Home / Romansa / Pembalasan Mantan Istri CEO / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Pembalasan Mantan Istri CEO: Chapter 111 - Chapter 120

189 Chapters

Bab 111

“Apa kamu tidak melihat Arka sedang rapuh saat ini?” Kumi mencibir. “Biarkan saja! Dia pantas menerimanya! Arka telah banyak menyakiti hati perempuan!” erang Kumi. Dia menghempaskan pantatnya di atas kursi dengan kasar. “Bukan hanya Nora, tapi aku juga dia sakiti, dan aku akan selamanya hidup dengan luka dan cerita yang ia torehkah. Tidakkah kamu mengerti itu?” ucap Kumi lirih. Shaka menghela napas. “Aku tahu sayang…” lelaki itu tak mau meneruskan kata-katanya. Ia takut akan merusak mood makan Kumi. “Sebaiknya kita turun sekarang ke lobbi,” ajak Shaka. Dia memperhatikan wajah Kumi yang cemberut. Kumi melengos. “Pergilah sendiri, aku malas keluar.” “Aku tidak mau pergi kalau kamu tidak ikut,” sahut Shaka. “Apa kamu tidak kasihan sama aku? Perutku lapar sekali, rasanya mau pingsan…” Dia tidur telentang di atas pembaringan, sambil mengusap perutnya. Kata-kata Shaka membuat Kumi tertawa
Read more

Bab 112

Gelombang keresahan menghantam Kumi. Ia tak bisa melihat Shaka bersedih. Ia mau melakukan sesuatu untuk membantunya. “Ajaklah Shaka keluar dari sini. Aku mau menyapa Nada,” ucap Kumi tegas pada Arka. “Untuk apa? Kehadiranmu nanti malah membuatnya malu. Lebih baik kita ke pergi ke kamar sekarang,” ajak Arka. Dia tidak setuju dengan rencana Kumi. “Aku hanya mau say hello pada Nada, dan pura-pura tidak tahu dengan apa yang dia lakukan tadi. Apakah itu tidak boleh?” “Jangan temui dia! Biarkan Shaka menyelesaikan masalah ini sendiri. Kamu tak perlu ikut-ikut,” cegah Arka. “Shaka terlalu baik. Dia tidak mungkin melakukannya.” Kumi melihat ke bar di mana Shaka berada. Sayangnya pria itu tidak ada di sana sekarang. “See! Shaka sudah pergi. Kamu cari dia. Aku akan menemui Nada.” Tanpa meminta persetujuan Arka dia melenggang berjalan dengan anggun menghampiri Nada. “Hi Nada, aku tidak menyangk
Read more

Bab 113

Kumi meletakkan telepon dengan lesu. Ia mengira Shaka marah dengannya. Dilihatnya burger dan sushi yang masih utuh di atas meja. Makanan itu sayang kalau dibuang. Maka Kumi memakan sushinya kemudian burger. Perut Kumi kekenyangan. Wanita itu tersenyum kecut, menyadari apa yang dilakukannya. Dia lalu mengambil ponsel dan mengetik pesan pada Shaka di Whatsapp. “Maafkan aku…” hanya itu yang diketiknya. Beberapa menit kemudian, Shaka menjawab pesannya. “Kamu tidak salah. Aku yang terlalu memble tidak bisa tegas mengambil keputusan. Aku mencintaimu, tapi aku terlalu mencintai Nenek hingga membuatku takut dengan imbas yang kulakukan. Maafkan aku.”Kumi tidak membalas dia kembali ke pembaringannya, tangannya mengusap seprei. Mungkin inilah saatnya ia harus melepaskan cintanya pada Shaka. Sebulir kristal bening jatuh dari matanya. Ia lalu menghela napas panjang dan berat. Kehilangan teman dan cinta sekaligus membuat dirinya rapuh.Namun, Kumi s
Read more

