Share

Bab 13

Penulis: V I L
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bunyi yang sudah lama dinanti-nantikan oleh para siswa dan siswi akhirnya terdengar. Bel pulangan berdering dan menggema ke sepenjuru gedung sekolah. Semua orang berhamburan pulang ke rumah, kecuali beberapa murid yang termasuk diriku sendiri.

"Hizz, malasnya aku berduaan sama kamu lagi," desis seorang gadis berkuncir dua yang berjalan di depanku, yang tak lain adalah Maryam.

"Kamu pikir kamu saja yang malas? Aku juga tidak mau berduaan sama kamu," balasku.

Tiba-tiba Maryam menghentikan langkahnya sehingga aku pun menghentikan langkahku. Dia membalikkan badannya, menghadap ke arahku. Sebuah senyuman terpasang pada wajahnya, membuatku berprasangka buruk dengan apa yang akan dikatakannya selanjutnya.

"WC perempuan ada di lantai 1 dan 3, kan? Jadi, kamu bersihkan lantai 1, sedangkan aku bersihkan lantai 2 supaya kita tidak perlu berbarengan lagi," usulnya sambil menjentikkan jari. 

Kukira dia akan mengusulkan sesuatu yang akan merugikanku, t

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Life Hates Me   Bab 14

    Mama menghentikan motornya di depan teras rumah kami. Aku pun turun dari motor dan menunggu mama selesai memarkirkan motornya. Setelah mama memarkirkan motornya dengan rapi, kami masuk ke rumah bersama-sama.Mama duduk di sofa dan mengajakku untuk duduk bersamanya. "Duduk. Ayo kita lanjutkan obrolan kita tadi."Aku menganggukkan kepalaku lalu duduk di sofa lain karena tidak berani duduk di sofa yang sama dengan mama. Aku mengatupkan tanganku dan memainkan jemariku, berusaha menahan rasa gugup dan takutku."Kok bisa kamu dihukum membersihkan WC?" tanya mama menginterogasiku."Itu ... gara-gara aku berkelahi sama Maryam," jawabku dengan suara kecil."Apa?!" Mama melebarkan matanya setelah mendengar jawabanku. Dia melotot kepadaku. Matanya yang sipit terbuka lebar hingga terlihat seperti akan melompat keluar dari kantong matanya."Memangnya kamu anak kecil, ya, sampai berkelahi sama Maryam? Lagi pula, Maryam 'kan sepupumu, kok bisa sampai berke

  • Life Hates Me   Bab 15

    Beberapa hari kemudian, aku memulai keseharianku seperti biasa; bangun tidur lalu mandi, ganti baju, menyiapkan buku pelajaran, sarapan, dan pergi ke sekolah. Papa menurunkan aku dan kakak di depan gerbang sekolah. Kami berdua berjalan menuju gedung sekolah masing-masing. Kakak tidak berjalan bersebelahan denganku karena tidak ingin ikut menjadi bahan omongan orang lain. Sampailah aku di ruang kelasku; kelas 9-B. Saat aku memasuki kelas, kudapati ada banyak teman sekelasku yang sudah lebih dulu datang sebelum aku. Mereka mengabaikan kehadiranku seakan-akan aku adalah angin yang tak terlihat oleh mata. Aku tiba di mejaku dan menyadari sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Permukaan mejaku yang biasanya bersih tanpa coretan apa pun, kini mendapatkan 'hiasan' berupa tulisan yang mengejek. -Cleaning service, maid, tukang bersih-bersih WC. Tanpa perlu melihat secara langsung siapa yang menulisnya, aku sudah tahu siapa pelaku dari tulisan-tulisan ini. Aku m

  • Life Hates Me   Bab 16

    Di lapangan yang biasa digunakan untuk upacara bendera maupun olahraga, terlihat ada sekitar 30-an orang berseragam olahraga SMP berlari mengelilingi lapangan. Ada yang berlari dengan cepat seperti kejar-kejaran dengan yang lainnya, ada juga yang berlari santai atau bahkan berjalan.Aku mencoba mengejar gerombolan siswi yang berlari di depanku. Kupercepat ritme lariku agar tidak semakin terpisah dari mereka. Sebenarnya aku tertinggal jauh di belakang mereka bukan karena lariku lambat, melainkan karena staminaku yang sekarang tidak sekuat dulu.Padahal baru dua putaran yang kulalui, kakiku mulai terasa lemas dan napasku sudah ngos-ngosan. Semakin aku memaksakan diriku untuk berlari mengejar mereka, semakin napasku terasa berat sampai-sampai sulit bernapas.Perlahan kuperlambat ritme lariku hingga akhirnya berhenti berlari. Kini aku hanya berjalan sambil mengatur napasku yang berat. Akan tetapi, keadaanku tidak bertambah baik, malah sebaliknya.Aku kehilang

  • Life Hates Me   Bab 17

    Aku memegangi mukaku yang sakit, terutama hidungku. 'Sial, seharusnya aku tidak melamun saat sedang bermain bola voli.'Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dengan nyaring. Aku pun mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara. Kulihat Maryam tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, berdiri Jessica yang menutup mulutnya dengan tangannya yang bergetar karena berusaha menahan tawa."Headshot! Hahaha! Makanya, jangan bengong begitu kalau lagi main voli," ejek Maryam di sela-sela tawanya.Aku menurunkan tangan kananku dari mukaku dan mengepalkannya dengan erat. Kutatap tajam kedua siswi yang asik menertawaiku. 'Bisa-bisanya mereka menertawai orang yang terkena musibah?'Bunyi derap kaki terdengar mendekat ke arahku. Kualihkan pandanganku ke arah sumber bunyi dan mendapati Yoshino berlari menghampiriku. Wajahnya menampakkan kekhawatiran dan panik saat memandangku."Astaga, Freya! Ada darah keluar dari hidungmu!" pekik Yoshino panik.Menden

