Semua Bab DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU: Bab 71 - Bab 80

190 Bab

HURU-HARA

71Sore ini aku menunggu Mas Pandu pulang dengan berjalan-jalan di halaman, sementara si Mpok menyirami halaman dengan riang. Dari tadi bibirnya selalu bersenandung kecil. Seperti janjinya, dia memang belum pulang. Padahal biasanya jam segini sudah pulang. Aku sedang bicara dengan suamiku di telepon. Dia kini mampir di supermarket, menanyakan apa aku ingin dibelikan sesuatu. Di luar gerbang, tampak Prisa keluar dari taksi online. Dia berteriak minta dibukakan gerbang, padahal sebenarnya tidak dikunci. Si Mpok dengan malas menyimpan selang dulu, lalu membukakan pintu gerbang untuk Prisa. "Lelet banget, sih!" omel Prisa.Aku yang masih menelepon hanya melirik mereka sekilas. Ternyata begitu sifat Prisa. Entah sekarang setelah banyak pengaruh, entah memang dari dulu begitu. Prisa berjalan tergesa melewati si Mpok dan dengan angkuhnya menuju pintu masuk. Lalu, saat melewatiku yang masih menelepon, dia dengan sengaja menabrak pundakku dengan keras hingga aku terhuyung dan hampir jatuh.
Baca selengkapnya

MUNAFIK

72Mas Pandu melepas kasar tangan wanita itu, kemudian mendorongnya hingga Santi terjejer beberapa langkah. "Enyah dari hadapanku sekarang juga! Ternyata selain rendah, kau juga tidak punya rasa malu!" teriak Mas Pandu pada wanita itu. Tangannya menunjuk pintu mengisyaratkan agar mantan istrinya segera keluar. "Dasar munafik kamu, Pandu. Padahal tadi kamu juga menikmatinya, kan?" lontarnya sinis. "Keluar! Atau kutendang sendiri?" ancam Mas Pandu dengan suara tinggi.Akhirnya dengan wajah merah padam Santi keluar dari kamar kami. Namun, sebelumnya dia sempat melemparkan tatapan mengejek padaku yang masih mematung seperti batu."Sayang ...." Mas Pandu menghampiriku yang masih mematung dengan dada turun naik cepat. Kepalanya terus menggeleng, wajahnya pucat pasi. Tangannya hendak meraih tanganku, tetapi sebelum sampai kutepis lebih dulu. Aku menggeleng dengan mata panas. Lalu, berjalan pelan menuju tempat tidur. "Sayang, Mas bisa jelas–""Mandilah," ucapku pelan tanpa melihat ke arah
Baca selengkapnya

HURU-HARA 2

73Pagi-pagi sudah ramai. Mas Pandu yang memerintahkan Si Mpok untuk segera membereskan barang-barang Santi yang masih juga bebal belum mau pergi. Prisa terus saja memohon belas kasihan untuk ibunya. Namun, kali ini suamiku tak bisa dibantah. Dia malah mengancam akan memanggil pengurus setempat kalau Santi tak kunjung pergi. Air mata Prisa sudah tak mempan sepertinya."Kalau kamu mau ikut pergi dengan ibumu, silakan. Papa lebih rela kehilangan seorang anak pembangkang daripada rumah tangga dan hidup Papa hancur untuk kedua kali," ucap suamiku tegas. "Cukup sekali wanita itu menghancurkan hidup Papa. Papa bukan keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali."Prisa sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya menunduk dengan bahu meluruh. Sementara Santi yang duduk di sofa, mengepalkan tangannya keras, lalu menatapku marah. Ya, aku sudah keluar kamar lagi seperti biasa. Tidak ingin terlihat lemah di depan mereka dengan terus mengurung diri di kamar. Mereka akan tertawa senan
Baca selengkapnya

