Home / Romansa / Wanita Penjual ASI / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Wanita Penjual ASI: Chapter 31 - Chapter 40

84 Chapters

Tempat Asing

Di belakang Hanan Malilah merasa tubuhnya mengecil. Hanan seperti hapal mati tiap tikungan yang mereka lalui. Setajam apapun tikungan, tetap saja Hanan memesang gaya ala pembalap motogp. Lutut hampir menyentuh aspal. "Pak Boos!" Malilah menggigil ketakutan. Hanan tak mendengar."Pak Booooos!" Malilah menepuk pundak Hanan dari belakang. Hanan langsung menepi. Ciiiiit!Malilah langsung mundur, karena Hanan mengerem mendadak, tubuhnya mepet. Sedangkan posisinya ia tidak memakai pakaian dalam. "Kalau pencet rem jangan mendadak!" protes Malilah risih."Lah kamu mukul mendadak! Kenapa? Kebelet?""Ih, bukaan. Pak Bos, mau bawa aku kemana? Ini kan sudah masuk jalanan sepi."Malilah menoleh ke kanan dan ke kiri, benar-benar sepi. Tak satu pun ada rumah di dekat tempat mereka berhenti. "Yang jelas mengamankanmu dari Dimas!" Sahut Hanan sambil menstarter kuda besinya lagi. "Jangan laju-laju juga
last updateLast Updated : 2022-03-23
Read more

Janji yang Menyakitkan

"Oh, iya." Wanita yang dipanggil Bu Seno tersebut terlihat begitu patuh dan hormat pada Hanan. "Ayo! Ke kamar," ajaknya. "Biar saya yang antar, Bu. Sekalian ada yang mau dibicarakan berdua!" Bu Seno mempersilahkan dengan santun. "Kamu mandi dulu aja, dibelakang!" perintah Hanan sambil membuka lemari dalam kamar tempat ia meletakkan barang Malilah. ***"Itu gedung apa?" Tanya Malillah yang sejak tadi pusing mendengar suara berisik tanpa jeda, sambil menatap keluar lewat jendela kamarnya.Hanan menarik Malilah duduk di tepi ranjang. "Kamu dulu pernah tanya kan, aku kerja apa?""Ini kantorku. Aku kerja disini. Pemiliknya aku sendiri, managernya aku sendiri, staff accountingnya juga aku sendiri. Pak Seno dan Bu Seno itu karyawan tetapku," ucap Hanan sambil tertawa. Malilah menatap Hanan tanpa berkedip. Menunggu penjelasan."Itu gedung walet, peninggalan Almarhum Papa. Waktu Papa meninggal, ak
last updateLast Updated : 2022-03-23
Read more

Mulai Membandingkan

Mengendarai sepeda motor di jalan yang mulus dengan pikiran kacau, membuat perasaan Hanan seperti terombang-ambing di lautan. Setelah melihat ketulusan Malilah dalam menyayangi Arumi yang begitu besar, perlahan tapi pasti rasa ingin selalu melindungi Malilah juga makin besar. Hanan menghentikan kendaraanya di sebuah warung kopi tepi jalan. "Kopi hitam Bulek! Gak usah pake gula!" ucapnya sambil menghempas tubuh di kursi rotan yang panjang. "Tumben!" gumam Wanita penjaga warung berbadan tambun tersebut sambil meraih gelas. "Sekali-sekali Bulek, masa mau manis terus. Kaya hidup. Kadang ada pahitnya!" Penjaga Warung nyengir, sambil mengaduk kopi hitam tanpa gula kemudian mengantar ke meja dekat Hanan beristirahat."Ketengan! Sambil nunggu dingin," tawar Penjaga Warung sambil menyodorkan sebuah bungkus rokok yang sudah terbuka dan sebuah korek gas. Hanan menggeleng. Ia tak pernah berurusan dengan rokok,
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Coba Saja

