Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 121 - Bab 130

189 Bab

Bab 121

“Ya Tuhan, maaf gue belum sempat menelpon Shaka. Gue tadi sibuk sekali mengurusi permintaan Nyonya Hong.” Kumi merasa bersalah dengan Rio. “Beb, gue tahu lo sibuk. Tapi lo coba pikir, jika kita tidak menemukan Shaka malam ini. Kita berdua besok dead. Bukan hanya kita, tapi semua orang. Lo tahu maksud gue kan?” kata Rio frustrasi. “Segera kabari gue, kalau lo tahu dia di mana?” “Oke…” Sehabis menerima telpon Shaka. Nenek menelponnya. “Kumi, apakah shaka bersamamu, dia belum pulang dari tadi siang. Telponnya juga tidak aktif?” Suara Nenek sangat cemas. “Tidak Nek. Kumi dan Rio masih mencarinya.” Terdengar suara desahan Nenek yang berat. “Nenek tahu kamu pasti sangat lelah. Nenek sangat khawatir dengan Shaka. Nenek mohon, tolong temukan Shaka dan bawa dia besok pagi ke rumah Nada. Nenek sangat berharap kepadamu.” “Baik Nek. Kumi mohon, sebaiknya Nenek istirahat dulu, supaya besok segar,” sarannya. “Kamu memang anak baik.” Nenek menutup saluran
Baca selengkapnya

Bab 122

“Kawin lari?” “Iya! Aku mau menikahimu sayang. Kita nanti bisa hidup bertiga dengan Yashi. Kamu mau ya?” desak Shaka. Tangannya memeluk pinggang Kumi. Kumi menggeleng. “Aku mau mendapatkan restu Nenek.” Dia menempelkan bibirnya pada bibir Shaka. Lelaki itu mengulumnya lembut di bawah hujan. Mukhlis dan teman-temannya menyaksikan kedua anak manusia itu yang melampiaskan kerinduan yang sekian lama terpendam. Si kerempeng malah menangis, ia teringat kekasihnya di kampung. “Shaka, aku mencintaimu. Tapi aku sadar, cinta tak harus memiliki.” “Tetaplah di sisiku sayang, apapun yang terjadi. Tetaplah jadi pendukungku karena aku tak bisa hidup tanpamu. Kamulah lentera yang menerangi jalanku.” “Shaka, kita titipkan saja cinta ini pada semesta. Jika suatu hari kita ditakdirkan bersama. Cinta itu pasti akan menemukan jalan untuk menyatukan kita. Shaka memeluk Kumi semakin erat. “Aku mencintaimu sayang,” Dia
Baca selengkapnya

Bab 123

“Sekali lagi saya peringatkan, jika kamu melawan, maka saya tak segan meratakan rumahmu. Sudahlah jangan banyak cingcong! Kamu turuti saja perintah Nyonya Hong!” desis lelaki itu bengis. Kumi masih tak percaya. “Bapak, hari ini saya harus datang ke rumah Nyonya Hong. Saya yang mengurus perkawinan Nada dan bos saya.” Kumi memperlihatkan chatnya dengan Nyonya Hong. Lelaki itu mengabaikan. “Terserah apa yang kamu bilang. Saya tetap menjalankan tugas yang Nyonya Hong berikan, untuk tetap menjagamu tetap di dalam.” Lalu, dia memerintahkan anak buahnya menghidupkan bulldozer. Sedangkan yang lainnya berjaga-jaga. Nyali Kumi keder melihat tampang mereka yang sangar. Sementara itu ponselnya berdering berkali-kali dari Shaka dan Rio, juga Mbok Yem. Tentakel-tentakel ketegangan mulai menyerang kepala Kumi. Ia panik. Ayah dan Khandra datang. “Kumi, ada apa sebenarnya?” tanya Ayah melihat putrinya. Kumi memandang ayahny
Baca selengkapnya