BAYIKU

74"Sialan kau, Anak Kecil! Berani kau menantangku?" hardiknya seraya mengentakkan tangannya yang mencekalku.Dia merangsek hingga kakiku berada di ujung undakan. Aku meraih pegangan tangga dan mencengkeramnya dengan kuat agar tubuh tak terdorong. Tiba-tiba rasa takut menghantui. Namun, aku tak ingin menampakkan di depannya. Aku melirik ke arah pijakan, ternyata kakiku sangat di ujung undakan. Sekali saja dia mendorong, dapat dipastikan tubuhku akan terjungkal ke bawah.Dia masih mencekal tanganku dan sebelah tangannya kini mencengkeram kerah bajuku. Jarak kami begitu dekat. Tanganku semakin kuat berpegangan pada pegangan tangga. "Apa kau takut, Anak Kecil?" tanyanya menyeringai.Ya, jujur aku sangat takut dia akan nekat mendorongku, tetapi aku tak mau dia senang melihat ketakutanku. "Kenapa aku harus takut sama kamu? Apa kamu mau membunuhku?" tantangku lagi dengan segenap keberanian yang kupaksakan. Padahal kakiku sudah gemetar. Tangan yang mencengkeram pegangan tangga pun mulai m
Baca selengkapnya

KAMU PEMBUNUH!

75Aroma obat-obatan menyeruak memenuhi indra penciuman. Tubuhku terasa remuk redam. Samar-samar kudengar suara Mas Pandu sedang bicara.Di mana ini? Aku mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Santi mendorongku dari pertengahan anak tangga yang lumayan tinggi. Hingga tubuhku jatuh terguling-guling ke bawah. Ya Allah, apa aku sudah mati? Apa ini alam kubur? Apa Mas Pandu sedang mengantarku ke pemakaman? Tubuh terasa kaku, sulit sekali untuk digerakkan. Apa aku benar-benar sudah mati? "Maaf, Pris, Papa sudah tidak bisa mentolerir ini. Ini kriminal, dan penjara adalah tempat yang pantas untuk ibumu." Terdengar suara suamiku sangat dingin. "Maaf, Pa, aku sudah berusaha mencegah Mama. Tapi, Mama kalap dan–""Sebenarnya kamu pun terlibat, dan seharusnya kamu pun sama dengan ibumu harus mendekam di penjara. Tapi, Papa tidak setega itu melaporkanmu."Hening. "Inikah yang kamu inginkan, Pris? Sebenarnya apa salah Alvina hingga kamu begitu membencinya? Bukankah dia sahabatmu? Bukan
Baca selengkapnya

JUNIORKU

76Aku berada di hamparan tanah lapang yang luas tanpa batas. Sejauh mata memandang hanya warna hijau yang terlihat. Tak ada siapa pun di sana hingga seorang anak lelaki gembil berusia sekitar tiga tahun berlari pelan ke arahku. Entah dari mana datangnya. "Bunda ...." Bibir mungilnya meneriakkan kata itu.Siapa yang dia maksud? Aku melirik ke segala penjuru, tetapi tak ada siapa pun di sana. Hanya aku dan dia. Dia semakin mendekat. Kaki-kaki mungilnya terus berlari ke arahku. Tangannya direntangkan. Hingga saat sampai, dia langsung memelukku penuh rindu. Aku yang semula hanya mematung, lama-kelamaan membalas pelukan anak itu. Hangat dan penuh cinta. Pelukan kami serasa pelukan ibu dan anak yang sudah lama terpisah. "Bunda," panggilnya lagi manja.Aku melerai pelukan, lalu menatap wajahnya yang terasa familiar, hanya saja ini versi kecilnya. Kuusap wajah mungil yang sedang menatapku penuh rindu itu, mata beningnya sungguh membuatku meleleh. Perlahan, seraut wajah muncul di balik pu
Baca selengkapnya

JANGAN MEMILIH

77"Apa yang harus Mas lakukan, agar kamu mau memaafkan Prisa?" tanyanya lagi. "Tidak ada. Besok antarkan saja aku pulang ke rumah ayah, dan Mas bisa kembali ke rumah kalian. Atau pesankan saja taksi, aku bisa pulang bersama ibu. Atau kalau mau solusi yang lebih simpel, kembalikan saja aku pada orang tuaku, agar kamu bisa fokus mengurus anakmu. Aku ikhlas, Mas." Aku menatap matanya tegas. Mas Pandu terperangah. Dia bangkit, lalu duduk di sisi brankar di sampingku. Tangannya meraih tanganku, lalu digenggamnya kuat. "Kamu bicara apa, Sayang? Jangan sembarangan bicara," ucapnya seraya menatapku tajam. Aku menggeleng. "Aku tak ingin selamanya membuatmu berada di persimpangan antara anak dan istri, Mas. Maaf, untuk saat ini aku benar-benar membenci anakmu, dan entah apa aku bisa memaafkannya. Bahkan aku tak sudi sekadar bertemu dengannya. Kalau kamu melepasku, kamu bisa fokus mengurusnya tanpa fokus bercabang,” tegasku. Aku sudah memikirkannya selama seminggu ini. Dan inilah keputusa
Baca selengkapnya