Hanan tiba di rumah selepas magrib. Fania  sudah menunggunya di depan pintu. "Kemana aja sih, Mas? Jangan bilang kamu sibuk nyari Malilah lagi? Udah biarin aja kalau dia mau pergi, sama suaminya juga!" ucap Fania cemberut. "Kok kamu tahu? Malilah pergi sama suaminya?" jawab Hanan curiga. "Ehm, ya ... taulah. Kan aku udah datang dari tadi. Liat kali Malilah gak ada. Ya ... aku tanya sama Mama. Katanya dijemput pulang sama suaminya, kan?"Hanan mengangguk. "Terus, kamu darimana kok sampe habis magrib baru pulang?" "Eh, ini. Tadi motor mogok. Makanya lama di bengkel dulu." jawab Hanan mencari alasan. "Bukannya tadi kamu pergi naik mobil sama aku?" Fania mengernyitkan dahi."Iya, tadi kan pulang dulu, Dek. Pas aku tahu Malilah pergi, aku langsung pergi cari ASI. Kan aku sudah bilang, Arumi enggak cocok Susu Formula. Tapi dijalan motornya mogok!" Hanan mengarang cerita. "Betul ya
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Menghilang

"Dek! Kamu gendong dulu Arumi. Dia ngantuk!"Fania bangkit dengan terpaksa, menggendong Arumi dan membawanya mondar-mandir di kamar mereka. Arumi malah menangis. Fania mulai dibuat kesal. "Tuh, kan. Mas! Bukan aku yang enggak mau sama dia. Dia yang gak mau sama aku!" Fania meletakkan Arumi kembali. "Kamu sih, gendong tok! Biasanya Malilah tuh, kalo gendong dia sambil diajak ngomong!""Ngomong apasih Mas, sama anak kecil juga. Aku bukan Malilah. Jangan disama-samain!" Gerutu Fania kesal karena Hanan mulai menyebut nama Malilah lagi."Susah emang. Kalau naluri keibuannya sudah mati!" ucap Hanan sambil menggendong Arumi. "Mas! Sejak ada Malilah, kenapa kamu sering ngomel sih, ngurusin Arumi. Dulu kamu gak pernah protes. Bukannya dulu emang kamu yang urusin dia semuanya? Ya wajar kalau dia enggak dekat sama aku. Kok marahnya baru sekarang? Aneh!" Fania nyolot sambil membenam tubuhnya dalam selimut tebal. Hanan terd
last updateLast Updated : 2022-03-24
Read more

Ribut di Jalan

"Ma! Bagaimana ini, Ma? Apa kita harus lapor polisi?" Hanan mengejar langkah Bu Ratih. "Bukankah harus nunggu 2x24 jam?" Bu Ratih bertanya balik. "Tapi, Ma. Darimana orang yang membawanya masuk? Mama tadi keluar semua pintu masih tertutup rapat, Kan?" Hanan memastikan. Bu Ratih mengangguk sambil berpura-pura ikut mikir. "Kamu sudah cek, Kamarmu? Jendela?"Hanan berbalik ke kamar setengah berlari. Ia langsung memeriksa kunci jendela dan benar, tidak terkunci. "Fania! Kamu gimanasih? Kok jendela ini aja gak kamu kunci. Jelas orang yang membawa Arumi lewat sini!" tuduh Hanan langsung. "Mana aku tahu Mas, kalau enggak terkunci, perasaan kemaren sudah kukunci kok," jawab Fania berkilah. "Tapi ini nyatanya terbuka!" Hanan sedikit nge-gas. Bu Ratih yang ikut masuk ke kamar menatap Fania dengan tatapan sinis. Fania yang merasa terpojok memilih duduk dengan wajah muram. Ia tak melakukan apa-apa karena merasa b
last updateLast Updated : 2022-03-25
Read more

Dilabrak Besan

Hanan melaju menuju ke jalan yang berbeda. Tiba-tiba ia kepikiran Dimas. Jangan-jangan Dimas yang melakukan itu karena dendam ia membawa Malilah. Tumben sekali Dimas tidak ada datang ke rumah marah-marah padahal ia terang-terangan membawa Malilah pergi.Sampai di sana, Hanan mengamati dari dalam mobil. Sepi-sepi saja. Tiba-tiba dari dalam rumah, keluar dua orang asing. Hanan mengamati dengan seksama. Kedua orang tersebut berbincang sebentar setelah mengunci pintu. Hanan merasa aneh. Kenapa kunci rumah dipegang orang lain? Siapa mereka? Tak ingin menduga-duga, Hanan menghampiri kedua orang tersebut."Permisi Pak, apa penghuni rumah ini ada?" "Oh, kami calon penghuni yang baru, Pak. Rumah ini sudah dijual oleh pemiliknya.""Hah?" Hanan terperangah. Dijual? Cepat sekali laku. Bukankan surat rumah ada padanya?""Maaf, Pak. Memang suratnya ada?""Ada. Kami langsung membelinya karena pemiliknya bilang butuh uang untuk membayar utang is
last updateLast Updated : 2022-03-25
Read more

