Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 101 - Bab 110

189 Bab

Bab 101

Kumi bangun dengan energi baru, ia sangat lega melihat Yashi tidur dengan nyenyak memeluk boneka bunny di sampingnya. Sedangkan ibunya bersama Ayah dan Khandra tidur di lantai, beralaskan karpet dan selimut. Mereka telah dua hari menginap di tempat kosnya yang tidak begitu luas, dan rela tidur ala kadarnya. Kumi menarik napas panjang. Ia seharusnya memaafkan sikap Ayah dan menuruti kemauan Ibu untuk kembali tinggal di rumah mereka. Dengan begitu ia lebih fokus bekerja karena Yashi berada di bawah pengawasan orang tuanya sendiri. Perempuan itu baru menyadari menjadi single parent tidaklah semudah yang diucapkan. Ada banyak faktor yang membuatnya tak bisa leluasa bergerak. Pemikirannya dalam mengasuh anak cenderung konvensional. Dia lebih menyukai kerepotan mengurus anaknya sendiri, jika ada pengasuhpun haruslah “Baru bangun, malah melamun. Apa yang kamu pikirkan Nduk?” tanya Ibu sambil menggelung rambutnya ke atas. “Yashi, Bu.” Dia mengelus pipi anaknya. Kumi tersenyum tipis, seka
Baca selengkapnya

Bab 102

“Keparat! Dasar wanita murahan kamu, Kumiiiii!!” desis Rhea. Tangannya hendak menjambak rambut Kumi. Tapi dicegah oleh karyawan minimart. “Tolong jangan buat keributan di tempat ini. Saya tahu Ibu yang salah, bukan Kakak tadi.” “Heh! Ngapain ikut-ikutan masalah saya!” bentak Rhea geram. Dilihatnya Kumi sudah hilang dari pandangannya. “Maaf Bu saya mash banyak pekerjaan.” Karyawan itu tidak mau meladeni kemarahan customersnya. Ia beranjak meneruskan pekerjaannya yang tertunda. Rhea mengentakkan kakinya ke lantai. Ia pulang dan lupa dengan tujuannya datang ke minimarket. Sebaliknya, Kumi tengah berada di jalan raya. Ia mengumpat berulang kali di dalam mobilnya. “Kenapa sih dia selalu memusuhiku. Memangnya aku salah apa coba. Seenak udelnya sendiri dia memaki orang. Hah! Sok suci banget, lupa ngaca kali ya? Siapa juga yang mau ngerebut Arka?” Bibir Kumi mencibir. “Apa perlu aku bawain kaca segede gaban? B
Baca selengkapnya

Bab 103

Kumi terperangah! Dia mau bersembunyi, tapi terlambat! Perempuan itu menoleh dan melihatnya. Ia sekarang berjalan kea rah Kumi. Kaki Kumi serasa terpaku di lantai. Ia menunduk, perasaannya bercampur aduk. Dia mau mengumpat Shaka, kenapa lelaki itu tak memberitahunya saat dia ada tamu? Ditekannya rasa tak nyaman yang tiba-tiba muncul menggelitik hatinya. “Halo, perkenalkan namaku Nada? Kamu Kumi kan?” sapa Nada ramah. Ia tergelitik melihat wajah pias Kumi. “Sorry, kita bertemu di waktu yang kurang tepat.” “Eh, i-iya, s-saya Kumi,” jawab Kumi gugup, jantungnya berdetak tak beraturan. “Mmm… tolong jangan salah sangka, saya tidak menginap, saya hanya meminjam pakaian Shaka. Karena, karena saya dapat accident sebelum mengantarkan makanan Shaka,” ungkap Kumi panjang lebar. Ia khawatir terjadi kesalah pahaman di antara mereka berdua. Nada tersenyum lebar. Ia memperhatikan kemeja yang di pakai Kumi. “It’s okay. Kamu santai saja.
Baca selengkapnya

