Semua Bab Menikahi Lelaki Brengsek: Bab 151 - Bab 160

167 Bab

Bab 151 - Restu dari Mama Mertua

“Kalau Nanda bisa buktikan bisa hidupi Mama dan Roro Ayu tanpa bantuan Papa. Maka Papa harus bisa merestui hubunganku dengan Roro Ayu!” pinta Nanda. “Oke. Papa tidak akan menghalangi kalian kalau memang kamu bisa membuktikannya. Bayar biaya rumah sakit mama kamu ini! Buktikan!” perintah Andre sambil melangkah pergi dari ruangan tersebut. Nia menghela napas melihat sikap keras kepala suaminya, sama saja dengan puteranya juga. Ia harap, Nanda bisa lebih mengalah menyikapi keegoisan papanya. “Nan, kamu nggak usah ambil hati sikap papa kamu, ya! Mama masih punya uang tabungan untuk biaya berobat Mama. Nggak perlu pakai uang kamu. Kamu lebih butuh. Perusahaanmu masih baru. Jangan boros, ya! Buktikan ke papamu kalau kamu bisa sukses tanpa dia!” pintanya. “Ma, Nanda mana bis—” “Sst ...! Dengerin Mama, ya! Kalau Nanda sayang sama Mama, dengerin Mama!” Nanda langsung menoleh ke arah Ayu yang berdiri di sampingnya. “Ayu, maafin Mama Nia dan Nanda di masa lalu. Nanda sudah menebus semua k
Baca selengkapnya

Bab 152 - Istri Terbaik

“Nan, sibuk banget?” tanya Ayu sambil menyodorkan secangkir moccacino hangat ke atas meja kerja Nanda. “Nggak terlalu. Lagi ngecek ulang laporan produk yang mau diluncurkan aja,” jawab Nanda. “Ini produk baru kamu?” tanya Ayu sambil menatap beberapa botol yang ada di hadapan Nanda. Nanda mengangguk. “Mau coba?” “Aku baru aja mandi, Nan.” “Mandi lagi, biar makin glowing!” pinta Nanda sambil menahan tawa. Ayu mengerutkan hidungnya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Nanda. “Dari semua produk yang ada di dunia ini, kenapa pilih sabun mandi?” Nanda langsung menoleh ke arah Ayu. “Kamu lagi ngetes aku buat pitching?” “Kamu mau menargetkan aku buat nanam saham di perusahaanmu?” tanya Ayu balik. “Janganlah! Kalau bisa, aku aja yang tanam saham buat kamu,” jawab Nanda sambil melirik perut Ayu. Ayu mendelik ke arah Nanda sambil memegangi perutnya. “Kamu lagi menyimpan niat buruk?” “Nggak, Sayang. Masa aku berniat buruk sama istri sendiri?” sahut Nanda sambil merangkul tubuh Ayu.
Baca selengkapnya

Bab 153 - Candamu Bahagiaku

Nanda tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Buruan lamar aku lagi!” pinta Ayu sambil meletakkan cincin itu di atas telapak tangan Nanda. Nanda tersenyum kecil sambil menatap wajah Ayu. “Masa lamar di sini sih, Ay?” “Jadi, mau lamar di bawah menara Eiffel biar kayak orang-orang itu?” tanya Ayu sambil tersenyum menatap Nanda. Nanda menggeleng. “Tapi aku ingin melamar kamu di depan orang paling penting dalam hidupku,” jawabnya. Ia bangkit dari kursi dan menarik lengan Ayu. “Kita mau ke mana? Udah malam, Nan.” “Ke rumah sakit, Ay. Aku mau lamar kamu di depan Mama Nia,” jawab Nanda. Ayu langsung menghentikan langkah dan mengerutkan wajahnya ke arah Nanda. “Ini sudah jam sebelas malam. Waktu besuk udah habis, Nan. Mau ngajak berantem satpam rumah sakit?” “Boleh juga,” jawab Nanda. “NANDA! Aku nggak lagi bercanda. Masih mau berantem sama orang?” seru Ayu. “Hehehe. Jadi, gimana?” “Besok pagi aja lamarannya, oke?” “Subuh?” “Ya nggak subuh juga, Nanda!” sahut Ayu menaha
Baca selengkapnya

