Beranda / Fiksi Remaja / Life Hates Me / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab Life Hates Me: Bab 11 - Bab 20

120 Bab

Bab 11

Bel istirahat berbunyi. Semua murid bersorak gembira karena pelajaran telah berakhir dan bisa istirahat selama setengah jam. Para siswa-siswi yang kelaparan beranjak dari kelas dan pergi ke kantin untuk makan, tak terkecuali diriku. Kali ini aku pergi ke kantin sendirian, padahal biasanya aku akan pergi bersama Vania dan Jonathan. Selama aku berjalan, aku mendapatkan tatapan sinis dan bisikan dari orang-orang di sekitar. Tak hanya murid SMP saja yang mengomongiku, murid SMA pun ikut mengomongiku. "Itu 'kan yang jari kakinya 11?" "Iya, kalau tidak salah itu adiknya Alexander." Aku merasa bersalah karena kakak jadi ikut diomongi. Kupercepat langkah kakiku agar cepat sampai di kantin. Begitu aku memasuki gedung kantin, puluhan pasang mata tertuju kepadaku, diikuti dengan bisikan yang tak mengenakan. Aku berusaha mengabaikan mereka dan memesan makananku. Setelah mendapatkan makanan dan minumanku, aku berjalan mencari meja kosong. Saat tengah menge
Baca selengkapnya

Bab 12

Aku berada di dalam sebuah ruangan berbentuk persegi panjang yang tidak begitu luas. Ruangan ini diisi oleh sebuah meja, 2 buah kursi, kabinet, rak buku, dan sebuah sofa yang empuk. Beberapa bingkai foto menghiasi dinding yang berwarna putih bersih. Pria berkepala setengah botak yang mengantar aku dan Maryam ke sini menarik dua kursi untuk kami. "Duduk!" Tanpa berkata apa-apa, kami berdua menuruti perintahnya dan duduk di kursi yang ditunjuk olehnya. Setelah kami duduk, pria yang merupakan guru BK itu pun duduk di depan kami. Aku jadi gugup karena duduk berhadapan dengan guru BK yang terkenal menyeramkan saat marah. "Kenapa tadi kalian bertengkar? Seperti anak kecil saja!" tanya guru BK sambil menunjuk aku dan Maryam secara bergantian. "Dia merobek buku saya, Pak!" Aku mengadu sambil menunjuk Maryam dengan jari telunjukku. "Hah? Mana ada!" sangkal Maryam. "Jahat kamu, ya, main tuduh saja!" Aku mengalihkan pandanganku dari gadis berkunc
Baca selengkapnya

Bab 13

Bunyi yang sudah lama dinanti-nantikan oleh para siswa dan siswi akhirnya terdengar. Bel pulangan berdering dan menggema ke sepenjuru gedung sekolah. Semua orang berhamburan pulang ke rumah, kecuali beberapa murid yang termasuk diriku sendiri. "Hizz, malasnya aku berduaan sama kamu lagi," desis seorang gadis berkuncir dua yang berjalan di depanku, yang tak lain adalah Maryam. "Kamu pikir kamu saja yang malas? Aku juga tidak mau berduaan sama kamu," balasku. Tiba-tiba Maryam menghentikan langkahnya sehingga aku pun menghentikan langkahku. Dia membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Sebuah senyuman terpasang pada wajahnya, membuatku berprasangka buruk dengan apa yang akan dikatakannya selanjutnya. "WC perempuan ada di lantai 1 dan 3, kan? Jadi, kamu bersihkan lantai 1, sedangkan aku bersihkan lantai 2 supaya kita tidak perlu berbarengan lagi," usulnya sambil menjentikkan jari.  Kukira dia akan mengusulkan sesuatu yang akan merugikanku, t
Baca selengkapnya

