Share

Bab 19

Author: V I L
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hari telah berganti, tibalah hari Senin; hari yang paling berat dan menyebalkan bagi para murid karena harus mengikuti upacara bendera yang melelahkan. Begitu bel berbunyi, semua siswa dan siswi turun ke lapangan untuk mengikuti acara yang diadakan setiap hari Senin ini.

Lapangan yang luas ini penuh dengan siswa-siswi berseragam putih biru dan putih abu-abu. Petugas upacara yang berseragam serba putih berdiri di tempatnya masing-masing dan para guru berdiri di tangga teras gedung SMP.

Upacara bendera berjalan seperti biasa, tidak ada yang berbeda dari susunan acara upacara bendera sebelumnya. Selama acara berlangsung, terdengar suara siswa dan siswi yang mengeluh kecapekan atau kepanasan.

"Haizz, masih lama tidak sih amanatnya? Kakiku sudah mau patah nih."

"Tidak tahu lah. Betah banget tuh pembina upacara ngoceh tidak jelas begitu, tidak ngerti apa kalau kita kecapekan dan kepanasan begini?"

"Guru-guru mah enak, mereka terlindung bayangan bangunan,

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Life Hates Me   Bab 20

    "Kamu kenapa, Nak? Dadamu sakit lagi? Sesak?" tanya petugas UKS dengan khawatir dan panik.Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya karena suaraku tidak bisa keluar dari mulutku. Mulutku mangap-mangap, berusaha menarik udara sebanyak mungkin karena bernapas menggunakan hidung saja tidak cukup bagiku.Petugas UKS mengeluarkan telepon pintarnya dari saku roknya dan bertanya, "Berapa nomor telepon orang tuamu? Biar saya telponkan supaya kamu dijemput."Aku menyebutkan nomor telepon mama dengan terbata-bata. Padahal hanya 12 angka saja yang kusebutkan, tetapi itu sangat sulit untuk diucapkan olehku. 'Untuk bernapas saja sulit, apalagi untuk berbicara?'"Ngomong-ngomong siapa namamu dan kelas berapa?" tanya petugas UKS kepadaku."Freya ... 9-B," jawabku dengan jeda beberapa detik karena napasku yang tersengal-sengal membuatku kesulitan berbicara dengan lancar.Petugas UKS menganggukkan kepalanya lalu menempelkan telepon pinta

  • Life Hates Me   Bab 21

    Suasana kelas yang semula ribut dengan suara obrolan dan keluhan para murid, kini menjadi sunyi setelah seorang guru memasuki ruangan kelas untuk mengajar. Semua siswa dan siswi bergerak cepat kembali ke mejanya masing-masing sebelum memberi salam kepada guru tersebut."Selamat pagi, Bu Guru," sapa kami dengan serentak."Selamat pagi, Anak-anak," sahut wanita yang mengenakan seragam dinas harian warna khaki. Wajah guru tersebut terlihat tak asing bagiku karena aku baru saja melihatnya di UKS beberapa saat lalu. Ya, beliau adalah petugas UKS yang juga merupakan guru Bahasa Indonesia."Sebelum memulai pembelajaran hari ini, marilah kita menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu berdoa terlebih dahulu," lanjutnya.Seperti yang dikatakan oleh bu guru, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu diikuti dengan doa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setelah melakukan dua rutinitas itu, barulah kami memulai proses belajar mengajar."Hari ini, kita akan

  • Life Hates Me   Bab 22

    Beberapa menit setelah aku kembali ke mejaku, siswa dan siswi lain mulai mengumpulkan syairnya ke bu guru lalu membaca karya sastranya di depan kelas. Rata-rata syair mereka bertemakan pendidikan, nasihat, dan bahkan kisah cinta. Akhirnya kelas berakhir saat bunyi bel istirahat terdengar. Sang pendidik dan pelajar saling berpamitan sebelum bubar dari ruangan ini. Sebagian besar teman sekelasku pergi beristirahat di kantin, sedangkan aku dan beberapa orang lainnya menghabiskan jam istirahat kami di kelas. Kusimpan buku pelajaran dan alat tulisku di dalam laci meja lalu mengeluarkan bekalku dari dalam ransel. Saat aku membuka tutup kotak bekalku, aroma masakan mama menyerbak memasuki indera penciumanku. Aku pun memakan makanan yang kubawa dari rumah dengan lahap. 'Masakan mama memang paling enak, bahkan lebih enak daripada masakan koki di restoran ternama,' batinku sambil menikmati lezatnya ikan saus asam manis buatan mama. Saat tengah menikmati bekalku

  • Life Hates Me   Bab 23

    Aku menggigit bibir bawahku dan mengepalkan tanganku dengan erat, berusaha memberanikan diriku untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya kualami di sekolah dan di rumah. Entah kenapa rasanya berat sekali untuk memberi tahu orang lain tentang masalah yang kuhadapi.Kubuka mulutku lagi dan melanjutkan perkataanku. "Saya dibuli oleh teman sekelas saya, Pak."Kulihat pak Yeremia melebarkan matanya saat mendengar perkataanku. Dia tampak terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya. Fakta yang baru diketahuinya sangat mengejutkan baginya karena selama ini aku tidak pernah memiliki masalah dengan teman sekelasku."Siapa yang membulimu, Nak?" tanyanya dengan serius."Celestine, Maryam, Jessica, Christina, dan Tariyah ... dan juga Stephen," jawabku menyebutkan siapa saja yang sudah membuliku. Stephen yang baru-baru ini ikut menjahiliku pun tak lepas dari aduanku.Mendengar jawaban dariku, pak Yeremia memasang wajah tidak percaya. "Celestine dan kawan-kawann