Bab 154 - Negosiasi Perjodohan Bisnis

Karina melangkan kaki memasuki lobi kantor Amora Internasional penuh percaya diri. Di belakangnya, sudah ada Enggar, Ayu dan Nanda. “Saya mau ketemu sama Oom Andre ...!” ucap Karina pada petugas resepsionis. Ia hanya menepuk meja resepsionis itu sekilas, kemudian bergegas pergi menuju lift yang ada di sana. “Pagi, Pak Nanda ...!” sapa seorang satpam dan beberapa karyawan yang sudah sangat mengenal Nanda. “Pagi ...!” balas Nanda sambil tersenyum manis, kemudian ia masuk ke dalam lift bersama dengan yang lainnya. Beberapa saat kemudian, empat orang itu sudah berada di depan pintu ruang Presdir Amora Internasional. “Selamat pagi, Oom ...!” sapa Karina sambil tersenyum manis saat sekretaris membukakan pintu untuknya. “Pagi ...! Karina? Tumben main ke sini?” balas Andre sambil bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Karina. Belum sampai di hadapan Karina, langkahnya terhenti ketika melihat Nanda dan Ayu juga ada di sana. “Ada apa ini?” Karina tersenyum sambil menatap wajah Andr
Baca selengkapnya

Bab 155 - Kesalahanmu Itu Rindu

Andre tersenyum menanggapi sikap Nanda dan balas memeluknya. “Maafin Papa, ya! Papa terlalu takut untuk jatuh lagi. Takut kalau kamu tidak bisa hidup bahagia di masa depan,” ucapnya. Nanda menganggukkan kepala dan menatap wajah papanya. “Iya, Pa. Aku ngerti. Tapi ... aku juga nggak akan bahagia di masa depan kalau hatiku selalu kosong. Dari sekian banyak wanita, hanya Ayu satu-satunya wanita yang berhasil membuat mengacaukan hidupku dan ... aku jatuh cinta sama wanita ini.” Andre tersenyum sambil menatap wajah Ayu. “Ayu, maafkan Oom Andre, ya! Oom akan merestui hubungan kalian. Ayu janji satu hal sama Oom! Seburuk apa pun anak Oom, kesalahan apa pun yang dia lakukan di masa depan nanti. Tolong ... jangan penjarakan dia lagi!” Ayu tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Ayu janji, Oom ...! Ayu akan menerima dia apa adanya. Asalkan, dia mau menghargai keberadaanku.” Nanda tersenyum lebar dan menghampur ke pelukan Ayu. “Aku menghargai kamu. Mahal banget!” ucapnya sembari mengecup ken
Baca selengkapnya

Bab 156 - Dapat Restu

Nanda menghampiri tubuh Nia yang masih duduk di kursi roda sambil menikmati pemandangan dari luar jendela kamar rawatnya. “Mama, I have something for you,” bisiknya sembari memeluk tubuh Nia dari belakang dan mengulurkan bucket bunga untuk wanita istimewa yang telah memberinya hidup dan menghidupkannya itu. Nia langsung menengadahkan kepalanya menatap Nanda. Ia tersenyum saat puteranya itu begitu romantis. Membuatnya teringat akan masa-masa mudanya saat bersama Andre. “Kenapa tiba-tiba jadi romantis seperti ini ke Mama?” tanyanya. “Nggak boleh?” tanya Nanda sambil tersenyum manis. “Boleh banget. Kalau perlu, kamu setiap hari seperti ini. Mama pasti bahagia banget,” ucap Nia sambil menyentuh lembut pipi Nanda. “Dalam satu bulan, Mama udah bisa buka toko bunga,” ucap Nanda sambil tertawa kecil. Nia ikut tertawa menanggapi ucapan Nanda. “Boleh juga. Mama jualan bunga untuk ngisi waktu luang di hari tua biar nggak bosan.” “Hmm ... katanya mau main sama cucu? Kalau sibuk sama bunga,
Baca selengkapnya

Bab 157 - Lamaran yang Kacau

Ayu mengangguk sambil tersenyum manis. Nanda merogoh cincin berlian yang ia selipkan di kantong celananya dan menekuk lututnya di hadapan Ay. “Ay, maukah ...” TING! Cincin yang dipegang Nanda tiba-tiba merosot jatuh membentur lantai, kemudian menggelinding cepat tak tentu arah hingga berhenti di bawah lemari nakas yang sempit. “Astaga ...!” seru Nanda kesal saat cincin itu tak mau bersahabat dengannya. “Kamu gimana sih megangnya?” Ayu langsung membungkukkan tubuhnya, mencari di mana cincin berlian itu berada. “Aku nervous, Ay! Aku nggak pernah ngelamar cewek. Tanganku gemetaran,” sahut Nanda sambil merayap di lantai, mencari cincin berlian yang masih belum tertangkap oleh matanya. Nia dan Andre tertawa melihat kekacauan lamaran yang terjadi. Terlebih, Nanda masih terus merayap mencari keberadaan cincin berlian yang akan digunakan untuk melamar Ayu. “Pa, jangan ketawa! Bantuin cari cincinnya!” pinta Nanda sambil menggeser sofa dan semua perabotan yang ada di dalam ruangan ters
Baca selengkapnya

