam saja mengabaikannya, kembali duduk bersandar di dinding pejara. “Apa kau tak sadar, berada di luar sana jauh lebih berbahaya ketimbang berada di sini?” bantah seorang prajurit lainnya dengan beretorika. “Kenapa kau mengirim anakmu, Mahandaka? Dia masih terlalu muda untuk ini,” ujar prajurit lainnya. “Dia sudah bukan lagi anak-anak. Aku tak ingin dia terus-terusan manja dan lunak seperti itu. Sebagai seorang ayah, aku perlu mempercayainya untuk sedikit saja, memberinya kesempatan untuk mengemban amanah yang berat,” jelas Mahandaka. “Tapi kenapa harus sekarang?” bantah yang lainnya, merasa waktunya tidak tepat jika hanya unt
Last Updated : 2022-04-13 Read more