  • Life Hates Me   Bab 24

    Bel pulangan berdering saat jam menunjukkan tepat pukul 2 siang. Semua murid berbondong-bondong keluar dari kelas, kecuali yang jadwal piketnya hari ini. Aku pun bangkit dari kursi dan menenteng ranselku di punggung sebelum keluar dari kelas.Aku menuruni tangga dengan langkah cepat lalu lanjut berjalan menuju WC perempuan yang berada di lantai 1. Sayang sekali, aku tidak bisa langsung pulang dan harus membersihkan WC terlebih dahulu.Saat tengah mengepel lantai, telingaku menangkap bunyi langkah kaki. Aku menoleh ke arah sumber bunyi dan mendapati Celestine serta anggota gengnya memasuki ruangan ini. Namun, jumlah mereka kurang satu orang karena salah satu dari mereka sibuk membersihkan WC di lantai 3.Aku menghentikan aktivitasku dan bertanya dengan ketus, "Ngapain kalian ke sini?""Kamu 'kan yang mengadu ke pak Yere kalau kami membulimu?" Celestine mengabaikan pertanyaanku dan malah bertanya balik kepadaku."Kalau iya kenapa?" balasku dengan nad

  • Life Hates Me   Bab 25

    Keesokan harinya, hari ini aku pergi ke sekolah sedikit telat, tetapi begitu telat karena gerbang masih belum ditutup. Aku menaiki tangga dengan langkah santai. Namun, aku harus mempercepat langkahku karena bel masukan baru saja berdering. Aku memasuki ruangan kelasku yang sudah ramai. Semua teman sekelasku asik mengobrol dengan teman-temannya dan mengabaikanku yang baru saja datang. Kulangkahkan kakiku menuju mejaku yang berada di baris paling belakang. Kuhentikan langkahku tepat di samping mejaku. Aku berdiri diam dan memandang kosong permukaan mejaku yang penuh dengan coretan spidol. Kubaca tulisan-tulisan itu dengan hati yang sakit. -Tukang cari perhatian, cewek jalang, perebut laki orang. Tanpa melihat siapa yang membuat coretan itu dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah tahu siapa yang melakukannya. Kukepalkan tanganku dan mengerutkan alisku. 'Padahal mereka sudah dipanggil ke ruang BK, kenapa mereka masih berani melakukan ini? Aku sema

  • Life Hates Me   Bab 26

    Kegiatan kerja kelompok yang singkat ini berjalan dengan baik. Kami membagi tugas pada masing-masing anggota agar bisa lebih cepat diselesaikan. Meskipun begitu, aku merasa kehadiranku tidak begitu berguna bagi mereka karena aku tidak terlalu banyak membantu.Aku melirik ke arah teman sekelompokku yang sedang sibuk merangkum materi dan berdiskusi. Ketiga siswa teladan itu berada di peringkat 5 besar, sudah jelas kepintaran mereka tidak perlu ditanyakan lagi. Sedangkan aku, aku hanyalah peringkat 9 di kelas ini.Aku menarik sebuah senyuman kecut. 'Rasanya seperti menjadi benalu.'Senyuman kecut yang terpasang pada wajahku langsung lenyap saat bunyi bel istirahat tertangkap oleh indera pendengaranku. Sontak aku melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 09.45."Kita sudahi kelasnya sampai di sini, Anak-anak. Selesaikan tugas kelompok kalian dan presentasikan minggu depan," ujar bu guru yang baru saja bangkit dari kursinya."Baik, Bu," sahut s

  • Life Hates Me   Bab 27

    Pagi esoknya, seperti biasa, aku mempersiapkan diriku dan sarapan sebelum pergi ke sekolah. Aku menyantap masakan yang mama masak dengan lahap bersama dengan kakak dan papa. Tiba-tiba kakak menanyakan pertanyaan yang membuatku terkejut."Jadi kamu sudah pacaran sama pangeran berkuda putihmu?" tanyanya yang membuat aku terbatuk.Papa yang duduk di samping kananku pun ikut terbatuk saat mendengar pertanyaan yang mengejutkan itu. Pria berumur 42 tahun itu langsung meraih secangkir teh di sampingnya lalu meneguknya sampai setengah kosong."Apa? Kamu pacaran?" tanya papa kepadaku.Aku tambah terbatuk-batuk setelah mendengar pertanyaan papa. Papa pun mengoper segelas teh yang masih belum diminum kepadaku. Kuminum teh hangat itu setelah sedikit tenang agar tidak tersedak saat meminumnya."Tidak, Pa. Aku belum pacaran dan tidak akan pacaran kok. Aku bakal fokus sama sekolah dulu," jawabku sambil melemparkan tatapan sinis ke arah kakakku yang memasang wajah

Latest chapter

  • Life Hates Me   Bab 119

    'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM

  • Life Hates Me   Bab 118

    “Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti

  • Life Hates Me   Bab 117

    "Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer

  • Life Hates Me   Bab 116

    Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di

  • Life Hates Me   Bab 115

    Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba

  • Life Hates Me   Bab 114

    Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.

  • Life Hates Me   Bab 113

    Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis

  • Life Hates Me   Bab 112

    Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k

  • Life Hates Me   Bab 111

    Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang

DMCA.com Protection Status