Bab 14

Mama menghentikan motornya di depan teras rumah kami. Aku pun turun dari motor dan menunggu mama selesai memarkirkan motornya. Setelah mama memarkirkan motornya dengan rapi, kami masuk ke rumah bersama-sama.Mama duduk di sofa dan mengajakku untuk duduk bersamanya. "Duduk. Ayo kita lanjutkan obrolan kita tadi."Aku menganggukkan kepalaku lalu duduk di sofa lain karena tidak berani duduk di sofa yang sama dengan mama. Aku mengatupkan tanganku dan memainkan jemariku, berusaha menahan rasa gugup dan takutku."Kok bisa kamu dihukum membersihkan WC?" tanya mama menginterogasiku."Itu ... gara-gara aku berkelahi sama Maryam," jawabku dengan suara kecil."Apa?!" Mama melebarkan matanya setelah mendengar jawabanku. Dia melotot kepadaku. Matanya yang sipit terbuka lebar hingga terlihat seperti akan melompat keluar dari kantong matanya."Memangnya kamu anak kecil, ya, sampai berkelahi sama Maryam? Lagi pula, Maryam 'kan sepupumu, kok bisa sampai berke
Baca selengkapnya

Bab 15

Beberapa hari kemudian, aku memulai keseharianku seperti biasa; bangun tidur lalu mandi, ganti baju, menyiapkan buku pelajaran, sarapan, dan pergi ke sekolah. Papa menurunkan aku dan kakak di depan gerbang sekolah. Kami berdua berjalan menuju gedung sekolah masing-masing. Kakak tidak berjalan bersebelahan denganku karena tidak ingin ikut menjadi bahan omongan orang lain. Sampailah aku di ruang kelasku; kelas 9-B. Saat aku memasuki kelas, kudapati ada banyak teman sekelasku yang sudah lebih dulu datang sebelum aku. Mereka mengabaikan kehadiranku seakan-akan aku adalah angin yang tak terlihat oleh mata. Aku tiba di mejaku dan menyadari sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Permukaan mejaku yang biasanya bersih tanpa coretan apa pun, kini mendapatkan 'hiasan' berupa tulisan yang mengejek. -Cleaning service, maid, tukang bersih-bersih WC. Tanpa perlu melihat secara langsung siapa yang menulisnya, aku sudah tahu siapa pelaku dari tulisan-tulisan ini. Aku m
Baca selengkapnya

Bab 16

Di lapangan yang biasa digunakan untuk upacara bendera maupun olahraga, terlihat ada sekitar 30-an orang berseragam olahraga SMP berlari mengelilingi lapangan. Ada yang berlari dengan cepat seperti kejar-kejaran dengan yang lainnya, ada juga yang berlari santai atau bahkan berjalan.Aku mencoba mengejar gerombolan siswi yang berlari di depanku. Kupercepat ritme lariku agar tidak semakin terpisah dari mereka. Sebenarnya aku tertinggal jauh di belakang mereka bukan karena lariku lambat, melainkan karena staminaku yang sekarang tidak sekuat dulu.Padahal baru dua putaran yang kulalui, kakiku mulai terasa lemas dan napasku sudah ngos-ngosan. Semakin aku memaksakan diriku untuk berlari mengejar mereka, semakin napasku terasa berat sampai-sampai sulit bernapas.Perlahan kuperlambat ritme lariku hingga akhirnya berhenti berlari. Kini aku hanya berjalan sambil mengatur napasku yang berat. Akan tetapi, keadaanku tidak bertambah baik, malah sebaliknya.Aku kehilang
Baca selengkapnya

Bab 17

Aku memegangi mukaku yang sakit, terutama hidungku. 'Sial, seharusnya aku tidak melamun saat sedang bermain bola voli.'Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dengan nyaring. Aku pun mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara. Kulihat Maryam tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, berdiri Jessica yang menutup mulutnya dengan tangannya yang bergetar karena berusaha menahan tawa."Headshot! Hahaha! Makanya, jangan bengong begitu kalau lagi main voli," ejek Maryam di sela-sela tawanya.Aku menurunkan tangan kananku dari mukaku dan mengepalkannya dengan erat. Kutatap tajam kedua siswi yang asik menertawaiku. 'Bisa-bisanya mereka menertawai orang yang terkena musibah?'Bunyi derap kaki terdengar mendekat ke arahku. Kualihkan pandanganku ke arah sumber bunyi dan mendapati Yoshino berlari menghampiriku. Wajahnya menampakkan kekhawatiran dan panik saat memandangku."Astaga, Freya! Ada darah keluar dari hidungmu!" pekik Yoshino panik.Menden
Baca selengkapnya