Bab 114

Kumi memijat keningnya perlahan. Mendadak kepalanya pusing setelah menelpon Bapak Dedy. Wanita itu menghembuskan napas panjang. “Siapa dia?” tanya Rio penasaran melihat Kumi menjadi tak bergairah. “Ayahnya Nora, dia meminta bertemu,” Kumi mendengkus. Rio ikutan panas. Kumi telah menceritakan tentang Nora padanya. “Ah, paling-paling dia meminta warisan!! Belagu banget! Pas anaknya hidup dia gak peduli, eh pas anaknya sudah mati, dia datang dan meminta warisannya.” Lelaki feminim itu langsung mengipas-ngipasi badannya. “Duh kok jadi gue yang panas ya? Terus apa yang mau elo lakukan?” “Apa lo mau bantu gue menemui Pak Dedy biar sekalian kita sama-sama ke hotel tempat Nora tinggal?” “Oke, sepulang kerja. Wait, apa kamu menceritakan soal ini ke Shaka?” Kumi mengedikkan bahunya. ”Entahlah, gue masih belum tahu. Shaka masih banyak urusan. Kasihan juga kalau masalah ini menambah pikirannya.” Rio ma
Read more

Bab 115

Setelah sholat subuh Kumi membuka jendela kamar, dan menyibakkan tirai. Hawa dingin berdesakan masuk menembus celah pori-porinya. Di luar mendung tebal menggantung di langit, tinggal menunggu waktu untuk jatuh. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya lalu diikuti oleh suara petir yang menulikan telinga. Yashi terbangun, anak kecil yang usianya mendekati 2 tahun menangis ketakutan. “Mommy…!!” “It’s okay honey. Itu hanya suara petir,” kata Kumi memeluknya. Dia mengambilkan segelas air hangat untuk Yashi. Anak itu meminumnya beberapa teguk. Tangis Yashi reda. Dia tetap berada di pelukan. “Mommy, takut.” Dia mengambil boneka bunny kesayangannya. “Mommy, call Daddy,” kata Yashi tiba-tiba sambil tangannya menggaruk-garuk telinganya yang gatal. “Daddy sedang sibuk sayang,” jawab Kumi mengecup keningnya. Dia tersenyum kecut. Hatinya miris karena anaknya masih menyebut Sakha dengan panggilan daddy. “Kita baca buku cerita saja ya?” kata Kumi mengalihkan pertanyaan Yashi.
Read more

Bab 116

Ayah bergegas ke ruang tamu dan mengintip dari balik gorden. Di depan gerbang rumahnya, ada beberapa orang lelaki dan perempuan yang menunggu. Di sana juga ada Yuni – si tukang gosip komplek. Lelaki itu mendesah panjang kembali ke kamar Kumi. “Apa kamu mau menemui para wartawan itu Nduk?” tanya Ayah. Kumi terdiam, ia hendak menelpon Marcus, tapi sepertinya terlalu pagi. Sedangkan dia juga harus bersiap-siap ke kantor. Dia lalu menelpon Yuni. “Pagi Tante, ada berapa orang di sana? Kumi mau membelikan mereka sarapan?” “Ada 7 orang sama Tante. Kamu mau pesan makanan apa?” “Ada deh, terima kasih Tante,” jawab Kumi. Dia lalu memesan nasi uduk. Ibu mengerti apa rencana Kumi. Melihat wajah anaknya yang tenang, hati Ibu tenang. “Ibu mau membuat kopi dan teh. Ayah tolong bukakan pintu gerbang dan mari kita jamu para wartawan itu baik-baik.” Sebelum ke dapur, ia pergi ke kamar Khandra. Anaknya itu sedang r
Read more

Bab 117

“Rio, aku tak suka melihat Kumi dan Arka akrab,” dengkus Shaka kesal. “Saya tahu Bos, tapi saya juga tak bisa menyalahkan Kumi. Dia satu team dengan Arka. Kinerja mereka berdua bagus.” “Iya aku tahu itu,” sesal Shaka. Dia merasa bersalah telah menyatukan Kumi dan Arka dalam satu team. “Tapi aku tetap tidak suka. Aku takut Kumi jatuh cinta pada Arka. Kamu tahu kan, siapa Arka?” katanya berapi-api. “Tenang Bos. Saya rasa Kumi bukan wanita seperti itu. Dia akrab dengan Arka semata-mata karena pekerjaan. Bos saja yang terlalu cemburu padanya.” “Ahh! Jika aku menukar posisi Arka dengan Fadil, apakah menurutmu bagus?” Ide itu tercetus begitu saja di kepala Shaka. “Saya rasa tidak! Aku yakin Kumi bakalan tak nyaman berduet dengan Fadil. Karena lelaki itu pernah menggoda Kumi,” kata lelaki feminim itu terus terang. “Oh ya, sejak kapan itu? Kenapa aku tidak tahu?” Shaka menelengkan kepalanya.
Read more