Bab 124

Lelaki muda yang bernama Aji itu tersenyum sinis melihat Kumi. “Cantik-cantik kok maling!”Kumi memandang lantang pria muda itu. “Eh enak saja, saya Kumi dan di atas itu adik saya, Arka. Rumah kami di belakang. Sekarang lepaskan cengkeramanmu,” perintah Kumi.“Beneran Kak, wanita itu kakak saya. Kami berdua anaknya Pak Sutomo. Tolong lepaskan Kakak, dia harus ke kantornya. Kita melakukan ini karena ada orang gila di depan rumah kami.Aji tidak percaya. “Mana ada maling ngaku! Penuh dong penjara! Sini tasnya!” Dia merebutnya.Sayangnya, Kumi lebih gesit. Dia dengan cepat menendang alat vital Aji dengan dengkulnya.Aji mengaduh kesakitan. “Aduh!” Reflek dia melepaskan cengkeramannya pada Kumi.Kumi mengejek. “Jangan-jangan kamu yang maling di sini!” tuduhnya langsung. Dia mau berlari. Tapi Aji menjegal kaki Kumi. Sebelum Kumi terjatuh, lelaki itu memegangnya.‘Haaa… kena kamu. Mau lari ke mana heh!”“Sial!!” desis Kumi. “Khandra, tolong Kakak!” kata Kumi. Khandra masih duduk di tembok p
Baca selengkapnya

Bab 125

“Shaka, Shaka,” panggil Kumi hingga suaranya serak. Tapi lelaki tak menghentikan mobilnya. Mobil semakin jauh dan Kumi terduduk lesu di tengah jalan. Hatinya hancur berserak menatap nanar mobil Shaka yang hilang dari pandangan. Dengan tangis tertahan ia berjalan gontai menyusuri trotoar tak tentu tujuan. Perlahan dirinya seperti sebuah bunga layu yang tak diinginkan. Ia begitu rapuh, dan mulai kehilangan pegangan hidup. Kumi bertanya-tanya, ke mana dirinya yang kemarin? Kumi yang optimis dan bahagia? Diabaikan Shaka ternyata lebih menyakitkan daripada ditinggal menikah olehnya. Semakin Kumi mencoba menerima kenyataan, luka di hatinya kian berdarah-darah. Dadanya terasa sesak oleh rasa yang tak mampu ia deskripsikan. “Shaka, aku mencintaimu… kenapa kamu meninggalkanku sendirian? Bukankah kamu menginginkanku selalu berada di sampingmu?” ratap Kumi nelangsa. Tanpa bisa dicegah, air mata Kumi mengucur deras. Ia lalu berjalan sambil manangis sesenggukan. Orang-orang yang berpapasan de
Baca selengkapnya

Bab 126

Setelah menghabiskan tehnya Kumi berpamitan pada Kak Mai-pemilik warung yang menolongnya. “Main-mainlah ke sini,” kata May dengan senyum merekah. “Inshaallah,” jawab Kumi. Selepas itu telponnya berdering. Kumi mengangkatnya dan terdengar suara tangis Ibu yang menyayat hati. “Kamu di mana Nduk, hati Ibu tidak enak sama sekali. Cepatlah pulang,” pintanya menahan tangis. “Apa premannya masih di sana?” Kumi berharap preman yang menjaga rumahnya sudah sudah pergi. “Mereka masih di sini. Kasihan ayahmu dan Khandra menunggu mereka di depan.” Kumi termangu. Bagaimana dia masuk ke dalam rumahnya tanpa ketahuan? Haruskah dia kembali memanjat tembok pembatas lagi. Hmmm, tidak! Sepertinya terlalu beresiko. Pikir Kumi. Pikiran Kumi bertambah rumit, otaknya menjadi buntu. Lalu sebuah motor trail berhenti di hadapannya. Pengendara motor itu membuka kaca helm dan tersenyum. “Ayo kalau mau pulang. Aku antarkan,” kata Aji
Baca selengkapnya

Bab 127

Melihat suaminya jatuh tersungkur, serta merta Ibu berteriak histeris. Dengan sigap ia meraih Yashi dan membawanya keluar. “Ayah, bangunlah,” kata Ibu dengan tangis tertahan. Hatinya sakit sekali melihat suami dan anaknya diperlakukan sangat jelek. Ia lalu memberikan Yashi pada Ayah. “Tolong pegang Yashi, Yah.” Amarah Ibu tak dapat dibendung lagi. Dia mengambil sapu ijuk di halaman dan menantang kepala preman. “Kalau kamu berani merusak rumah saya, saya tak segan memukulmu dengan sapu ini!” Mata Ibu berkilat-kilat marah. Napasnya turun naik menahan emosi yang siap tumpah. “Hahahaha, minggir kamu Nenek Tua!” Kepala preman itu menertawakan Ibu. “Rusak rumahnya sekarang!” perintahnya. Suara bulldozer berbunyi, dan merusak tembok pagar depan. Sedetik kemudian, tembok itu roboh ke tanah. Kemudian merusak tanaman Ayah dan Ibu. Ayah menjadi panik. Matanya nanar menatap rumahnya. “Tolong jangan rusak rum
Baca selengkapnya