Bab 104

Hmmm… jadi betul foto yang diperlihatkan Khandra tempo hari? Kumi bukan tipikal orang yang mudah percaya dengan kabar yang ia dapatkan, sebelum dia mendapatkan bukti-bukti konkret atau melihatnya secara langsung. Sehingga waktu itu dia setengah hati menyerap cerita dari Khandra. “Apakah dia bilang sendiri kepadamu soal itu?” tanya Kumi dengan mata menyelidik Shaka mesem. “Aku tahu dari Rio. Dia mendapatkan informasi itu dari temannya.” Masuk akal! Komunitas Rio luas dibandingkan dengan Kumi. Selain itu dia pasti gampang mendeteksi orang yang sefrekuensi dengannya. Katanya mereka punya “g*yradar”. Dia mengerti sekarang, kenapa sikap Shaka dan Nada berdua terkesan tak peduli satu sama lain. “Satu-satunya alasanku mempertahankan pertunangan adalah Nenek. Kalau aku boleh jujur, sebenarnya aku sudah muak harus berpura-pura happy di depannya,” ucap Shaka. Ia menghembuskan napas pelan ke udara. “Apartemen tadi kubeli supaya aku bisa melepaskan di
Baca selengkapnya

Bab 105

Setelah melakukan meeting dengan Fuad dan partner bisnisnya yang lain. Shaka melanjutkan meeting berdua dengan Matthew. Kumi dan Rio telah kembali ke kantor. Matthew memperlihatkan grafik laporan pertumbuhan PT. Dream Land merosot tajam. Lelaki tua itu mengamati Shaka. Anak muda yang seusia anaknya memainkan bolpoin di tangannya. Sedangkan urat-urat di keningnya tampak menonjol. Setelah dihantam sederet permasalahan, PT. Dream Land yang bergerak di bidang real estate susah payah untuk bertahan, ditambah dengan adanya virus corona dan semakin mencuat ke permukaan setelah menghilangnya Bernard, sang CEO yang membawa uang perusahaan. “Bagaimana kita mengatasi masalah ini?” tanya Shaka. Ia mengatupkan bibirnya rapat. Otaknya berpikir keras bagaimana memecahkan permasalahan tersebut. Matthew selain CEO senior, dia adalah salah satu orang kepercayaan Shaka dan keluarganya. Sebelum orang tua Shaka meninggal, mereka telah menit
Baca selengkapnya

Bab 106

“Pegangan yang kuat Kumi!” teriak Shaka. Untuk menghindari kecelakaan, reflek, Shaka membanting stir ke kanan. Lantas ia mengambil celah menyalip mobil yang berada di depannya. Adrenalinnya terpacu. Jantung Shaka berpacu lebih cepat dari biasanya. Dia tidak mau mati konyol karena kebodohan orang lain. Sementara Kumi, ia pasrah, mulutnya komat-kamit membaca doa. Aksi Shaka menghindari tabrakan itu membuatnya tegang. Keringat dingin meluber ke mana-mana.Shaka lega. Tadi, nyaris saja dia menabrak orang. Setelah agak jauh, dia menepikan mobilnya di tepi jalan dan melihat wajah Kumi yang pucat pasi. Sedetik kemudian, tangannya meremas jemari Kumi yang berkeringat dingin. “Tenanglah, kita aman.” “I-iya, k-kita selamat. A-aku ta-tadi takut sekali, tidak bisa bertemu dengan Yashi lagi.” Kumi menjawabnya dengan terbata-bata. Ia belum meninggalkan anaknya sendirian di dunia. Kumi mengambil botol air untuk dirinya dan Shaka. Dia meneguknya beber
Baca selengkapnya

Bab 107

Kumi terduduk di tepi jalan, memandangi lalu lintas yang masih ramai. Lalu ia bergantian menatap langit yang gelap, seperti pikirannya saat ini. Perlahan hujan mulai turun. Kumi tetap diam, duduk mematung. Dia membiarkan air hujan menembus kulitnya. Dingin. “Lagi patah hati ya Mba?” kata seorang lelaki yang mengendarai sepeda motor. Ia berhenti di depan Kumi dan membuka helm teropongnya. “Gak, saya lagi main hujan-hujanan.” “Ikut saya aja Mba, nanti saya belikan makanan dan minuman,” ajak lelaki itu. Tiba-tiba Shaka muncul. Dia membawa payung. “Hei, jangan ganggu istri saya!” Dia berteriak lantang. Lelaki yang mengendarai motor itu menoleh. Dia tersenyum mengejek. ”Oh, kirain dia wanita stres.” Lalu dia pergi tanpa basa-basi. Shaka melihat ke Kumi, dia memayungi wanita itu. “Maafkan bila aku salah kata. Tapi, aku benar-benar frustrasi dengan keadaan ini. Aku cinta kamu Kumi! Aku tak
Baca selengkapnya