Modus

"Minum dan tenang dulu, Ma!"Hanan menyodorkan segelas minum pada ibunya yang masih emosi setelah kedatangan mertuanya tadi. Setelah menunggu emosi Bu Ratih reda beberapa saat, Hanan kembali menyambung pembicaraan mereka sebelumnya."Kenapa Mama menyudutkan Fania? Kasian Fania Ma. Sekarang ibu juga enggak bolehin dia kesini.""Hanan! Biar saja. Biar Fania di sana sementara waktu. Bukankah itu bagus, supaya kamu bisa membantu Malilah lebih cepat bercerai dengan Dimas tanpa disibukkan oleh kecurigaan Fania yang berlebihan?" Bu Ratih menatap Hanan. Hanan mencerna ucapan ibunya, lalu mengangguk kecil. "Betul juga!" gumamnya kemudian."Tapi, Ma. Kenapa Mama harus menuduh Fania?" "Supaya dia tak protes bila kamu kesana kemari, sibuk mencari Arumi karena kesalahannya," jawab Bu Ratih tegas. Hanan diam. Walaupun alasannya cukup masuk akal, tapi tetap saja ia merasa ibunya keterlaluan terhadap Fania."Tapi Ma ... bagaimana kalau Fa
last updateLast Updated : 2022-03-25
Read more

Muslihat Dimas

"Apa kamu sudah bicara sama Malilah soal rumahnya yang dijual Dimas?" tanya Bu Ratih sesaat sebelum mereka pulang. Hanan menggeleng. "Lah? Tadi pas belajar motoran ngomong apa?" "Eng ... gak ada Ma. Lupa! Tadi terlalu fokus ngajarin Lila sampe lupa," jawab Hanan sambil garuk-garuk kepala. Bu Ratih mencebik. "Ya sudah. Omongin dulu. Sekalian, bujuk dia cerai secepatnya!" "Mama kenapa jadi ngebet nyuruh aku ngurusin cerai Dimas sama Malilah?" Hanan mengernyitkan dahi. "Hah? Eh, ya ... itu! Supaya ... supaya Arumi aman di sini. Supaya Dimas gak nyari-nyari  Malilah lagi!" sahut Bu Ratih beralasan. "Besok aja, Ma! Kan besok aku kesini lagi!" Bu Ratih setuju dan mereka pun pulang.Sampai di rumah, Hanan hanya sebentar mengambil surat tanah yang asli milik Malilah. Lalu ia kembali menemui orang yang mau menempati rumah Malilah. "Ada apalagi, Mas?" tanya pembeli yang bernama Sa
last updateLast Updated : 2022-03-26
Read more

Cerai

Hanan langsung menuju ke tempat Arumi dan Malilah. Ah, rasanya sudah tak sabar ingin tiba di sana dan mencium Aruminya. "Anak Papa ...."Hanan sumringah saat melihat Malilah dan Arumi berdiri menyambutnya. Malilah langsung masuk meninggalkan Hanan bercengkrama bersama Arumi di luar. Hanan membawa Arumi masuk."Mau kopi, Mas?" tawar Bu Seno melihat Hanan sudah datang. "Enggak usah, Bu! Aku mau titip Arumi aja nanti kalau udah tidur.""Kemana?""Oh, itu ... mau lanjut  ngajarin Lila naik motor lagi," jawab Hanan. "Isss, Mas. Tadi Mbak Lila udah berani sendiri loh, di depan rumah mutar-mutar, kalau mau jalan sekarang, gak apa-apa kok. Arumi pinter kok," ucap Bu Seno meminta Arumi ke pangkuannya. Ucapan Bu Seno membuat dahi Hanan berkerut. Berani sekali dia. Hanan langsung menyerahkan Arumi pada Bu Seno dan memanggil Malilah. ***"Bawa! Aku dibelakang!" Hanan menyodorkan kunci. 
last updateLast Updated : 2022-03-26
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status