Bab 128

Suara tembakan terdengar lagi di udara, membuat gerombolan itu ketakutan dan lari pontang-panting meninggalkan rumah Kumi. “Mereka sudah pergi.” Aji mendekati Kumi. Ia membimbing Kumi mendekati keluarganya. Ibu langsung memeluk Kumi dan cucunya. Rasa sedihnya tidak bisa diuraikan dengan kata-kata. Ia tidak tahu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga ada orang jahat yang merusak rumah mereka. Dengan langkah lesu Ibu mengajak Kumi masuk ke rumahnya, diikuti oleh suaminya, Khandra dan Aji. Mereka duduk di ruang keluarga tanpa bersuara. Ibu merangkul Kumi yang masih menangis sesenggukan. “Maafkan Kumi Bu, maafkan.” Rasa bersalah yang besar muncul dalam dirinya. Andaikan waktu bisa diputar, ia takkan tega meninggalkan keluarganya tadi. Nasi telah menjadi bubur. Kumi hanya dapat menyesali perbuatannya. Aji berinisiatif mengambil seceret air minum dan gelas untuk menenangkan keluarga yang sedang terk
Baca selengkapnya

Bab 129

“Apa hari ini kamu tidak bisa mengambil libur dulu, Nduk?” tanya Ibu pada Kumi yang sedang mengupas pisang untuk Yashi.“Tidak bisa Bu, hari ini Kumi sibuk sekali. Ada meeting penting dengan clien Dream Land.”Ibu kelihatan masygul. Hatinya tidak tenang sejak kemarin. “Ibu takut kamu disakiti orang di jalan.” Dilihatnya Kumi sekali lagi, wajah anak perempuannya tampak sedang bersedih, ia sedang menyembunyikan sesuatu darinya.“Ibu tenang. Kumi tidak apa-apa. Kumi kan bisa silat.’ Wanita itu tersenyum tipis. Ia mengerti kekhawatiran ibunya.“Tumben Nak Shaka kok gak ada telpon, apa kamu tidak cerita rumah kita di serang. Siapa itu juga Hong. Ibu baru denger namanya,” tanya Ibu sambil menata meja makan.“Shaka sedang ke luar negeri. Kumi tidak mau mengganggunya, terus Nyonya Hong. Itu partner bisnis Shaka.” Kumi terpaksa berbohong. Ia tidak mau Ibu turut bersedih dan memikirkannya.“Terus kenapa Nyonya Hong merusak rumah kita? Apa kamu punya salah Nduk?”“Entahlah Bu, Kumi juga tidak ta
Baca selengkapnya

Bab 130

Suara Nenek terdengar tenang.Namun, entah kenapa hak itu justru mencabik-cabik hati Kumi.Hati Kumi kini terguncang hebat. Kegelisahannya kian membelenggu kewarasaan dan membuatnya panik."Tolong jelaskan pada Kumi, kesalahan fatal apa yang Kumi lakukan?" tanyanya setengah terisak. Ia syok dengan keputusan Nenek.Nenek berdeham. Ia melihat Kumi dengan tatapan meremehkan."Nenek tertipu dengan kepolosan kamu Kumi. Kamu ternyata tak lebih dari seekor ular berbisa. Sebenarnya dari dulu kamu sudah mengincar harta kami, bukan? Kamu berpura - pura baik dan lugu. Padahal kamu marah dengan perjodohan Shaka!" Wanita tua itu mencibir.kemudian dia meneruskan kalimatnya. "Nenek punya bukti-bukti kuat kamu dan Shaka liburan ke Bali. Nenek juga punya bukti kamu berencana merusak perkawinan Shaka. Nenek pikir, kedua bukti itu sudah cukup kuat. Kamu tak perlu panjang lebar menjelaskan, " ucap Nenek tersenyum sinis.Di sebelahnya Nyonya Hong tertawa kecil.Dada Kumi sesak, ia mulai kesulitan bernapas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
19
DMCA.com Protection Status