PERMINTAAN MAAF

78Aku masuk ke kamar saat mamanya Aldo pamit. Mas Pandu terlihat berbaring di tempat tidurku yang kecil. Aku duduk di sampingnya dan menatap wajahnya yang lelah. Berada di persimpangan antara anak dan istri pasti lelah jiwa raga. Kasihan sebenarnya, tapi mau bagaimana? Dia juga tidak mau melepasku.Hingga beberapa lama aku hanya menatapnya. Wajah Mas Pandu terlihat lebih tua dari usianya. Di dahinya sudah ada sedikit kerutan. Lingkar hitam di bawah matanya tampak jelas. Pipi sedikit tirus menandakan bobot tubuhnya berkurang. Lalu, kumis dan cambang yang telat di cukur. Ah, suamiku terlihat jelek sekarang. Padahal dulu, waktu pertama bertemu, dia terlihat lebih muda dari usianya. Kasihan dia, beban ini begitu menyita hidupnya.Perlahan tanganku terangkat dan mulai menyentuh pelipisnya. Lalu, beralih menyusuri pipi hingga rahangnya yang kokoh. Terakhir, menyentuh bibirnya yang tertutup rapat."Maaf, Mas," ucapku lirih. "Maaf, telah membuatmu berada di persimpangan yang sulit. Andai kau
Baca selengkapnya

SAKIT

79Dari kamar terdengar obrolan ibu dengan Prisa yang masih juga berderai-derai air mata. Sepertinya, dia meminta maaf pada ibu. Namun, aku sudah tidak peduli. Setelah beberapa lama hanya tangis Prisa yang terdengar penuh penyesalan. Akan tetapi, benar-benar tak bisa menyentuh hatiku yang sudah terlanjur sakit. Bukan hanya peristiwa kehilangan bayi yang membuatku meradang, tetapi semua perbuatannya bahkan sebelum ibunya datang.Salahkah aku bila mendendam? Sementara ia tidak pernah memikirkan perasaanku saat berlaku buruk. Apakah hanya ia yang bisa bersikap buruk padaku? Hanya dirinya yang bisa setega itu? Aku juga bisa. Mas Pandu masuk ke kamar, lalu mendekat. Aku pikir dia akan marah. Aku sudah siap dengan kemungkinan seburuk apa pun."Sayang ...," panggilnya lembut. Aku diam tanpa menoleh. "Mas antar Prisa pulang dulu, ya. Dan mungkin malam ini tidur di sana, nemenin Prisa. Kamu tidak apa-apa, kan?"Aku hanya mengibaskan tangan ke arahnya tanpa menoleh, mengisyaratkan, pergilah.
Baca selengkapnya

IKHLAS?

80 "Mas, ngapain mau pipis pake teriak-teriak? Udah tahu banyak tamu," ucapku sambil melotot, takut terdengar dari luar. "Ya, mau gimana? Mas memang pengen pipis," jawabnya polos. "Tahan dulu, kek, nunggu tamunya pulang." "Tidak bisa, Sayang, ini udah di ujung. Masa harus ngompol di sini?" Aku berdecak kesal. "Iya, tapi di ruang tamu banyak temannya ibu." "Terus kenapa? Kita, kan, cuma lewat doang," katanya dengan wajah tanpa dosa. Duh, jadi pengen nyubit pake tang. "Malu, Mas. Nanti pasti mereka godain kita." "Ya, terus kenapa kalau digodain? Sama istri sendiri ini." Mas Pandu sengaja mengeraskan suaranya. Aku spontan membekap mulutnya sambil melotot. Dia melepaskan bekapan tanganku. "Ya udah ayo tuntun, Mas udah kebelet," ucapnya lagi dengan menyodorkan tangan. Dengan terpaksa aku memapahnya keluar kamar. Kamarku tepat berhadapan dengan ruang tamu. Jadi, saat mau ke kamar mandi yang letaknya di belakang, ya mau tidak mau harus melewati ruang tamu dulu. Sesuai dugaan,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status