Bab 158 - Perdebatan

Nanda menggandeng tangan Ayu sembari melangkah memasuki Chel’s Modista. Salah satu butik yang paling terkenal di kota Surabaya. Hari ini, ia sengaja membawa Ayu untuk memilih sendiri gaun pengantin yang akan mereka kenakan untuk acara pernikahan. “Ay, kamu suka yang mana?” tanya Nanda sambil mengedarkan pandangannya. Menatap gaun-gaun pengantin yang terpajang indah di sana. “Selamat sore, Mbak, Mas ...!” sapa seorang pegawai sambil menghampiri Nanda dan Ayu. “Ada yang bisa kami bantu? Mau pilih gaun pengantin yang seperti apa?” Ayu tersenyum saat pegawai butik itu menyambutnya dengan ramah. “Mmh ... saya mau gaun yang sederhana aja. Nggak terlalu ramai dan ... nuansa budaya jawanya tetap terlihat meski gaunnya modern,” jawabnya. “Oh. Silakan lihat di lorong sebelah sini, Mbak!” Pegawai itu langsung menunjuk lorong yang ada di sayap kanan bangunana tersebut. Ayu mengangguk dan segera mengikuti langkah pegawai tersebut. Ia mengedarkan pandangannya dan tersenyum menatap design gaun
Baca selengkapnya

Bab 159 - Persiapan Pernikahan

“Jangan, Ay! Belum selesai, kan?” Nanda langsung menghadang langkah kaki Ayu. “Kalau udah tahu belum selesai, kamu jangan main game, dong! Apa susahnya sih diskusi bareng? Aku nggak suka kalau cowok itu ngomong ikut aja – ikut aja! Ngeselin tahu, nggak!?” sahut Ayu. “Hehehe. Iya, iya.” Nanda langsung merangkul tubuh Ayu. “Pilih, deh! Kamu sukanya yang mana?” “Aku udah pilih, Nanda! Tinggal cari baju untuk kamu. Kamu sukanya yang mana?” seru Ayu menahan kesal. “Apa pun pilihan kamu, aku pasti suka, Ay. Kamu aja yang pilih, ya! Sesuaikan aja sama baju pengantin kamu,” jawab Nanda sambil menatap wajah Ayu. “Ntar kamu nggak suka, Nan. Kalau warnanya putih juga, bagus atau nggak, sih? Kayak gimana gitu, ya?” “Yang ini aja, deh!” Nanda menunjuk salah satu jas berwarna cream dengan lis cokelat keemasan. Ayu mengangguk. “Oke. Ambil yang ini aja.” Nanda tersenyum sambil menatap Ayu yang sedang berbincang dengan pegawai butik tersebut. Hal sederhana yang kerap dipermasalahkan oleh wani
Baca selengkapnya

Bab 160 - Persiapan Pernikahan Part.2

Jalanan kota Solo yang basah oleh embun pagi, mulai menghangat dan langkah kaki penghuni kota itu mulai ramai. Keraton Kesultanan Surakarta dan masyarakat di sekelilingnya disibukkan dengan persiapan pernikahan Puteri Mahkota keraton tersebut. “Bunda, apakah pernikahanku harus seberlebihan ini?” tanya Ayu sambil menatap wajah Bunda Rindu. Bunda Rindu tersenyum sambil merangkul tubuh Ayu. “Bunda tahu, kamu selalu menyukai hal yang sederhana. Tapi ini semua keinginan masyarakat sekitar. Mereka sangat mengenalmu dan meminta untuk mengadakan pesta rakyat. Ay, kamu ini puteri mahkota di keraton ini. Saat ayahmu tutun tahta, kamu dan keturunanmu yang harus menggantikannya. Semua warga di sini mencintai dan membutuhkanmu. Jangan kecewakan mereka, ya!” ucapnya lembut. Ayu mengangguk. Ia mengedarkan pandangannya menatap begitu banyak abdi dalem dan masyarakat sekitar yang antusias menyambut pesta pernikahannya. “Aku dengar, calon suami Ndoro Puteri itu orang biasa saja. Bukan dari keluarga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status