Bab 18

Bunyi dering bel pulangan menggema ke sepenjuru gedung sekolah. Proses belajar mengajar pun berakhir dan semua murid berhamburan keluar dari ruangan kelasnya, kecuali yang piket membersihkan kelas.Karena hari ini adalah jadwal piketku, aku jadi tidak bisa pulang ke rumah sebelum menuntaskan kewajibanku. Di samping itu, aku juga masih dalam masa hukuman membersihkan WC. Jadi, hari ini aku akan pulang lebih lama dari biasanya.Aku memutuskan untuk mengelap jendela karena sudah mulai berdebu. Kulangkahkan kakiku berjalan menuju pintu kelas untuk mengambil kain lap yang digantung di balik papan kayu itu.  Namun, tiba-tiba kakiku tersandung sesuatu sehingga aku terjatuh ke depan."Hahahaha~ Makanya kalau jalan pakai mata dong!" ledek suara laki-laki yang tidak begitu berat.Aku mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara yang meledekku. Kudapati Stephen berdiri di samping kananku. Di tangannya ada sebuah sapu yang sepertinya digunakan untuk menya
Baca selengkapnya

Bab 19

Hari telah berganti, tibalah hari Senin; hari yang paling berat dan menyebalkan bagi para murid karena harus mengikuti upacara bendera yang melelahkan. Begitu bel berbunyi, semua siswa dan siswi turun ke lapangan untuk mengikuti acara yang diadakan setiap hari Senin ini.Lapangan yang luas ini penuh dengan siswa-siswi berseragam putih biru dan putih abu-abu. Petugas upacara yang berseragam serba putih berdiri di tempatnya masing-masing dan para guru berdiri di tangga teras gedung SMP.Upacara bendera berjalan seperti biasa, tidak ada yang berbeda dari susunan acara upacara bendera sebelumnya. Selama acara berlangsung, terdengar suara siswa dan siswi yang mengeluh kecapekan atau kepanasan."Haizz, masih lama tidak sih amanatnya? Kakiku sudah mau patah nih.""Tidak tahu lah. Betah banget tuh pembina upacara ngoceh tidak jelas begitu, tidak ngerti apa kalau kita kecapekan dan kepanasan begini?""Guru-guru mah enak, mereka terlindung bayangan bangunan,
Baca selengkapnya

Bab 20

"Kamu kenapa, Nak? Dadamu sakit lagi? Sesak?" tanya petugas UKS dengan khawatir dan panik.Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya karena suaraku tidak bisa keluar dari mulutku. Mulutku mangap-mangap, berusaha menarik udara sebanyak mungkin karena bernapas menggunakan hidung saja tidak cukup bagiku.Petugas UKS mengeluarkan telepon pintarnya dari saku roknya dan bertanya, "Berapa nomor telepon orang tuamu? Biar saya telponkan supaya kamu dijemput."Aku menyebutkan nomor telepon mama dengan terbata-bata. Padahal hanya 12 angka saja yang kusebutkan, tetapi itu sangat sulit untuk diucapkan olehku. 'Untuk bernapas saja sulit, apalagi untuk berbicara?'"Ngomong-ngomong siapa namamu dan kelas berapa?" tanya petugas UKS kepadaku."Freya ... 9-B," jawabku dengan jeda beberapa detik karena napasku yang tersengal-sengal membuatku kesulitan berbicara dengan lancar.Petugas UKS menganggukkan kepalanya lalu menempelkan telepon pinta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status