Bab 108

Lorong menuju kamar jenazah begitu lengang dan menyeramkan. Kumi melirik jam di tangannya, hampir tengah malam. Lamat-lamat dia mendengar namanya di panggil. “Kumi… Kumi… cepatlah, aku kedinginan di sini.” Wanita itu menoleh ke kiri dan ke kanan, hanya dia dan AKP Fauzi yang berjalan. Tidak ada orang selain mereka. “Pak, apakah Anda mendengar suara?” tanya Kumi. Spontan tangannya memegang lengan AKP Fauzi. Lelaki di samping Kumi itu tersenyum. “Bacalah doa, jika Anda takut.” Bulu kuduk Kumi semakin merinding. Sementara itu, bayangan perempuan yang tadi berjalan di sampingnya. Kini mendahuluinya, jalannya seperti melayang. Meski dia gemetaran, mata Kumi terus mengikutinya lantas menghilang masuk ke kamar jenazah. AKP Fauzi membuka pintu kamar jenazah. Seketika bau karbol menyengat hidung Kumi. Ada satu petugas yang menunggu di sana. Lelaki tua yang berusia sekitar 50 tahunan. Mukanya kaku dan masam tanpa senyum sedikitpun. “Malam P
Baca selengkapnya

Bab 109

“Aku juga ikut,” sela Shaka. “Rio, tolong pesankan tiket buatku dan Arka ke Bali, kamu tanya Kumi jam berapa dia berangkat.” Kumi tidak memberikan komentarnya. Kepalanya sakit dan ia sangat lelah. Tak jauh dari tempatnya, Ayah dan Khandra duduk terkantuk-kantuk menunggu kremasi Nora. Rasa kasihan timbul di hatinya. Wanita itu mendekati mereka sambil membawa nasi kotak yang ia pesan. Dia lalu menepuk pundak Khandra. “Khandra, apa kamu dan Ayah sudah makan?” Pemuda gagah itu menggeleng. “Belum Kak.” “Makanlah dulu, nanti kamu sakit.” Khandra mengiyakan. Ia membangunkan ayahnya. “Kamu ajak yang lain juga Nduk,” Kumi mengiyakan. Lalu mereka makan bersama-sama. Shaka berulang kali melihat ke Kumi. Dia sudah berganti pakaian. Semalam dia menelpon Khandra untuk membawakan Kumi baju ganti. Diam-diam lelaki itu semakin mengagumi Kumi. Ia tahu wanita itu lelah, tapi m
Baca selengkapnya

Bab 110

“Kamu jangan sembarangan bicara Ka!” Mata Kumi berkilat marah. “Abu Nora baru kita larung, sekarang kamu malah membuat gossip tentang dia.” Wanita itu jengkel sekali dengan Arka. Shaka melihat suasana menjadi tegang. “Kumi, Arka sebaiknya kita bicara setelah kita di darat. Tolong tenangkan pikiran kalian dulu,” nasehatnya. “Aku menghamili Nora, Kumi. Dia memberitahuku kehamilannya kemarin. Tapi aku malah menyuruhnya menggugurkannya.” Arka menangis. “Ya Tuhan, anai aku tentang penyakitnya. Aku tidak akan sebodoh itu!” Kumi diam. Air matanya berderai mendengarkan cerita Arka. Ia lalu melemparkan pandangannya ke bunga mawar yang berserakan di tengah laut dengan tatapan gamang. Belum usai rasa terkejutnya dengan kematian Nora, kini ia harus menerima kebenaran pahit soal kehamilan temannya itu. “Malang sekali nasibmu, Nor.” Kumi mengusap bulir-bulir bening yang jatuh berdesakan di pipinya. Meski hatinya mencoba un
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
19
DMCA.com Protection Status