  • Life Hates Me   Bab 18

    Bunyi dering bel pulangan menggema ke sepenjuru gedung sekolah. Proses belajar mengajar pun berakhir dan semua murid berhamburan keluar dari ruangan kelasnya, kecuali yang piket membersihkan kelas.Karena hari ini adalah jadwal piketku, aku jadi tidak bisa pulang ke rumah sebelum menuntaskan kewajibanku. Di samping itu, aku juga masih dalam masa hukuman membersihkan WC. Jadi, hari ini aku akan pulang lebih lama dari biasanya.Aku memutuskan untuk mengelap jendela karena sudah mulai berdebu. Kulangkahkan kakiku berjalan menuju pintu kelas untuk mengambil kain lap yang digantung di balik papan kayu itu. Namun, tiba-tiba kakiku tersandung sesuatu sehingga aku terjatuh ke depan."Hahahaha~ Makanya kalau jalan pakai mata dong!" ledek suara laki-laki yang tidak begitu berat.Aku mengangkat wajahku dan menoleh ke arah sumber suara yang meledekku. Kudapati Stephen berdiri di samping kananku. Di tangannya ada sebuah sapu yang sepertinya digunakan untuk menya

  • Life Hates Me   Bab 19

    Hari telah berganti, tibalah hari Senin; hari yang paling berat dan menyebalkan bagi para murid karena harus mengikuti upacara bendera yang melelahkan. Begitu bel berbunyi, semua siswa dan siswi turun ke lapangan untuk mengikuti acara yang diadakan setiap hari Senin ini.Lapangan yang luas ini penuh dengan siswa-siswi berseragam putih biru dan putih abu-abu. Petugas upacara yang berseragam serba putih berdiri di tempatnya masing-masing dan para guru berdiri di tangga teras gedung SMP.Upacara bendera berjalan seperti biasa, tidak ada yang berbeda dari susunan acara upacara bendera sebelumnya. Selama acara berlangsung, terdengar suara siswa dan siswi yang mengeluh kecapekan atau kepanasan."Haizz, masih lama tidak sih amanatnya? Kakiku sudah mau patah nih.""Tidak tahu lah. Betah banget tuh pembina upacara ngoceh tidak jelas begitu, tidak ngerti apa kalau kita kecapekan dan kepanasan begini?""Guru-guru mah enak, mereka terlindung bayangan bangunan,

  • Life Hates Me   Bab 20

    "Kamu kenapa, Nak? Dadamu sakit lagi? Sesak?" tanya petugas UKS dengan khawatir dan panik.Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya karena suaraku tidak bisa keluar dari mulutku. Mulutku mangap-mangap, berusaha menarik udara sebanyak mungkin karena bernapas menggunakan hidung saja tidak cukup bagiku.Petugas UKS mengeluarkan telepon pintarnya dari saku roknya dan bertanya, "Berapa nomor telepon orang tuamu? Biar saya telponkan supaya kamu dijemput."Aku menyebutkan nomor telepon mama dengan terbata-bata. Padahal hanya 12 angka saja yang kusebutkan, tetapi itu sangat sulit untuk diucapkan olehku. 'Untuk bernapas saja sulit, apalagi untuk berbicara?'"Ngomong-ngomong siapa namamu dan kelas berapa?" tanya petugas UKS kepadaku."Freya ... 9-B," jawabku dengan jeda beberapa detik karena napasku yang tersengal-sengal membuatku kesulitan berbicara dengan lancar.Petugas UKS menganggukkan kepalanya lalu menempelkan telepon pinta

  • Life Hates Me   Bab 21

    Suasana kelas yang semula ribut dengan suara obrolan dan keluhan para murid, kini menjadi sunyi setelah seorang guru memasuki ruangan kelas untuk mengajar. Semua siswa dan siswi bergerak cepat kembali ke mejanya masing-masing sebelum memberi salam kepada guru tersebut."Selamat pagi, Bu Guru," sapa kami dengan serentak."Selamat pagi, Anak-anak," sahut wanita yang mengenakan seragam dinas harian warna khaki. Wajah guru tersebut terlihat tak asing bagiku karena aku baru saja melihatnya di UKS beberapa saat lalu. Ya, beliau adalah petugas UKS yang juga merupakan guru Bahasa Indonesia."Sebelum memulai pembelajaran hari ini, marilah kita menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu berdoa terlebih dahulu," lanjutnya.Seperti yang dikatakan oleh bu guru, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu diikuti dengan doa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setelah melakukan dua rutinitas itu, barulah kami memulai proses belajar mengajar."Hari ini, kita akan

Bab terbaru

  • Life Hates Me   Bab 119

    'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM

  • Life Hates Me   Bab 118

    “Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti

  • Life Hates Me   Bab 117

    "Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer

  • Life Hates Me   Bab 116

    Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di

  • Life Hates Me   Bab 115

    Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba

  • Life Hates Me   Bab 114

    Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.

  • Life Hates Me   Bab 113

    Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis

  • Life Hates Me   Bab 112

    Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k

  • Life Hates Me   Bab 111

    Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang

DMCA.com Protection Status