Bab 118

“Aku mau dong disuapin.” Nada langsung membuka mulutnya lebar-lebar. Dengan gugup Kumi memenuhi permintaan Nada. Nada mengunyahnya pelan-pelan. “Shak, pantas kamu suka disuapin Kumi, enak soalnya.” Ia membuka mulutnya lagi minta disuapin. Shaka tersedak. Buru-buru Kumi mengambil botol air dan memberikannya pada Shaka. Lelaki itu meminumnya. Kumi kikuk berada di antara Shaka dan Nada. “Maaf, saya harus kembali ke kantor,” ucapnya datar. “Eits, gak boleh, nasinya masih banyak.” Nada buru-buru mencegah Kumi. “Kamu harus menyuapiku dan Shaka. Kamu mau kan Shak?” “No, aku sudah kenyang. Kamu saja yang makan.” Shaka tak sanggup melihat Kumi menyuapi Nada. “Beneran nih?” tanya Nada. “Lumayanlah, Aku belum makan siang.” Dia sama sekali tidak jijik dengan sendok yang telah dipakai oleh Kumi dan Shaka. “Iya.” Shaka melirik Kumi yang sedang menyuapi Nada. Lelaki itu kesal, kenapa Kumi tak membantah permintaan Nada. “Kumi, pergilah ke kantor. Biarkan Nada makan sendiri,” tukasnya. Nada pr
Read more

Bab 119

Shaka dan Nada terkesiap dengan kemunculan Mama Nada yang tiba-tiba di rumah Shaka. Nada langsung bangun dari duduknya. “Gak bisa! Mama tidak bisa seenaknya mengatur kami. Nada tidak mau mengikuti kehendak Mama!” ucap Nada blingsatan. Mama Nada mencibir. “Kamu ikuti keinginan kami, jika tidak, seumur hidup Mama tidak mau menikahkan kamu,” ancamnya. Dia lalu melihat ke Shaka. “Tolong panggilkan nenekmu. Tante mau bicara dengan beliau.” “Tante, bisakah kita bicara sebentar. Kita tidak bisa memutuskan keputusan ini sepihak,” pinta Shaka mengulur waktu. “Anak muda, Tante sudah mendengar apa yang kalian bicarakan tadi. Jadi menurut Tante, lebih baik kalian langsung diikat pada pertalian perkawinan. Tante tidak mau mengulur-ulur waktu lagi. Lebih cepat lebih baik. Sekarang tolong panggilkan Nenek. “Selamat siang Nyonya Hong, aku terbangun karena mendengar suara keributan. Pasti ada hal yang sangat penting hingga kamu datang ke sini.” Nenek mempersilakan tamunya duduk. Nyonya Hong terse
Read more

Bab 120

Menyadari ada darah keluar dari mulutnya. Seketika Parang panik. Dia berlari ketakutan ke sana ke mari menabrak semua yang di laluinya. “Kumi…! Kumi… darah!” Ia terus berteriak memanggil-manggil Kumi. Suasana menjadi kacau. Barang-barang yang ada di meja berjatuhan. Rio memanggil-manggil Wahyu yang sedang menyapu halaman. Lelaki itu datang terburu-buru dan berusaha menenangkan Parang kemudian membawanya masuk ke rumahnya. Sejenak Shaka tertegun. Seumur-umur dia belum pernah memukul abangnya. Ia menyesal tapi pikirannya terlalu rumit untuk diurai. “Lepaskan aku!” teriaknya pada Rio. Rio melepaskan pelukannya. Setelah itu Shaka mengambil kunci mobil. Dengan langkah lebar dan setengah berlari ia menuju ke mobilnya. “Bos mau ke mana? Aku ikut!” Rio berusaha mengejar Shaka. Tapi Shaka mendorongnya hingga lelaki itu terjatuh. Ia langsung melompat ke dalam mobil dan melesat ke luar. Satpam yang berjaga
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status